Dimuat di Majalah Bravo! edisi Juni 2008
Lola menatap kaca toko sepatu. Matanya mengerjap-ngerjap. Dibalik kaca, sepatu berwarna merah muda yang cantik itu seperti memanggil-manggil minta dibeli.
“Ma, yang itu bagus sekali, Ma. Ayo dong Ma, belikan aku,” kata Lola sambil menarik-narik tangan Mama.
“Aduh, Lola… Kan baru minggu kemarin Mama belikan kamu sepatu,” jawab Mama.
“Kan lain, Ma. Yang minggu kemarin warna hitam, kalau yang ini warna merah muda. Cantik sekali, Ma. Ayo belikan dong, Ma,”
“Tidak, Lola! Sepatu kamu sudah banyak. Hampir setiap minggu kamu minta dibelikan sepatu,” kata Mama tegas.
“Ah, Mama…. Pokoknya aku minta sepatu itu,” Lola mulai cemberut.
“Nanti kalau kamu sudah perlu sepatu lagi, baru Mama belikan,” sahut Mama.
Ya, Lola memang paling senang dengan sepatu. Hampir setiap minggu ia minta dibelikan oleh Mama dan Papa. Tak heran kalau jumlah sepatunya sudah banyaaakk sekali. Satu lemari penuh! Ada yang hitam bertali, putih berkancing, merah, biru, kuning, coklat, dengan berbagai macam model. Setiap hari, saat Lola berangkat ke sekolah, ia selalu berganti-ganti sepatu. Sayangnya, Lola sering memaksa Mama dan Papa untuk membelikan.
Seperti saat ini, Lola semakin cemberut.
“Pokoknya aku minta dibelikaaann.. Haruusssssss…,” Lola berteriak.
***
“Lola, ayo cepat,” kata Papa didalam mobil.
“Iya, Pa. Sebentar,” sahut Lola. Ia mengikat tali sepatunya, lalu bergegas masuk ke mobil.
Hari ini Mama dan Papa mengajak Lola pergi ke tempat Pak De Andi di desa. Pak De Andi adalah kakak sepupu Papa. Pak De Andi adalah seorang dokter yang ditugaskan di desa untuk melayani kesehatan masyarakat disana.
Lola senang sekali. Sudah lama ia tidak bertemu Pak De Andi. Apalagi dengan sepatu baru berwarna merah muda yang melekat dikakinya. Lola sampai tidak lepas-lepas memandang sepatu barunya itu. Ya, kemarin akhirnya Mama membelikan sepatu itu karena Lola terus berteriak-teriak sambil menangis, memaksa Mama untuk membelikannya.
“Hei, Lolaaa,” Pak De Andi merentangkan tangannya ketika Lola sudah sampai.
“Pak De…,” Lola mencium tangan Pak De Andi.
“Wahh, kamu sudah besar, ya… Tambah cantik..,”
Dipuji seperti itu, wajah Lola jadi memerah. Mama dan Papa senyum-senyum melihatnya.
“Eh, besok ikut Pak De memancing yuk,” ajak Pak De Andi.
“Memancing?? Asyiikkkk….,” Lola kegirangan.
***
Lola dan Pak De Andi sudah ada di tepi sungai. Mereka memancing bersama-sama. Desa tempat Pak De Andi bertugas ini adalah desa yang terpencil. Jalan-jalan masih berupa tanah becek. Masih banyak pohon-pohon rindang. Rumah-rumah juga masih berupa rumah tradisional.
Saat sedang memancing, Lola melihat dua anak perempuan yang usianya sebaya dengannya. Anak-anak perempuan itu berusaha menyeberangi sungai. Pakaian mereka lusuh sekali. Warnanya sudah pudar. Tangan mereka mendekap buku yang tak kalah lusuhnya.
“Mereka mau kemana, Pak De?” tanya Lola pada Pak De Andi.
“Mau ke sekolah,” jawab Pak De Andi.
“Ke sekolah? Ini kan hari Minggu?” tanya Lola.
“Iya, di desa ini belum banyak berdiri sekolah-sekolah seperti di kota. Mereka sekolah di rumah orang-orang yang bersedia menjadi guru” Pak De Andi tersenyum.
“Mereka juga nggak pakai sepatu?” Lola menatap kaki anak-anak perempuan itu. Mereka tidak memakai alas kaki apapun.
“Jangankan sepatu, sandal saja mereka tidak punya, La,” kata Pak De Andi
Lola tertegun. Ia langsung teringat sepatu-sepatunya yang berdesakan di lemari.
Semua sepatunya masih baru, tapi Lola selalu minta dibelikan lagi dan lagi.
Ternyata, di desa ini, banyak sekali anak-anak yang orangtuanya tidak mampu membelikan sepatu. Ah, kasihan sekali…
“Pak De, pulang yuk,” ajak Lola.
“Lho? Kenapa? Kita kan memancingnya baru sebentar?” tanya Pak De Andi.
“Aku mau mengajak Mama cepat-cepat pulang ke Jakarta dan cepat kembali lagi kesini,” jawab Lola.
“Kok aneh? Ada apa sih?” Pak De Andi mengerutkan kening.
“Aku mau membawa sepatu-sepatuku, lalu kuberikan pada anak-anak itu,” sahut Lola sambil menunjuk anak-anak perempuan tadi.
“Iya, mereka memang lebih membutuhkan sepatumu. Dari pada berdesakan di lemari, lebih baik buat mereka. Iya kan?” Pak De Andi tersenyum
Lola juga ikut tersenyum. Ia tak sabar untuk segera memberikan sepatu-sepatunya.
Leave a Reply