Aku tinggalkan kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya – Soekarno, Presiden RI ke-1.
Membaca kata-kata itu membuat ingatan saya melayang ke sebuah pulau di Lombok. Gili Air namanya.
Gili Air memang tidak sepopuler Gili Trawangan. Tapi, kalau kamu ke Lombok, coba deh, singgah di pulau kecil ini. Kamu akan merasakan liburan yang nyaman, yang mungkin belum pernah kamu alami.
Gili Air adalah pulau paling dekat dari Pelabuhan Bangsal Pemenang, Lombok. Letaknya sejajar dengan Gili Meno dan Gili Trawangan. Secara umum, pantai di Gili Air tampak indah dan suasananya lebih tenang dibandingkan Gili Trawangan yang hiruk pikuk, tapi juga tidak sesunyi Gili Meno yang seakan-akan tanpa kehidupan.

Tahun lalu, ketika berlibur ke Lombok, saya sengaja datang ke Gili Air. Untuk sampai di pulau cantik ini kita hanya perlu datang ke Pelabuhan Bangsal Pemenang dan menyeberang ke Gili Air. Biaya penyeberangannya sangat terjangkau yaitu hanya Rp15.000. Kamu bisa menyeberang kapan saja, mulai pukul 08.00-11.00 WITA, menggunakan perahu bermesin.



Saat itu saya sudah lebih dulu ke Gili Trawangan, baru kemudian ke Gili Air. Perlu diingat, penyeberangan antarpulau ini juga ada jadwalnya. Sementara, dari Gili Trawangan ke Gili Air hanya ada 2 kali penyeberangan, yaitu pukul 09.00 dan pukul 14.00. Nah, yang pukul 14.00 ini tiketnya jauh lebih mahal, yaitu Rp100.000/orang. Alat transportasinya pun berupa speed boat, bukan perahu bermesin.
Dari Gili Trawangan ke Gili Air hanya memakan waktu 10-15 menit. Banyak orang yang bilang Gili Air tidak sebagus Gili Trawangan. Tapi, saya tidak peduli. Saya tetap ingin berkunjung ke pulau itu.
Begitu perahu akan meninggalkan Gili Trawangan menuju Gili Air, saya masih sempat menyaksikan seorang nelayan yang akan melempar jala.
Perahu yang membelah laut dengan riak-riak ombak menjadi pemandangan yang sangat menarik. Melihat ketiga pulau (Trawangan, Meno, dan Air) pun membuat saya takjub. Ini Indonesia! Bagian dari #indonesiadiversity yang keindahannya tak terlukiskan.
Ketika semua orang berdecak kagum dengan pantai-pantai di luar negeri, Indonesia juga punya pantai eksotis yang membuat siapa pun yang berkunjung akan terpesona.
Matahari sudah lewat dari atas kepala ketika saya mengarungi lautan menuju Gili Air. Langit yang mendung justru menghadirkan suasana romantis. Hujan memang sempat turun rintik-rintik, tapi saya justru menikmatinya. Laut, debur ombak, dan hujan, seperti satu kesatuan yang membuat pulau bagian dari Indonesia ini semakin sempurna.
Sesampainya di Gili Air, saya langsung menyewa sepeda. Tujuan saya memang ingin bersantai sambil menikmati suasana pulau ini yang tenang. Di sini tidak terlalu banyak wisatawan. Saya hampir tidak bisa membedakan mana yang wisatawan, mana yang penduduk asli.
Dengan tarif sewa sepeda Rp20.000, saya bisa berkeliling sampai sore. Saya pun mengayuh sepeda menyusuri jalan kecil perlahan-lahan. Di sebelah kanan ada hotel dengan hiasan lampu yang cantik. Sementara, di sebelah kiri saya bisa melihat perahu-perahu berjajar di tepi pantai. Di sepanjang jalan yang saya lalui banyak wisatawan mancanegara yang tampak asyik menikmati indahnya pulau ini.

Benar saja. Gili Air tidak terlalu luas. Tidak sampai sepuluh menit mengayuh sepeda, saya sudah sampai di jalan paling ujung. Saya hampir memekik senang karena melihat bangku-bangku kayu berjajar rapi dan disusun berkelompok di pinggir pantai.
Di sini banyak turis asing yang duduk-duduk di gazebo. Dari sorot matanya, mereka begitu kagum pada keindahan tempat ini. Saya juga heran dengan turis-turis asing itu. Mereka banyak yang sudah tidak muda lagi, tetapi keinginannya untuk menjelajah Indonesia, tampak sangat kuat. Tahu film Titanic, kan? Nah, salah satu wisatawan yang sedang termangu-mangu menatap indahnya laut di Gili Air ini mirip dengan pemeran Rose tua dalam film Titanic.
Saya pun memarkir sepeda di tepi pantai dan duduk di salah satu bangku itu. Di hadapan saya, samudera terbentang luas. Langit putih keabu-abuan membuat saya merasa semakin tenteram. Ombak bergulung pelan mengikuti tiupan angin yang berembus perlahan. Tiba-tiba saya merasa suasana begitu klasik. Meja kayu di depan saya pun semakin menambah kesan klasik. Kayunya sudah rapuh dan tampak seperti sudah lama tersengat sinar matahari sekaligus terguyur hujan.
Saya menemukan kerang di pasir dan membawanya ke atas meja. Sesekali, saya mengabadikan suasana klasik itu di kamera. Ah, tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk menikmati suasana klasik ini. Indonesia punya lebih dari cukup.






Saya terdiam. Saya tidak mau kehilangan moment. Saya hirup udara laut sepuasnya, sambil menatap camar yang sesekali melintas. Di kejauhan, tampak siluet pegunungan. Saya tidak tahu pasti itu Gunung Agung atau Rinjani. Yang jelas, saya ingin berdiam diri lebih lama untuk merekam semua keindahan itu dalam memori.
Sayang, saya hanya punya waktu tidak lebih dari tiga jam. Menjelang pukul 16.00, saya kembali mengayuh sepeda ke pelabuhan, untuk kembali ke Pelabuhan Bangsal Pemenang.
Sore itu menjadi hari yang tak terlupakan. Suatu saat nanti, saya ingin kembali ke tempat ini, untuk menikmati lagi suasana klasik romantis yang hanya bisa dirasakan di Gili Air.
Tanah airku tidak kulupakan.
Kan terkenang selama hidupku.
Biarpun saya pergi jauh,
Tidak kan hilang dari kalbu ….
paling menggoda kursi-kursinya itu mbak…huhuhuhuu
Betuuul. Pengen duduk-duduk di kursi itu lagi ^^
mantap itu bisa berkunjung ke sana. kayanya sejuk banget
Duduk-duduk di tepinya sejuk, tapi kalau main di pantainya, panas ๐
Fotonya2 keren. Artikelnya jernih. Membuat keinginan liburan ke lombom makin membaraa… kapan ya…
Semoga segera, Mbak ^^
keren abis nih tempatnya mba, bikin mupeng aja nih. Semoga bisa kesampaian menjelajahi Lombok
Semoga segera kesampaian, ya ๐