Beberapa waktu lampau istilah “cewek matre” sempat booming. Istilah itupun lekat dengan makhluk bernama perempuan. Dengan istilah itu, terciptalah asumsi bahwa perempuan identik dengan matre, alias materialistis.
Perempuan, di manapun ia berada, tentu saja memerlukan materi. Untuk apa? Jelas, untuk memutar roda rumah tangga. Untuk membeli keperluan dapur agar dapur tetap ngebul. Untuk membiayai keperluan anak, baik keperluan sekolah maupun keperluan sehari-hari. Juga untuk keperluan lainnya yang masih banyak.
Mari kita bayangkan bila perempuan tak punya cukup “modal”. Dapur kering kerontang karena kehabisan gas, anak merengek karena sepatunya sudah jebol, dan halaman rumah penuh debu karena tidak ada uang untuk membeli sapu. Itu baru contoh yang sangat kecil. Pada kenyatannya, masih banyak hal besar dan fatal yang terjadi apabila perempuan tak memiliki dana.
Tak heran jika jaman sekarang, suami istri bahu membahu mencari uang. Semua dilakukan semata-mata untuk memenuhi seluruh kebutuhan.
Meskipun demikian, ada segelintir perempuan yang sangat sibuk mencari uang hanya untuk “memoles” wajah dan tubuhnya. Sebenarnya manusiawi jika perempuan ingin terlihat cantik, segar, dan modis, asalkan tidak dengan cara yang “nabrak-nabrak”. Tapi kalau caranya tidak lazim dan menghalalkan segala cara?
Ironisnya, di satu sisi banyak perempuan yang berjuang keras untuk mendapatkan dana sebagai penutup kebutuhan. Sementara, di sisi lain ada perempuan yang bergelimang harta. Ia terlihat begitu mudah mendapatkan dana, dan tak peduli dana siapa yang ia gunakan untuk membuat dirinya terlihat “wah”.
Selama ini sebutan “cewek matre” terkesan berkonotasi negatif. Saya masih sering berpikir, apakah sebutan itu cocok untuk semua perempuan? Apakah hanya cocok disandang oleh perempuan yang berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan materi yang akan digunakan untuk menutupi kebutuhan hidup, ataukah cocok disandang oleh perempuan yang menghalalkan segala cara demi hidup bergelimang harta?
Menurutmu bagaimana?
Gambar diambil dari sini
Leave a Reply