Lokasi Desa Sade dapat ditempuh selama satu jam berkendara dari Bandar Udara Lombok Praya. Pagi itu, 22 Desember 2014, saya dan beberapa orang teman, sebagian dari Jakarta dan sebagian lagi memang tinggal di Lombok, mengunjungi Desa Sade.
Desa Sade adalah desa unik di pulau ini. Keunikannya adalah, kehidupan masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat dan cara hidupnya masih mempertahankan cara tradisional.
Pemukiman orang-orang dari Suku Sasak ini terpisah dari pemukiman penduduk lainnya. Mereka menempati area yang tidak terlalu besar. Rumah-rumah di Desa Sade masih terbuat dari bilik dengan beberapa rumah beratap alang-alang.
Keunikan lainnya, masyarakat Desa Sade harus menikah dengan sesama penduduk yang tinggal di tempat tersebut. Mereka juga tidak diperkenankan tinggal di luar desa bersama masyarakat lainnya.
Adat istiadat dalam pernikahan yang berlaku di Desa Sade juga terbilang unik. Para pemuda yang ingin meminang gadis pujaannya, harus menculik perempuan itu. Menculiknya pun sungguh-sungguh, sebagai simbol bahwa pemuda itu berani menghadapi keluarga si gadis dan nantinya bertanggung jawab terhadap rumah tangganya.
Ketika masuk ke area desa, kita akan menghadap semacam meja penerima tamu. Para tamu pun disarankan untuk memberikan sejumlah uang. Besarnya tidak ditentukan dan memang tidak ada tarif khusus. Saya memberikan uang Rp50rb untuk kami bertiga.
Saat menyusuri desa tradisional ini, saya merasakan suasana yang berbeda. Jalan di sini sempit dan masih becek. Pada bagian permukaan tanah yang agak tinggi dapat dicapai dengan undak-undakan yang terbuat dari batu. Rumah-rumah di Desa Sade tidak terlalu tinggi. Bahkan atapnya mungkin dapat disentuh menggunakan tangan. Saya sempat melongok ke dalam rumah itu. Gelap dan menurut saya kurang ventilasi.
Yang mengherankan, para penduduk punya kebiasaan menggosok lantai menggunakan kotoran sapi. Konon, kotoran sapi dapat membuat lantai lebih bersih dan awet, serta baunya ampuh untuk mengusir nyamuk. Unik, ya?
Masyarakatnya masih mengenakan kain atau jarit sebagai pakaian sehari-hari. Para penduduk di desa ini ada yang bekerja sebagai penenun. Saya terkagum-kagum saat melihat perempuan tua yang masih tekun memintal benang dari kapas. Sudah setua itu masih saja produktif. Benang itulah yang nantinya ditenun menjadi kain tenun khas Lombok. Kain-kain hasil tenunan itu dijual di lapak-lapak kecil yang digelar di depan rumah mereka.
Mengunjungi Desa Sade, kita tidak hanya mendaat pengalaman menyaksikan keunikan desa ini, tetapi juga bisa langsung membeli kain tenun, sekaligus belajar tentang ketekunan dan kerja keras.
Leave a Reply