Dimuat di Majalah Bravo! edisi September 2007
Di kelas VI-B ada seorang murid. Namanya Susi. Ia lumayan cantik. Badannya tinggi dan rambutnya panjang. Susi anak yang periang. Senyum manis selalu menghias bibirnya. Ia juga pandai dan sering menolong teman yang kesusahan.
Susi memang baik hati. Tapi ada satu kekurangan Susi. Ia sangat usil. Setiap hari ada saja teman yang di olok-olok.
“Seno, hidung kamu kok pesek amat? Apa nggak susah nafasnya?” begitu kata Susi ketika Seno baru masuk ke kelas.
Seno meringis. Ia langsung memegangi hidungnya.
“Hahaha…Seno, kamu kok langsung memegang hidung? Sadar ya kalau hidungmu jelek?” Susi malah tertawa-tawa.
Seluruh isi kelas menoleh ke Seno. Dalam hati, Seno malu sekali ditanya Susi seperti itu.
“Hush! Susi! Kamu jangan bilang begitu. Kasihan Seno,” Rini berbisik ditelinga Susi. Sengaja agar Seno tidak mendengarnya. Rini memang sahabat Susi yang paling baik.
“Lho? Memang benar kok. Kenapa harus malu?” Susi malah mendengus kesal. Ia tidak senang ditegur seperti itu.
Rini diam. Takut Susi jadi tersinggung.
Tak berapa lama Bu Tika masuk.
“Selamat pagi anak-anak,” sapa Bu Tika ramah.
“Pagi Buuuu..,” anak-anak kelas VI-B menjawab serempak.
“Mari kita lanjutkan pelajaran kemarin. Tentang listrik,” Bu Tika langsung membuka buku IPA. “Siapa yang tahu, siapakah yang pertama kali menemukan listrik? Ayo angkat tangan!”
Tap! Susi si anak baru itu langsung mengangkat tangannya.
“Ya Susi?”
“Yang pertama kali menemukan listrik adalah James Watt, Bu,” jawab Susi keras.
“Bagus,” kata Bu Tika sambil bertepuk tangan. “Sejak listrik ditemukan, kita tidak usah takut akan gelap,” kata Bu Tika.
“Iya tuh Bu. Jangan seperti Dina. Sudah besar masih takut gelap. Idiihhh..Malu donggg,” Susi berteriak sambil tertawa-tawa.
Semua anak jadi menoleh ke Dina. Mereka cekikikan melihat wajah Dina merah padam
Blar!
Dina terkejut. Ia merasa malu sekali rahasianya diketahui seluruh isi kelas. Dina hanya bisa menunduk karena sekarang teman-teman menatapnya. Dina malu. Dina jadi menyesal pernah memberitahu Susi bahwa ia sangat takut kegelapan.
Tok-Tok-Tok.
Bu Tika mengetuk papan tulis dengan penggaris kayu. “Sudah-sudah, ayo perhatikan kesini lagi…,”
Bu Tika terus melanjutkan mengajar.
***
“Susi keterlaluan ya?” kata Sandra.
“Iya. Kasihan kan Seno dan Dina. Sekarang seluruh kelas sudah tahu kelemahannya,” timpal Ika. “Seharusnya Susi tidak membocorkan rahasia itu,”
“Iya ya. Aku jadi sebal sama Susi. Aku jadi nggak ingin mengundangnya di acara ulang tahunku minggu depan,” jawab Sandra.
“Eh, nggak boleh begitu San. Walaupun usil tapi Susi kan teman kita juga,” kata Ika.
“Habis gimana dong? Aku takut kalau nanti rahasiaku bocor dan disebarkan juga oleh Susi,” jawab Sandra.
“Ya sudah. Mulai sekarang, jangan ceritakan rahasia apapun padanya. Tapi sebaiknya sih kamu tetap mengundang Susi ke acara ulang tahunmu, San,”
“Oh, begitu ya. Iya deh, nanti Susi akan kuberikan kartu undangan. Agar dia senang dan ingin terus bermain denganku. Tapi…,” Sandra kelihatan ragu-ragu.
“Tapi apa San?” desak Ika.
“Tapi aku ingin sekali memberi pelajaran pada Susi agar ia tak usil lagi membocorkan kelemahan teman-teman,” Sandra mengedipkan sebelah matanya.
“Maksud kamu apa San?” Ika bertanya lagi. Tapi terlambat. Sandra sudah ke luar kelas.
***
Ulang tahun Sandra sangat meriah. Dimana-mana ada makanan. Mulai dari martabak, cucur, lapis legit sampai kue tart, cheese cake, spaghetti, sandwich, burger, bakso, sosis panggang dan lain-lain. Hiasannya juga banyak sekali. Ada pita menjuntai warna-warni, bunga-bunga segar, juga ada…. Badut!
Badut??
Ya! Badut itu memang sengaja dipanggil oleh Sandra untuk memeriahkan acara ulang tahunnya. Sejak kecil Sandra memang senang badut. Lucu. Pantat dan perutnya besar. Matanya lebar, hidungnya berwarna merah. Sandra senang sekali menepuk perut badut itu. Menggemaskan!
Semua orang yang hadir di pesta itu tampak gembira sekali. Semua?? Eh, Tidak!
Di sudut taman, di dekat kolam ikan tampak seorang anak perempuan yang duduk menyendiri. Anak itu seperti ketakutan. Wajahnya terlihat cemas.
Eh, itu kan Susi?
Susi sengaja bersembunyi di sudut taman agar tidak bertemu badut. Ya, itulah kelemahan Susi. Takut badut!
Susi tidak mau bergabung dengan keramaian pesta itu. Susi lebih baik berada disini, di taman dekat kolam ikan.
Susi sedang melihat ikan-ikan yang ada di kolam. Tiba-tiba pundaknya seperti ada yang menyentuh!
DOR!
Susi terkejut! Ia hampir saja pingsan ketika tangan badut itu sudah ada dipundaknya. Susi jadi takut sekali! Badut itu tertawa-tawa. Eh, sepertinya kok Susi kenal suara si badut itu ya?
Tak lama kemudian, muncul Sandra. Sandra juga tertawa-tawa.
“Susi…Kamu kok sendirian disini? Takut badut ya? Hahahaha…,” Sandra terpingkal-pingkal.
Tiba-tiba si badut membuka pakaiannya. Oh!
“Seno?” Susi terkejut.
“Iya. Akulah yang jadi badut. Kenapa?” Seno juga tertawa-tawa melihat raut wajah Susi. “Masih takut?”
“Jadi kalian sengaja ya?” kata Susi.
“Iya, Sus. Aku kan tahu kalau kamu takut badut. Kamu masih ingat waktu kita dan orang tua kita ke Dunia Fantasi tahun lalu?”
Susi berpikir. Oh iyaaaaaaaaa…Waktu itu Susi memang sangat ketakutan saat badut-badut di Dunia Fantasi mendekatinya.
“Aku sengaja Sus. Supaya kamu tidak pernah mengolok-olok kelemahan teman-teman lagi. Kamu juga punya kelemahan kan?” kata Sandra.
Susi terdiam. Ia baru sadar bahwa diketahui kelemahannya sangat tidak enak.
Susi mengulurkan tangan pada Seno. “Maafkan aku ya Sen,”
Seno menyambut tangan Susi. “Iya Sus. Tapi dengan syarat….,”
“Iya. Aku janji. Tidak akan mengolok-olok dan menyebarkan kelemahanmu dan teman-teman lagi didepan orang lain. Besok aku juga mau minta maaf pada Dina,”
Seno dan Sandra tersenyum “Ehhh…Ayo kita lanjutkan pestanya. Makanan sudah menunggu tuh.
“Asyiiikkk..Aku memang lapar San. Tadi aku tidak berani bergabung karena takut badut…,”
“Hahahaha..,” mereka tertawa bersama.
“Sekarang kamu tidak usah pakai pakaian badut lagi Sen. Semuanya sudah selesai,” Sandra mengedipkan mata pada Seno.
Seno tersenyum. Susi juga. Lalu mereka menyerbu makanan.
Leave a Reply