Pertama kali melihat penampilannya, saya tidak terlalu tertarik. Bentuknya terkesan kaku dan keras. Seperti tidak ada lezat-lezatnya. Tapi, ketika seorang teman (yang saat itu sebagai Operation Manager di kantor lama) mengusulkan untuk membuat produk pretzel, barulah saya “melirik” kue ini.
Meskipun demikian, bertahun-tahun kemudian saya baru ada keinginan untuk mencicipi. Gayung pun bersambut. Ketika menghadiri undangan di Hotel Indonesia Kempinski, panitia menyuguhi pretzel. Di situlah saya kali pertama mencoba kue ini.

Bentuk pretzel menyerupai simpul. Agak mirip angka delapan, tapi tidak begitu persis. Teksturnya keras dan permukaannya mengilat. Saya sudah tahu bahwa pretzel umumnya asin, bukan manis. Sehingga, sudah tidak kaget lagi saat menyantapnya. Di seluruh permukaan pretzel pun bertabur bongkahan-bongkahan garam.
Bagian dalam pretzel lumayan lembut. Tapi, karena bentuknya kecil, kelembutannya tidak terlalu bisa dirasakan. Sebab, belum sempat dikunyah lama, kue ini sudah habis. Tidak seperti bagel yang ukurannya jauh lebih besar.
Pretzel adalah kue tradisional khas Eropa. Konon, kue ini pertama kali ada di Italia pada awal abad ke-12. Seorang pendeta memberikan kue berbentuk tangan yang sedang berdo’a, kepada para murid yang rajin berdo’a. Kue ini adaah pretzel,yang saat itu dikenal sebagai pretiolia, yang berarti hadiah kecil.
Amerika juga sangat mengenal pretzel, dengan pusat sejarah dan produsen di Pensylvania. Di negara ini, pretzel tampil dalam berbagai rasa. Ada yang berlapis cokelat, ada yang penyajiannya dicelupkan ke saus mustard, ada juga yang dilengkapi permen rasa strawberry.

Cara membuat pretzel juga terbilang unik. Setelah tepung, garam, dan air menyatu dan dibentuk, adonan dicelupka ke dalam air panas yang sudah dicampur baking soda. Tujuan pencelupan ini agar teksturnya bisa keras. Lalu, dipanggang sampai kecokelatan.
Di Hotel Indonesia Kempinski, pretzel disajikan bersama unsalted butter. Tapi saya agak malas menggunakan mentega. Sebab, saya ingin tahu rasa aslinya, tanpa ditambah campuran apapun.
Bagi saya, bagian paling asyik saat menyantap pretzel adalah ketika tidak sengaja menggigit bongkahan-bongkahan garamnya. Rasanya kletuk-kletuk, gitu. Sejak saat itu, saya sering ingin makan pretzel. Pas banget buat ngemil.

Sebenarnya, dari dulu pretzel ada yang keras dan lunak. Tapi, saya kok, menganggap bahwa yang “asli” adalah yang keras, ya. Menurut saya, pretzel yang lunak itu jadi seperti roti.
Hmm … jadi pengin ngemil pretzel, nih.
Ada yang mau ngasih?
aku taunya juga di film-dilm aja belum pernah makan kuenya.
Aku juga, baru kemarenan makan. Kapan-kapan cobain deh, Mbak Lid.
Baru tahu namanya pretzel wkwkwkw. Kalo ada pretzel gini aku juga mels nyoba, Nik. Khawatir kerasnya itu. Tapi baca postingan ini jadi pengin coba, deh. 🙂
Aku penginnya juga baru-baru ini, Mbak. Dulu waktu masih mainan roti, nggak pengin. Hehehe
Belum pernah nyobain fretzel,,, liatnya aja belum pernah,,, hehe ,, maklum lah agak udik dikit..