Judul : Tea for Two
Penulis : Clara Ng
Penerbit : GPU, Februari 2009
Harga : Rp 45.000
Tebal : 312 Halaman
Penulis : Clara Ng
Penerbit : GPU, Februari 2009
Harga : Rp 45.000
Tebal : 312 Halaman
Sassy adalah pemilik perusahaan mak comblang bernama Tea for Two. Tugas utama Sassy adalah mempertemukan jodoh bagi klien-kliennya, dan mengusahakan agar mereka mencapai jenjang pernikahan. Sassy sukses menyatukan ratusan pasangan melalui Tea for Two. Perusahaan itu pun berhasil menjadi perusahaan hebat yang selalu dicari oleh para single dari kalangan berada.
Seperti orang-orang yang bergabung dalam Tea for Two, Sassy pun bertemu dengan pasangannya. Namanya Alan. Alan adalah laki-laki romantis. Saat melihat Sassy, Alan merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Selanjutnya, Sassy-Alan menjadi pasangan paling romantis yang pernah ada.
Sassy benar-benar telah terjerat pada cinta Alan. Alan seakan tak henti-henti menuangkan madu asmara yang membuat Sassy mabuk. Segala sesuatu yang diidamkan oleh Sassy, berhasil direalisasi oleh Alan. Puncaknya adalah ketika Alan menawarkan liburan ke kota paling romantis di dunia : Paris.
Akhirnya, pasangan itu menikah. Sayangnya percintaan mereka saat memasuki gerbang pernikahan, tak seindah cinta Cinderella yang happily ever after. Keindahan bak di dunia dongeng telah berakhir, berganti dengan kenyataan yang harus dihadapi, bahkan saat bulan madu belum usai.
Alan mulai menunjukkan “taring”nya. Sikapnya pada Sassy sangat posesif. Sifat romantis yang selalu diumbar sebelum menikah, seakan-akan lenyap begitu saja. Alan yang awalnya selalu menghujani Sassy dengan hadiah, bunga, dan kata-kata romantis, berubah menghujani kata-kata dan perlakuan kasar. Ironis, Sassy yang berprofesi sebagai mak comblang di Tea for Two, kini harus menghadapi dilema. Meneruskan pernikahan, atau putus di tengah jalan.
Sebenarnya tema novel ini sudah biasa, yaitu tentang kekerasan dalam rumah tangga. Namun, cara menggarap novel ini membuat tema yang biasa menjadi tetap enak dinikmati. Sassy digambarkan sangat menikmati saat-saat dirinya diperlakukan sebagai perempuan lemah yang tak berdaya di bawah “siksaan” suami. Ia tak mampu berdiri tegak dan penuh semangat seperti ketika belum menikah.
Buku ini mematahkan stereotip bahwa yang dapat mengalami kekerasan dalam rumah tangga hanya perempuan miskin dan berpendidikan rendah.
Ada satu adegan yang menjadi ganjalan saya saat membaca buku ini. Emosi Sassy terhadap orang yang dianggap merusak rumah tangganya, kurang kuat. Emosi Malla, orang itu, juga digambarkan terlalu datar dan kurang ekspresif ketika bertemu Sassy.
Terlepas dari semua itu, buku yang sudah dicetak ulang lebih dari tiga kali ini mampu menempati ruang khusus di hati para penggemarnya, karena nama penulisnya yang sudah banyak menghasilkan novel.
Nefertite Fatriyanti says
Aku sering mampir di blog review buku mba Nunik ini, hanya tak selalu tinggalkan jejak hehehe
Mba, aku kut belajar review bukunya disini yaa, makaisiih
Nunik Utami says
Silakan, Bu. Semoga dapat ilmu dari sini, ya ^^