Bicara soal kemubaziran pangan, saya suka merasa aneh sendiri. Saya tahu, di negeri ini, bahkan di banyak negara di dunia, ada orang yang punya makanan berlimpah, tapi di sisi lain, di waktu yang sama, ada orang yang kekurangan makanan. Ironis banget, memang.
Sering juga kepikiran, bagaimana caranya agar orang yang punya makanan berlimpah itu memberikan makanannya kepada orang yang kekurangan makanan? Bukannya mereka nggak mau memberikan makanannya, tapi sering kali mereka nggak tahu ke mana harus memberikan makanan itu.
Hari Bumi, Saat yang Tepat Menekan Kemubaziran Pangan
Baru-baru ini kita memperingati Hari Bumi Sedunia 2022. Ini adalah momen yang tepat untuk lebih menekan kemubaziran pangan. Apa hubungannya Hari Bumi dengan kemubaziran pangan? Bukankah Hari Bumi itu berkaitan dengan kelestarian bumi dan kemubaziran pangan kaitannya adalah orang yang kelebihan dan kekurangan pangan? Kok, kayak nggak ada hubungannya, ya?
Ini justru sangat berkaitan. Jadi, begini. Banyak orang yang makannya nggak dihabiskan. Makanan-makanan itu tentu saja jadi sampah. Kelihatannya makanan yang nggak dihabiskan itu memang sedikit. Namun, orang yang berperilaku seperti itu, nggak sedikit.
Berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), tahun 2021 lalu, makanan yang terbuang jadi sampah mencapai 8,03 juta ton. Fantastis, kan? Nah, makanan-makanan yang terbuang itu semakin mempercepat panas bumi. Selain itu, 61 – 125 juta orang jadi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan akses pangan.
Sekarang info, di Jakarta saja terjadi kemubaziran pangan sebesar 1,4 juta ton. Data ini berdasarkan SIPSN tahun 2021. Makanan-makanan yang terbuang itu pada akhirnya akan tertimbun menjadi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah-sampah ini akan melepas gas metana (CH4) ke lingkungan. Gas metana inilah yang berperan sebagai gas rumah kaca yang mempercepat pemanasan bumi. Parahnya lagi, gas metana bersifat memanaskan bumi 25 kali lebih parah daripada karbondioksida (CO2). Inilah yang akhirnya menyebabkan perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi.
Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, 98 persen bencana hidrometeorologi yang terjadi selama 10 tahun terakhir di Indonesia adalah dampak dari perubahan iklim. Apalagi kondisi geografis Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga lebih rentan dengan dampak perubahan iklim ini.
Ternyata kemubaziran pangan itu memengaruhi kondisi global. Lagi pula, kalau banyak makanan terbuang, sayang banget. Saya jadi ingat, waktu itu pernah datang ke pesta ulang tahun teman. Pesta diadakan di sebuah café besar bertaraf internasional. Acaranya meriah banget. Maklum, teman saya ini salah seorang yang lumayan terkenal. Di pesta ini, makanan melimpah. Pramusaji keren-keren bertubuh tinggi dan berambut gondrong, siap sedia mengantar makanan ke meja-meja para tamu.
Ketika acara selesai dan saya sedang menuju tempat parkir, saya melihat pemandangan yang aneh. Di luar café, di dekat tempat sampah besar, ada orang sedang mengais-ngais tempat sampah itu. Lalu, dia mengambil sesuatu dari sana dan bersiap memakannya. Ya ampun, hati saya rontok seketika. Saya tercengang.
Di dalam, saya melihat makanan enak dan bersih yang banyak. Eh, di sini, saya melihat orang yang ternyata nggak berhasil menemukan makanan bersih dan layak. Betapa ironisnya. Di sinilah saya tahu bahwa ada orang yang kelebihan makanan, ada juga yang kekurangan makanan. Saya juga tahu bahwa banyak orang yang tidak mendapatkan kesempatan mengakses pangan.
Program FOI untuk Tekan Kemubaziran Pangan
Foodbank of Indonesia (FOI) adalah sebuah lembaga bank makanan. FOI mengadakan perayaan Hari Bumi Sedunia 2022 di Pasar Tebet Timur. Acara ini dihadiri oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Suharini Eliawati, Direktur Utama Perumda PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin, perwakilan dunia usaha, JNE & Superindo, para pedagang Pasar Tebet Timur, dan relawan FOI. Ada juga Hendro Utomo, pendiri FOI.
Acara ini bertujuan mengajak semua pihak untuk menekan kemubaziran pangan. Hendro Utomo berharap masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta termasuk pedagang tradisional terus berkolaborasi dan melakukan aksi nyata bersama untuk mengurangi kemubaziran pangan, sekaligus dapat mengakhiri kelaparan, dan menekan krisis iklim secara berkelanjutan. Masih menurut hendro, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan dan peraturan untuk menekan kemubaziran pangan, serta melindungi dan mendorong pihak yang berbuat baik dan mendermakan pangan yang berlebih, agar kita bersama dapat menekan kenaikan suhu bumi dan memerangi kelaparan.
FOI sendiri sudah mengelola 2.457 ton makanan dan menyalurkannya kepada masyarakat, sejak 2018. FOI juga bergerak membantu lebih dari 40.422 anak-anak melalui 1.044 lembaga PAUD, SD, dan Posyandu. FOI juga bergerak menolong lansia, ibu hamil, ibu menyusui serta daerah yang tertimpa bencana.
Program ini juga sejalan dengan komitmen Pemerintah DKI Jakarta yaitu mendukung usaha untuk mencegah dan atau menekan kemubaziran pangan. Sejak Tahun 2018, FOI berkolaborasi dengan PT Lion Superindo sebagai perusahaan ritel dan PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pengiriman dan logistik dalam mengurangi kemubaziran pangan. Jadi bantuan-bantuan ini dikirim oleh JNE agar bisa menjangkau penerima manfaat lebih banyak.
Dimulai dari Kita
Sudah tahu kan, bahwa masih banyak orang yang membutuhkan pangan? Sudah tahu juga kan, bahwa makanan yang nggak habis dan Cuma berakhir sebagai sampah, bisa memperburuk kondisi bumi? Jadi, mulai sekarang, ayo sama-sama jaga bumi biar nggak makin buruk kondisinya, dan makin berkurang orang-orang yang kekurangan pangan.
Semua ini dimulai dari kita. Caranya bagaimana? Gampang, kok. Selalu habiskan makanan kita. Jangan pernah menyisakan makanan. Jangan menyediakan makanan berlebihan. Kalau menyiapkan makanan, perkirakan dan sesuaikan dengan kebutuhan. Kalau mengambil makanan, secukupnya saja. Toh kalau kurang bisa nambah.
Sebenarnya kalau niat mempraktikkan, mudah, kok. Jadi, lakukan mulai sekarang dan seterusnya, ya.
Leave a Reply