Namaku Rininta. Pada kesempatan ini, aku ingin bercerita tentang perjuanganku dalam mendapatkan buah hati. Lima tahun mengikuti proses bayi tabung pada dr. Indra N.C. Anwar, Sp.OG, aku berhasil memiliki tiga anak. Ya, semua buah hatiku hadir ke dunia ini melalui proses bayi tabung. Perjuangan aku dan suami berbuah manis. Bahagia, haru, dan takjub, jadi satu di dalam hati kami.
Aku membagikan cerita ini, siapa tahu bisa menginspirasi siapa pun yang sedang menjadi pejuang garis dua, agar tetap semangat hingga berhasil punya anak.
Terpikir untuk Konsultasi Bayi Tabung
Aku menikah tahun 2014. Saat itu usiaku 27 tahun. Usia yang sudah pas untuk langsung memiliki anak. Aku dan suami pun sebenarnya ingin cepat-cepat punya anak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, sayangnya hingga dua tahun kemudian, buah hati yang dinanti belum kunjung datang.
Aku bergerak cepat. Usaha untuk hamil, kutingkatkan dengan tekun berkonsultasi dan memeriksakan diri ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi (DSOG). Aku melakukan kontrol rutin, tetapi belum juga bisa hamil secara alami. Sampai akhirnya aku dan suami terpikir untuk melakukan bayi tabung.
DSOG yang menanganiku merekomendasikan aku berkonsultasi ke dr. Indra Anwar di RS. Bunda, Jakarta. Aku juga mencari tahu tentang dr. Indra. Ternyata dr. Indra benar-benar sudah berpengalaman dalam membantu banyak pasangan untuk melakukan proses bayi tabung.
Bukan Pasien yang Memutuskan, tapi Dokter
Sebenarnya aku berharap banyak. Hanya, aku menyiapkan mental, kalau-kalau “ditolak” oleh dr. Indra. Sebab, menurut info yang kubaca dari berbagai sumber, yang memutuskan seorang pasien bisa menjalani proses bayi tabung atau tidak, adalah dokter. Bukan pasien. Ada banyak faktor yang bisa memengaruhi hal tersebut, seperti usia, gaya hidup, dan faktor lain. Pada proses di awal, dr. Indra akan memeriksa secara keseluruhan. Setelah itu barulah beliau menentukan aku bisa menjalani proses bayi tabung atau tidak.
Menunggu penentuan ini pun membuatku harap-harap cemas. Kalau dua tahun menikah belum bisa hamil secara alami dan tidak bisa menjalani proses bayi tabung juga, bagaimana lagi aku bisa berusaha untuk hamil?
Untunglah ternyata aku masih memenuhi syarat untuk menjalani proses bayi tabung. Harapanku untuk punya anak pun semakin tinggi.
Sebelumnya aku sudah pernah mengecek kondisi tuba falopi (saluran yang menghubungkan antara indung telur/ovarium dengan rahim). Tuba falopi-ku normal, tidak ada penyumbatan. Sperma suami juga normal. Seharus, dengan kondisi yang sehat begini, aku bisa hamil secara alami. Namun, dr. Indra mengatakan bahwa ada satu persen faktor lain yang menyebabkan aku tidak kunjung hamil alami.
Proses Bayi Tabung Pertama
Akhirnya, di awal 2016, mulailah aku proses bayi tabung. Ada empat proses dalam menjalani bayi tabung, yaitu stimulasi hormon, pengambilan sel telur (ovum pick up), mempertemukan sel telur dan sel sperma di luar rahim, baru setelah keduanya menjadi embrio, dilakukan embrio transfer, yaitu memasukkan embrio ke dalam rahim.
Hal yang membedakan antara hamil alami dan hamil melalui proses bayi tabung adalah keempat proses tersebut. Setelah embrio dimasukkan ke dalam rahim, proses hamil dan melahirkannya sama saja dengan proses yang tidak melalui bayi tabung.
Aku pun menjalani proses pertama, yaitu stimulasi. Dokter Indra memberikan suntikan hormon untuk merangsang agar sel telurku besar-besar. Proses selanjutnya, beberapa lama kemudian, dilakukan ovum pick up. Ini adalah proses mengambil sel telur dari dalam rahim. Lalu, sel telur yang sudah dikeluarkan itu dikawinkan dengan sel sperma suamiku.
Ternyata, dari perkawinan itu hanya menghasilkan satu embrio dengan kualitas “good”. Jadi hanya satu embrio itu yang dimasukkan ke dalam rahimku. Selanjutnya aku diminta menunggu selama dua minggu untuk melihat perkembangan embrio itu di dalam rahim.
Di sinilah penentuannya nanti, apakah proses bayi tabung ini berhasil atau tidak. Aku semakin cemas. Perasaanku tidak karuan. Jujur saja aku sangat berharap proses bayi tabung pertama ini langsung berhasil. Namun di saat yang sama, aku juga harus siap kalau ternyata gagal.
Kadar Beta HCG yang Mencemaskan
Dua minggu kemudian, dilakukan tes darah untuk melihat kadar Beta HCG. Dari sini bisa diketahui perkembangan embrio di dalam rahimku. Aku harus berlapang dada ketika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar Beta HCG ini di bawah satu. Itu berarti embrio di dalam rahimku tidak berkembang. Proses bayi tabung ini gagal. Sedih, tentu saja. Namun aku tidak mau putus asa.
Aku masih ingin mencoba kembali proses bayi tabung. Namun, aku mempersiapkan diri dahulu. Caranya adalah dengan menjalani pola hidup sehat. Aku dan suami sepakat untuk mengurangi junk food, makanan dan minuman manis, serta kopi. Kami sangat menjaga pola makan. Dalam arti, hanya mengonsumsi makanan sehat. Kami juga lebih rutin berolahraga dan tentunya istirahat yang cukup.
Mulai Program Lagi
Satu tahun kemudian, yaitu tahun 2017, aku dan suami kembali berkonsultasi kepada dr. Indra. Kami pun memutuskan untuk mulai lagi proses bayi tabung dengan dibantu dr. Indra lagi.
Sebenarnya, proses bayi tabung ini tidak harus selalu diulang dari langkah awal, kalau aku punya “simpanan” embrio beku. Sayangnya waktu itu aku hanya punya satu embrio, jadi harus mengulang prosesnya dari awal.
Aku datang tepat pada hari kedua menstruasi. Aku pun menjalani lagi suntikan hormon agar sel telurku kualitasnya tinggi dan ukurannya besar-besar. Kali ini, aku lebih sungguh-sungguh menjalaninya agar bisa berhasil. Lalu, dr. Indra memberikan jadwal untuk ovum pick up pada pertemuan berikutnya.
Di hari yang telah ditentukan, bukan main senangnya aku ketika dilakukan ovum pick up, ada banyak sekali sel telur yang berhasil “dipanen”. Sel telur-sel telur itu pun dikawinkan dengan sel sperma suami. Hasilnya, ada delapan embrio dengan kualitas “good” dan “excellent”. Di sinilah harapanku tumbuh lagi.
Tibalah waktunya embryo transfer. Aku meminta agar dr. Indra mentransfer dua embrio. Jadi, kalau satu embrio tidak berkembang, masih ada embrio lain. Syukur-syukur kalau dua-duanya berkembang.
Dua minggu kemudian, dilakukan tes darah untuk mengetahui kadar Beta HCG. Wah, alhamdulillah, kadarnya tinggi. Itu berarti embrio tersebut berkembang. Belum selesai sampai di situ, dua minggu kemudian dilihat lagi kadar Beta HCG-nya, sudah bertambah lagi dibanding saat awal. Namun, aku cemas. Detak jantung janin ini belum terdengar. Aku kembali merasakan sedih. Prosesnya sudah sejauh ini, tapi aku sudah harus bersiap menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi.
Untunglah dr. Indra sabar dan telaten, memintaku menunggu lagi selama dua minggu. Selama itu pula dr. Indra memberikan tambahan obat-obatan penguat janin. Aku menjalaninya dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Aku ingin perjuangan ini mendapatkan hasil yang sesuai harapan.
Tepat pada waktu yang telah ditentukan, aku datang lagi untuk memeriksakan kondisi janin. Rasanya benar-benar tidak karuan. Harap, cemas, takut, memenuhi perasaan ini. Begitu tahu detak jantung janin sudah terdengar, aku ingin sekali melompat tinggi-tinggi sambil tertawa lepas. Proses bayi tabung ini berhasil! Aku akan segera punya anak! Selanjutnya, aku berusaha merawat kehamilan ini sebaik mungkin. Aku berusaha sesehat mungkin.
Kanaya Miura Adilaras, puteri pertama kami, lahir di usia kehamilan 40 minggu. Beratnya 3,47 kg, dengan persalinan normal.

Proses Bayi Tabung Anak Kedua
Ketika Kanaya berusia 1,5 tahun, aku kembali berkonsultasi ke dr. Indra. Ya, kami ingin punya anak lagi. Aku dan suami pun sepakat meminta saran pada dr. Indra untuk menjalani proses bayi tabung lagi. Aku bersyukur, dr. Indra mengatakan, kami masih bisa menjalani program ini. Oh ya, waktu itu aku punya 8 embrio yang telah dibekukan. Lalu, sudah ditransfer 2 embrio pada proses bayi tabung sebelumnya. Aku masih punya “tabungan” 6 embrio lagi. Jadi, aku tidak melalui tahap proses bayi tabung dari awal, tapi langsung ke embrio transfer.
Kali ini, kami ingin anak laki-laki. Oleh karena itu, aku minta dr. Indra untuk melakukan pemeriksaan kromosom pada embrioku. Jadi nanti aku bisa minta dr. Indra untuk transfer embrio dengan kromosom XY (laki-laki). Aku baca-baca artikel, pemeriksaan kromosom ini sudah lazim dilakukan di luar negeri.
Sayangnya, dr. Indra mengatakan bahwa tahun 2019 pemeriksaan kromosom untuk embrio beku belum bisa dilakukan di Indonesia. Sebab, ketika akan diperiksa kromosomnya, embrio beku itu harus dicairkan terlebih dahulu. Setelah itu harus dibekukan lagi, lalu saat akan ditransfer ke dalam rahim, embrio harus dicairkan kembali. Hal tersebut belum lazim dilakukan di Indonesia. Lagi pula, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas embrio.
Akhirnya aku menjalani prosedur seperti biasa. Kondisi rahimku disiapkan dengan diberi obat-obatan, lalu barulah dilakukan transfer embrio. Sama seperti waktu itu, aku minta dr. Indra mentransfer dua embrio. Sama juga, yang kemudiam berkembang, hanya satu embrio. Proses bayi tabung dan kehamilanku juga lancar.
Aku melahirkan bayi perempuan yang sehat, di usia kehamilan 40 minggu. Hirania Divya Adilaras, berat 3,2 kg juga dengan persalinan normal.
Bayi Tabung Anak Ketiga dan Memilih Jenis Kelamin
Dua anak perempuan, hasil proses bayi tabung pada dr. Indra. Aku dan suami sangat bahagia. Keinginan kami untuk punya anak, terkabul. Kami masih punya satu keinginan lagi, yaitu memiliki anak laki-laki.
Ketika Hirania berusa 1,5 tahun, aku dan suami kembali berkonsultasi lagi dengan dr. Indra. Kami menyampaikan keinginan untuk melakukan program bayi tabung lagi seperti sebelum-sebelumnya. Saat itu, tahun 2021. Sekali lagi, aku berkonsultasi dengan dr. Indra tentang kemungkinan dilakukan tes kromosom untuk mengetahui jenis kelamin embrio beku yang masih aku miliki.
Bukan main senangnya aku dan suami karena dr. Indra mengatakan, saat itu pemeriksaan kromosom sudah mulai sering dilakukan di RS. Bunda, tempat dr. Indra praktik. Namanya pemeriksaan PGT-A. Setelah pemeriksaan pun kualitas embrio beku masih bagus, tidak kurang suatu apapun.
Akhirnya empat embrio beku yang masih tersisa milikku, dilakukan pemeriksaan PGT-A. Hasilnya, ada 3 embrio yang jumlah kromosomnya normal dan baik. Di antara ketiganya, ada dua kromosom XY (berjenis kelamin laki-laki).
Setelah screening embrio ini aku sempat berkonsultasi pada embriolog. Menurut beliau, proses bayi tabung dengan embrio yang sudah dilakukan tes PGT-A, tingkat keberhasilannya mencapai 70-80 persen.
Aku pun kembali melakukan proses bayi tabung dengan dr. Indra. Embrio yang ditransfer ke dalam rahimku hanya satu, yang berkromosom XY.
Proses kehamilannya pun lancar, tidak ada hambatan yang berarti. Lalu, tepat pada usia kehamilan 40 minggu, yaitu tanggal 23 Mei 2022, aku melahirkan bayi laki-laki dengan berat 4 kg. Bayi ini lahir dalam keadaan sehat dan selamat, juga dengan proses persalinan normal. Kuberi nama bayi ini, Henry Malik Adilaras.
Jadi, ketiga anakku lahir ke dunia ini dengan proses bayi tabung. Yang pertama menggunakan fresh embryo, yang kedua dan ketiga menggunakan frozen embryo.
Melakukan proses bayi tabung memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Saranku, kalau sudah ingin melakukan proses ini, cepat-cepatlah berkonsultasi pada dokter. Sebab, semakin muda usia kita, kemungkinan berhasilnya semakin tinggi. Selanjutnya, banyak-banyaklah berdoa dan kemudian pasrah serta menerima hasilnya.
Salam hangat untuk sesama Pejuang Garis Biru, dari Rininta.
IG dr. Indra: @indrancanwar
(Seperti yang dituturkan oleh Rininta kepada Nunik Utami).
Leave a Reply