Ah, saya kepengin nangis!
Pohon-pohon di depan rumah, ditebang!
Memang sih, itu bukan pohon saya. Tanah tempat menanam pohon-pohon itu juga bukan milik saya. Tapi ….
Begini.
Ada sebuah lahan yang belum dibangun rumah. Lahan itu tidak kosong banget, sih. Ada dua pohon rambutan yang lebat. Dahannya banyak, rantingnya apalagi. Dua pohon rambutan ini membuat tempat di sekitarnya teduh dan terasa lebih sejuk. Lalu, ada juga pohon nangka. Melihat pohon ini dari jauh saja sudah membuat hati sejuk. Apalagi kalau berada di bawahnya. Selain pohon-pohon besar itu juga ada pohon yang lebih kecil, yaitu pohon pepaya dan belimbing.
Nah, ruang kerja saya di rumah, menghadap ke lahan penuh pepohonan ini. Setiap pagi saya betah berlama-lama melamun sambil memandangi pohon-pohon segar ini. Kalau hujan, saya senang melihat air hujan yang menetes dari daun-daun di pohon tersebut. Setelah itu, semua ide seakan mampir begitu saja di kepala, lalu saya pun lancar menulis.
Pohon yang tampak biasa saja, membuat saya menjadi lebih produktif.
Tidak hanya itu.
Berkat pohon-pohon itu, imajinasi saya seperti menembus batas. Saya seakan bisa melihat proses akar-akar itu saat menyerap air, proses pemasakan makanan yang terjadi di daun (fotosintesis), dan proses terjadinya hujan. Saya juga seakan-akan bisa melihat kehidupan di bawah tanah mungkin tidak pernah terpikir sebelumnya. Kehidupan cacing-cacing yang menggemburkan tanah. Proses mikroba-mikroba yang menghancurkan dedaunan rontok untuk menjadi pupuk alami bagi tanah. Proses-proses itulah yang menguntungkan manusia karena lingkungan menjadi lebih subur dan asri.
Wuiiihh, semuanya sangat mengasyikkan!
Tapi, hari ini saya ingin menangis!
Pemilik lahan sudah menjualnya pada orang lain. Pemilik yang baru, menebang semua pohon-pohon besar itu!
Aduh! Ini bukan lebay, tapi hati saya betul-betul menjerit. Sedih banget!
Di mana lagi saya harus melihat lahan hijau yang segar yang membuat imajinasi bisa menembus batas? Di mana lagi tempat kerja yang nyaman seperti ketika sebelum pohon-pohon itu ditebang? Di mana lagi saya bisa melamun sambil membayangkan proses fotosintesis dan akar-akar yang membantu menyerap air ke tanah untuk mencegah banjir?



Pemilik lahan yang baru memang belum akan membangun tanahnya dengan bangunan bertingkat. Tapi, beberapa sisi lahan tersebut sudah ditanami beton-beton dan pagar pembatas.
Lahan itu sudah lebih gersang. Otak saya pun ikutan gersang ide.
Tadinya saya sangat senang selalu berada di meja kerja karena bisa berlama-lama melihat yang hijau-hijau. Tapi, sekarang tempat itu sudah hampir sama gersangnya dengan Jl. Sudirman yang sedang dilakukan proyek pembangunan jalan.
Ah, pohon … andai kamu tidak usah pergi ….
Leave a Reply