Dimuat di Majalah Bravo! edisi April 2008
Zaman dahulu kala, banyak sekali peri yang tinggal di sebuah daun talas. Mereka menyebutnya Kampung Daun Talas. Jelly, Ranca, Bodya, dan ratusan peri lainnya hidup rukun dan damai. Semuanya saling membantu dan bekerja sama, dipimpin oleh Felip, si Peri Tua yang baik hati.
Makanan pokok mereka adalah buah-buahan. Kampung itu penuh dengan tanaman buah. Dengan giatnya mereka semua menanam buah, merawatnya dan memberi pupuk agar tanaman itu tumbuh subur dan cepat berbuah.
Felip, si Peri Tua pemimpin kampung itu selalu membagi-bagi tugas kepada seluruh warganya untuk bergantian dan bersama-sama menanam buah.
Musim panenpun tiba. Mereka bergotong royong lagi untuk mengumpulkan buah-buahan itu untuk makanan mereka sehari-hari. Dan juga sebagai persediaan bila musim kering tiba. Sebab pada waktu musim kering buah-buahan itu tidak dapat tumbuh.
Semua buah-buahan untuk persediaan itu dikumpulkan di sebuah rumah besar yang telah disiapkan oleh Felip, sang pemimpin.
Ketika seluruh peri di Kampung Daun Talas itu sedang bergotong royong mengumpulkan makanan, tiba-tiba datanglah serombongan burung-burung yang ingin mencuri buah-buahan di rumah besar. Burung-burung itu membawa air yang dimasukkan dikantung dan melemparnya ke rumah besar. Akibatnya semua buah-buahan yang telah terkumpul menggelinding dan berhasil diambil oleh burung-burung itu.
Semua peri sangat jengkel. Persediaan makanan yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah kini dicuri rombongan burung. Pekerjaan mereka menjadi sia-sia. Peri-peri itu marah sekali.
“Felip, kita tidak bisa tinggal diam. Semua makanan kita habis dalam sekejap,” kata Ranca.
“Benar, Felip. Padahal kita sudah susah payah mengumpulkannya,” Jelly menimpali.
“Ya, kita harus segera menghentikan kelakuan mereka. Kalau tidak, kita akan kelaparan,” ujar Bodya.
Felip mengangguk-angguk. Ia berfikir keras bagaimana caranya agar kampungnya tidak diserang lagi oleh burung-burung itu.
“Baiklah,” katanya, “barang siapa yang bisa membuat kampung kita aman dari serangan burung-burung itu, maka ia akan ku beri hadiah, dan akan kuangkat menjadi pemimpin Kampung Daun Talas, menggantikan aku yang sudah tua,”
Seluruh peri berpikir dan mencari akal.
“Aku tahu!” tiba-tiba Ranca berteriak.
Beberapa hari kemudian, Ranca membagi-bagikan helaian-helaian seperti selendang yang kedap air kepada seluruh peri di Kampung Daun Talas. Berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan mereka bergotong royong merangkai selendang-selendang itu, dan jadilah permadani yang sangat luas. Lalu permadani yang tahan air itu digelar diseluruh penjuru kampung.
Saat panen tiba, rombongan burung datang lagi. Mereka berniat untuk mencuri buah-buahan lagi di rumah besar. Mereka menjatuhkan air agar buah-buahan itu menggelinding.
Aha! Tak berhasil! Air itu langsung turun dan jatuh tanpa menyentuh Kampung Daun Talas sedikitpun.
“Horeeeeee……,” seluruh peri bersorak-sorak. Persediaan makanan mereka selamat dari pencurian. Mereka gembira sekali dan bangga pada Ranca. Kini kampung mereka aman.
Rombongan burung itu pergi meninggalkan Kampung Daun Talas dengan perasaan kecewa. Dan mereka tak mengganggu lagi sampai saat ini.
Ssstt…kalian juga bisa mencoba meneteskan air ke permukaan daun talas. Pasti air itu tak dapat menempel. Itu karena seluruh permukaannya telah dialasi dengan permadani yang tahan air.
Dan coba perhatikan sebuah daun talas . Kalau beruntung, kalian bisa melihat Ranca, si Peri yang baik hati itu memimpin kampungnya menggantikan Felip yang sudah tua.
Leave a Reply