Saya semakin menyadari bahwa selama ini saya sering menahan diri untuk melakukan sesuatu yang saya sukai. Saya masih hobi berkesenian seperti tari dan teater, saya tahan-tahan. Saya hobi menggambar, saya pilih untuk tidak melakukannya. Bukan apa-apa. Saya ini tipe orang yang kalau melakukan aktivitas, jadi tekun banget. Benar-benar serius menekuni. Nanti kalau saya terlalu tekun, bisa-bisa “jadi” banget. Alasan utama saya menahan diri adalah demi kestabilan kondisi orang-orang sekitar dan tidak menjadi lebih “tinggi” lagi. Iya, jaga nama baik pihak tertentu agar tidak “terintimidasi” dengan ketekunan dan “prestasi” saya.
Nah, satu keinginan yang juga sudah luamaaaa banget saya “kekang” adalah punya tanaman. Dahulu, sewaktu (alm) Mamak masih ada, kami punya pekarangan kecil yang berisi banyak tanaman. Saya suka bantu-bantu nyiram tanaman-tanaman itu. Kalau nggak pagi, ya sore.
Akhir-akhir ini, keinginan yang saya pendam sejak lama untuk punya tanaman, muncul lagi. Saya memang sudah telanjur menganggap diri sendiri nggak pantas memelihara tanaman, nggak mampu mengurus tanaman, dan nggak akan pernah berhasil punya tanaman. Sekarang, saya bisa lebih “lunak” pada diri sendiri. Wong cuma perkara punya tanaman, siapa pun bisa, termasuk saya. Akhirnya, saya memberanikan diri memelihara tanaman.
Tanaman yang paling saya suka adalah sansevieria. Sejak bertahun-tahun lalu saya pengin banget punya tanaman ini dan diletakkan di dalam ruangan. Saya sudah lama tahu bahwa sansevieria berfungsi menyerap polusi. Tujuan saya menaruh di dalam ruangan adalah untuk menetralkan asap rokok. Maksudnya saya pengin jaga paru-paru anak supaya tidak terpapar asap rokok, dengan menaruh sansevieria di dalam ruangan. Namanya juga usaha, ya.
Better late than never, deh. Sekarang, meskipun sudah nggak ada anggota keluarga yang merokok, saya berhasil memelihara dua pot sansevieria. Ini pun berbekal sansevieria yang dikasih teman. Ada dua jenis sansevieria yang saya punya, yaitu superba (ini yang pinggiran daunnya berwarna kuning) dan yang seluruh daunnya hijau bercak-bercak (ini jenis apa, sih? Saya nggak tahu namanya). Lalu, saya juga menanam sirih gading. Jenis yang saya suka adalah yang hijau dengan sedikit bercak putih.
Jadilah saya semangat banget hunting ke Trubus untuk beli pot yang lebih cantik untuk dua sansevieria dan pot gantung untuk sirih gading. Sayangnya di Trubus nggak ada tatakan pot yang ukuran dan warnanya sesuai. Akhirnya saya beli tatakan potnya di marketplace.
Nggak berhenti sampai di sini, saya lanjut hunting tanaman lain. Ada peperomia yang saya beli di tukang tanaman dekat rumah, lalu ada banyak sukulen dan kaktus yang saya beli dari mana-mana. Tentang yang ini, akan saya ceritakan nanti di tulisan terpisah, ya.
Kembali lagi ke sansevieria, saya suka karena perawatannya nggak terlalu susah. Hanya perlu disiram seminggu dua kali. Ini sih, enteng, lah. Masalahnya, Mas Rexy ketawa-ketawa lihat saya serius nanam sansevieria. Kata dia, pasti tanamannya bakalan mati karena saya nggak biasa nanam. Kata dia, saya cuma senang belanjanya aja. Ya, memang, sih, betapa asyiknya lihat-lihat tanaman dan pernak-perniknya di marketplace. Betapa serunya main ke pedagang tanaman, lihat ijo-ijoan segar sambil hunting tanaman. Benar juga ya, kata Mas Rexy. Saya Cuma senang belanjanya!
Eh, tapi ….
Di suatu sore saat mboyong dua pot sansevieria ke luar rumah untuk disiram, saya dapat kejutan. Tanaman itu tumbuh tunasnya! Bakalan ada sansevieria baru yang ikut menghuni salah satu potnya. Ya ampun, betapa terharunya saya! Ini kabar bahagia! Lalu, saya cepat-cepat manggil Mas Rexy untuk memberi kabar bahagia ini.
Kami pun ngakak barengan. Saya terharu banget karena akhirnya ada tanaman yang tumbuh melalui tangan saya, setelah seumur hidup menancapkan kata-kata bahwa saya nggak bakalan berhasil ngerawat tanaman. Bahwa tanaman akan mati kalau saya yang ngurusin. Bahwa saya nggak “berhak” punya tanaman.
Mas Rexy pun ikut terharu. Dia setuju bahwa punya tanaman dan mengikuti pertumbuhannya, benar-benar membahagiakan. Saya kasih tau ke dia, begitulah rasanya punya anak dan mengikuti pertumbuhan dan perkembangannya. Bahagia dan mengharukan! Oke, mungkin saya lebay, tapi kata Mas Rexy, mama punya tanaman yang numbuh, senangnya kayak orang dikasih mobil. Saya pun ngakak nggak berhenti-berhenti. Iya, segitunya, lho.
Malah, kata Mas Rexy lagi, tanaman itu berhasil tumbuh bukan karena saya yang pandai merawat tanaman, tapi memang sansevieria-nya yang bisa tumbuh tanpa disentuh. Katanya lagi, padahal saya hanya hobi belanja, itu pun hanya pot, tatakan, dan media tanamnya. Kan, sansevieria-nya dikasih teman. Saya benar-benar ngakak terus-terusan.
Tapi ya, fyi, beberapa hari yang lalu saya ke kios tanaman mau beli sanseviera yang agak besar, pedagangnya lagi nggak ada. Tadi malam, saya ke sana lagi, eh, sansevieria yang saya incar, sudah nggak ada. Duh, pengin nangis rasanya.
Jadi, sekarang saya nggak mau mengekang diri sendiri. Nggak mau menahan keinginan hanya karena menjaga perasaan orang lain. Padahal yang dijaga perasaannya pun nggak ngerti perjuangan ini. Selama keinginan itu positif seperti mengembangkan diri di dunia kesenian, menggambar, atau menanam bunga, apa salahnya dilakukan? Kalau nantinya saya jadi terlalu tekun dan melesat tinggi, ya nggak apa-apa juga, kan? Yang penting bukan hal buruk yang melanggar norma dan agama.
Terbukti, kalau kita mau dan tidak merendahkan diri sendiri, bisa kok. Toh, cuma menanam tanaman. Bukan hal yang aneh-aneh banget. Intinya adalah menghargai diri sendiri dan nguwongke uwong (memanusiakan manusia).
Lalu aq kepo siapa yg perasaannya dijaga agar Mbak Nunik ga melesat lagi? Hehe
Mungkin karena di dalam rumah nyiramnya cuma seminggu dua kali ya, Nik. Kalau yang di luar dan kena terik matahari tiap hari gak ya? Aku baru nanam dua hari lalu soalnya hahaha
Yang di luar rumah (kena terik matahari) juga seminggu dua kali, Mbak. Kata penjualnya, klo disiram tiap hari akan busuk. Sansevieria memang gak butuh banyak air.