Dimuat di Majalah Bravo! edisi November 2007
Sejak kecil Prana tinggal bersama Nenek Sihir Bermata Satu itu di tepi hutan. Ia diculik oleh Nenek itu dari keluarganya dan dipaksa tinggal di gubugnya untuk menjadi pencuci kuali Si Nenek Sihir. Jadi setiap hari Prana pergi ke sungai dan mencuci kuali-kuali yang akan digunakan Nenek Sihir Bermata Satu untuk membuat ramuan-ramuan. Ia sering dimarahi Nenek Sihir itu, dan hanya diberi makan sedikit padahal pekerjaannya berat.
Satu-satunya teman yang bisa diajak berbagi adalah Sang Katak yang selalu menemaninya mencuci kuali di tepi sungai. Sang Katak juga sering mengambilkan buah-buahan hutan untuk Prana.
Suatu hari, Prana terlihat sedih.
“Ada apalagi wahai Prana sahabatku?” sapa Sang Katak.
“Oh, eh… Nenek telah meninggal,” jawabnya terisak-isak.
“Bukankah kamu senang? Bukankah Nenek Sihir Bermata Satu itu jahat padamu?” Sang Katak berjalan ke pinggir sungai tempat Prana duduk mencuci kualinya.
“Memang. Tapi setelah ia tiada, aku jadi sebatang kara. Aku tak punya siapa-siapa lagi,”
“Setelah Nenek Sihir itu tiada bukankah kau bisa bebas tak ada yang menyiksamu lagi?”
“Tapi aku tinggal bersamanya sejak kecil. Aku telah menganggapnya sebagai orang tuaku sendiri walaupun ia sering menyiksaku,”
Sang Katak terkejut.
Kini Nenek Sihir itu telah meninggal. Walaupun Nenek Sihir itu jahat, tapi Prana bersedih hati ditinggalkannya. Sebab selama hidupnya, ia tak mempunyai sanak keluarga satupun kecuali Nenek Sihir itu.
“Sabarlah, Prana. Kemarin rombongan kerajaan datang mencari pencuci kuali untuk di Istana. Kau harus pergi ke Istana,” kata Sang Katak.
“Oh, benarkah?” Prana terkejut senang.
“Benar. Pergilah. Aku akan terus mendo’akanmu dari sini,”
Akhirnya, walaupun dengan berat hati meninggalkan sahabatnya, Prana pergi ke Istana. Berhari-hari ia menelusuri hutan berusaha mencari jalan. Selama itu ia hanya makan daun-daunan dan buah-buahan hutan. Pakaiannya juga compang-camping.
Sesampainya di Istana, untung saja Prana diterima menjadi pencuci kuali. Para pengawal memintanya masuk ke dapur Istana. Prana senang sekali bisa masuk ke Istana walaupun pakaian yang dikenakan sangat kotor, berbeda dengan para biyung emban di dapur Istana yang pakaiannya bagus dan bersih.
Semua pembantu Istana menyukai Prana, karena ia adalah gadis yang baik hati. Hasil pekerjaannya juga bagus. Kuali-kuali di Istana menjadi bersih semenjak Prana ada disana. Ia juga selalu membantu pekerjaan pembantu-pembantu Istana yang lainnya.
Kebaikan dan kerajinan Prana terdengar oleh Paduka Raja. Suatu hari, Paduka Raja memanggil Prana. Prana merasa takut. Ia mengira Paduka Raja akan menghukumnya. Maka Prana menghadap Paduka Raja dengan tubuh gemetar. Kepalanya ditundukkan dalam-dalam.
“Ampun, Paduka. Apa salah hamba hingga Paduka Raja memanggil hamba?” katanya dengan suara yang juga bergetar karena takut.
Namun Paduka Raja tertawa. “Hei, mengapa kau kelihatan takut sekali?” tanyanya. “…aku memanggilmu untuk memberikan hadiah,”
Prana terkejut. Hatinya berubah senang. Tapi ia masih menundukkan kepalanya, tak berani manatap wajah Paduka Raja.
“Angkat kepalamu!” perintahnya. “jangan tertunduk terus seperti itu,”
Perlahan-lahan Prana memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya walaupun masih belum berani menatap wajah Sang Raja.
Namun air muka Paduka Raja berubah. Ia terkejut.
“Satya!!!” Sang Raja tiba-tiba berteriak kepada Prana. Semua yang ada di sekitar singgasana sangat terkejut. Para pengawal langsung menghampiri Raja dan sebagian memegangi tangan Prana dengan kerasnya siap-siap menangkap gadis itu. Prana menangis tersedu-sedu. Dari semula ia memang sudah mengira akan ditangkap oleh Paduka Raja. Tapi ia tak tahu apa kesalahannya.
“Ada apa Paduka? Apa anak ini berbuat salah?” tanya Hulubalang Istana.
Raja diam sejenak. Ia tak memercayai pandangan matanya.
“Tidak! Lepaskan anak itu!” perintahnya kepada pengawal yang siap menangkap Prana. “…dia Satyaprana anakku!”
Semua yang ada terkejut. Begitupun Prana.
“Ia anakku yang diculik oleh Nenek Sihir Bermata Satu. Dulu ia masih kecil. Aku bisa mengenali telinganya yang hitam sebelah. Oh anakku…,” Paduka Raja berlari memeluk Prana. Ia menangis terharu.
Ternyata Prana adalah Putri Paduka Raja yang sewaktu kecil diculik oleh Nenek Sihir Bermata Satu dan tinggal di tepi hutan. Seluruh keluarga kerajaan sangat berbahagia mendengar berita gembira bahwa Prana sudah kembali. Lalu mereka mengadakan pesta syukuran dengan mengundang seluruh rakyat negri itu. Prana, yang sebenarnya bernama Putri Satyaprana dikenalkan dengan kedua adiknya yaitu Putri Indriaprana dan Putri Laylaprana.
Paduka Raja dan Permaisuri meminta Prana untuk tinggal di lingkungan dalam Istana dan ia tidak lagi menjadi pencuci kuali. Putri Satyaprana sangat bahagia. Kemudian ia mengajak Sang Katak sahabatnya untuk tinggal di kolam hias di Taman Istana. Dan mereka semua hidup bahagia.
Leave a Reply