Dimuat di Majalah Bravo! edisi Juli 2008
Di kelas V-B ada seorang murid perempuan. Nama lengkapnya adalah Eva Anggraini. Badannya gemuuk sekali. Paling gemuk diantara murid-murid kelas V-B lainnya.
Hari ini pelajaran olahraga dimulai. Pak Abu, sang guru olahraga membuat permainan. Murid-murid diminta membuat tiga buah barisan. Barisan A, barisan B dan barisan C. Semua barisan akan berlomba lari. Barisan yang paling cepat, dialah yang menang.
Eva masuk di barian A, berdiri paling belakang.
“Eva, kamu jangan di barisan A, doongg.. Kamu kan gendut. Larinya lambat. Nanti barisan A kalah deh,” ujar Indah yang ada di barisan A.
Eva langsung pindah ke barisan B.
“Waahh, Eva, aku nggak mau kamu di barisan B. Bisa-bisa barisan B nggak menang,” kata Rina di barisan B.
Tanpa bicara, Eva pindah ke barisan C.
“Yaaaaa, kok ke sini sih? Kamu pindah lagi, sana!” Nuning yang ada di barisan C jadi cemberut.
Eva bingung. Ia tidak tahu harus masuk ke barisan mana. Semua teman tidak ada yang mau menerimanya. Akhirnya Eva duduk di pinggir lapangan.
“Lho, kok eva tidak ikut?” tanya Pak Abu.
“Ngg….Saya..saya….,” Eva bingung ingin menjawab apa. Anak-anak yang lain terdiam.
“Ayo, kamu masuk di barisan B!” perintah Pak Abu.
Dengan gerak yang lambat, Eva masuk ke barisan B. Anak-anak di barisan B kecewa.
Sudah bisa ditebak, barisan B kalah dalam lomba lari itu.
“Huhh, ini gara-gara Eva,” kata Rina setelah kembali ke kelas.
“Iya, kalau Eva nggak masuk di barisan B, pasti kita menang,” sahut Dian.
“Besok Eva jangan boleh ikut lomba lari, deh,” ujar Mira bersungut-sungut.
Eva mendengar semua kata-kata temannya. Tapi Eva diam saja. Ia hanya duduk sambil menggambar. Dalam hati, Eva merasa sedih. Badannya yang gemuk membuat teman-teman tidak sayang padanya.
Karena itulah Eva jadi pendiam. Kalau teman-teman sedang mengobrol, Eva memilih diam di bangkunya sambil menyalurkan hobinya yaitu menggambar.
***
Bu Endang, guru wali kelas V-B masuk kelas.
“Anak-anak, ada kabar kembira,” kata Bu Endang.
Murid-murid langsung diam menyimak kata-kata Bu Endang.
“Sekolah kita akan mengadakan lomba gambar antar kelas,” seru Bu Endang.
“Asyiiikkkkkk…..,” sahut murid-murid.
“Setiap kelas harus mengirim satu orang murid sebagai wakilnya. Di kelas kita siapa yang paling pandai menggambar ya?” Bu Endang menatap seluruh muridnya.
“Evaaaaaaaaaaaaaa….,” sahut anak-anak serempak.
Ya, semua murid sudah tahu, Eva pandai menggambar. Gambarnya bagus-bagus sekali seperti lukisan para pelukis terkenal.
“Ohh, Iyaaaa, Eva memang pandai menggambar. Lho, Eva mana ya?” senyum Bu Endang berubah saat melihat bangku Eva yang kosong.
“Eva sudah tiga hari tidak masuk, Bu,” jawab Afrizal sang ketua kelas.
“Oh, kok tidak ada kabar ya?” kening Bu Endang berkerut. “Apa dia sakit?”
Anak-anak diam. Tidak ada satupun yang tahu kabar Eva.
***
Dua hari lagi lomba menggambar sudah tiba. Bu Endang dan seluruh murid gelisah. Eva, satu-satunya anak yang paling pandai menggambar, masih belum masuk sekolah.
“Eva kenapa ya?” tanya Mira.
“Tidak tau. Lagi pula ia tidak memberi kabar ke Bu Endang,” sahut Nuning.
“Kalau dua hari lagi Eva belum masuk, kita bisa kalah dalam lomba menggambar,” kata Afrizal.
“Iya, Eva kan pintar sekali menggambarnya. Kalau ikutan, pasti menang deh,” ujar Dian.
“Eh, bagaimana kalau nanti pulang sekolah kita ke rumah Eva? Kita lihat, jangan-jangan Eva sakit?” Indah yang sejak tadi diam, memberi ide.
“Yuukkkkkkkkkkkk..,” anak-anak menyahut serempak.
***
“Eva tidak sakit kok. Tapi sudah beberapa hari ini mogok, tidak mau berangkat sekolah,” kata Mama Eva.
Eva hanya diam di kursi tamu.
“Lho? Kenapa, Va?” tanya Nuning.
“Aku… Aku malas ke sekolah…,” jawab Eva.
“Lho? Kok?”
“Aku sedih… Tidak ada teman yang sayang padaku. Aku seperti anak tiri. Dikucilkan karena badanku gendut,”
“Ya ampuunnnn….,” Dian terkejut.
“Duhhh, maafkan kami, ya Va. Ternyata kami sudah keterlaluan ya?” tanya Dian.
“Va, kami sayang kamu, kok,” sahut Mira.
“Iya, kami sangat kehilangan kamu,” timpal Nuning.
“Besok kamu masuk, ya Va. Ada lomba menggambar. Kamu kan jago menggambar. Kelas lain pasti kalah deh,” kata Afrizal.
Eva tersenyum sambil mengangguk.
“Naahh, begitu dooong….,” Mama mengusap kepala Eva sambil menciumnya.
“Ya sudah, kami pulang dulu ya, Va. Besok masuk ya.. Kami ingin main-main sama kamu lagi,” kata Afrizal.
Eva mengangguk lagi.
“Sampe besok, ya teman-teman…,” Eva melambaikan tangan.
Eva merasa bahagia. Ternyata teman-teman sangat sayang padanya. Eva jadi tidak sabar ingin masuk sekolah lagi, dan bertekad akan memenangkan lomba menggambar.
Leave a Reply