Sekitar dua minggu yang lalu, gw nonton film Perempuan Berkalung Sorban. Bukunya sendiri malah belum baca.
Film ini bagus, temanya mengangkat kesetaraan gender dalam Islam.
Selama menonton film ini, gw deg-degan. Banyak adegan-adegan dan dialog yang bikin was-was. Seperti :
– Anisa (diperankan oleh Revalina S. Temat), tokoh utama dalam film ini, ingin sekali belajar berkuda, tapi dilarang oleh ayahnya, hanya karena dia perempuan.
– Para santriwati yang sedang mondok, ingin sekali baca buku, sehingga Anisa (yang waktu itu sudah keluar dari pesantren) menyuplai buku-buku bacaan, tapi pihak pemilik pesantren melarang keras santriwatinya membaca buku, bahkan membakar buku-buku itu, alasannya takut membuat para santriwati “berontak”.
– Ada kyai yang mengatakan bahwa seorang istri tidak boleh menolak “keinginan” suami, termasuk menunda-nunda, apapun alasannya, sebaliknya, jika istri yang “meminta” lebih dahulu, dimasukkan dalam kategori istri yang “gatel” (atau ganjen atau apa, gw lupa istilah yang diucapkan dalam film itu).
– Dalam Islam, tidak dibolehkan istri meminta cerai apapun alasannya, karena di akherat nanti istri yang meminta cerai akan langsung masuk neraka.
Hmm… Asli deh gw deg-degan nonton film ini. Saat itu gw berpikir, nggak mungkin pesantren mengajarkan hal-hal seperti itu. Apalagi sampai melarang santrinya baca buku. (Salah satunya adalah buku Bumi Manusia-nya Pramudya Ananta Toer).
Yang berseliweran dalam pikiran gw dan membuat khawatir, nanti apa kata orang tentang pesantren? Kok mengajarkan hal-hal yang nggak edukatif (melarang santrinya baca buku)?. Juga, bagaimana kalau film itu ditonton oleh orang yang menelan mentah-mentah isi dari film itu? Bisa jadi dia akan berpikir yang salah tentang Islam.
Adegan yang bikin gw lega adalah di bagian akhir film. Anisa mengatakan bahwa (intinya) perempuan itu harus pintar, harus punya cita-cita, harus sekolah yang tinggi, harus berwawasan luas, tidak melulu menggantungkan diri pada suami.
Ternyata bukan cuma gw yang merasa khawatir. Belakangan banyak pihak yang berkomentar macam-macam mengenai film ini. Yang sesatlah, yang nggak baguslah, macam-macam deh pokoknya.
Tapi gw udah tau. Tujuan utama dari film ini adalah memberi semangat pada semua perempuan agar terus menimba ilmu dan melakukan hal-hal yang disukainya (sepanjang itu tidak melanggar ajaran agama), karena perempuan adalah “rumah” tempat “pulang”nya keluarga. Karena perempuan juga berhak untuk bahagia.
Jadi, pro dan kontranya film ini tergantung dari mana kita memandang, menilai, dan mengolahnya dalam pikiran kita.
Leave a Reply