Sebenarnya sudah cerita lama, nih. Tapi baru kali ini sempat nulis di blog.
Kali ini saya jalan-jalan ke Belitung. Saya ikut biro perjalanan. Pesertanya 21 orang dan 3 panitia
Saya sudah sering dengar nama Pulau Belitung sejak SD. Dulu, Bapak pernah kerja di sebuah perusahaan yang ownernya adalah pemilik salah satu pulau di Belitung. Pernak-pernik bertuliskan nama Pulau Belitung seperti tas, pulpen, agenda, dan lain-lain, bertebaran di rumah. Puluhan tahun kemudian, nama Pulau Belitung mendadak terkenal karena Andrea Hirata mengangkatnya dalam novel Laskar Pelangi.
Jam 5 pagi, jalan menuju ke bandara sama sekali nggak macet. Saya harus sampai secepat mungkin, karena pesawat menuju Tanjung Pandan take off jam 08.45 WIB.
Perjalanan Jakarta-Tanjung Pandan hanya memakan waktu 50 menit. Setelah sampai di Bandara HAS. Hanandjuddin, peserta sudah dijemput pakai minibus. Kami ke hotel dulu. Hotelnya pas di pinggir laut. Kayaknya Belitung memang kanan kiri depan belakang (untung nggak atas bawah) laut semua.. Hehehe… Oh iya, saya sekamar dengan Diana, Lina, Nina, dan Sintia. Setelah menyimpan barang-barang di hotel, semua peserta melanjutkan perjalanan.
Pertama, perjalanan menuju ke Bukit Samak untuk makan siang. Sebelumnya, kami semua mampir dulu untuk sholat Jum’at dan dzuhur.
Jalan-jalan di Belitung benar-benar nyaman. Sepiiii banget. Kiri kanannya masih banyak semak belukar. Kadang lewat jalan yang kiri kanannya bekas pertambangan timah. Rumah-rumah masih jarang. Paling dekat, jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain, sekitar 500 meteran. Wooww….. Kalau di Jakarta mungkin lahan-lahan luas itu sudah langsung dibangun perumahan, perkantoran, residence, apartment, dan mall.
Saking sepinya, naik bus dengan kecepatan sedang selama satu jam, sudah dapet banyaakkk… Beda banget dengan kondisi Jakarta, yang kalau naik bus selama satu jam, baru dapat jarak selemparan batu! Oh iya, menurut tour guide-nya, meskipun rumah penduduk di Belitung masih jarang, di sana tingkat kriminalitas sangat rendah. Jadi, para penduduk terbiasa membiarkan pintu rumahnya terbuka lebar meskipun keadaan sepi banget.
Jam 2 lewat, baru sampai di Bukit Samak. Perjalanan memang cukup jauh. Tapi semua peserta terhibur dengan pemandangan Belitung yang –meskipun panas- tapi beda banget sama suasana Jakarta yang padat.
Setelah makan siang di Bukit Samak, kami “digiring” ke Pantai Nyiur Melambai. Wuahh ini pantainya kereeenn… Pasirnya putih banget kayak tepung belum diayak. Pantainya juga agak lebar. Langitnya keren. Tapi panasnya minta ampun.
Sampai di pantai, Diana, Lina, dan Nina langsung berpencar mencari spot untuk foto-foto. Mereka pergi ke pantai bagian ujung yang ada karangnya. Saya? Ya sama! Foto-foto juga bareng Clara. Saya langsung gelar kain pantai, dan foto sebebas-bebasnya. Bedanya, saya ambil lokasi yang masih deket-deket sama panitia dan teman-teman yang lain. Gara-gara foto pakai kain pantai, saya jadi dijuluki “Model Gleber-Gleber” 😀


Selesai main di pantai Nyiur Melambai, perjalanan dilanjutkan. Kali ini kami ke SD Muhammadiyah Gantong. Orang Belitung memiliki aksen khusus saat mengucapkan kata-kata dengan huruf U. Contohnya, kata “Gantung” diucapkan sebagai “Gantong”. Dan kata “Belitung” dilafalkan menjadi “Belitong”. Berarti kalo nama saya, Nunik, disebut Nonik kali, ya?
Ternyata, bangunan SD Muhammadiyah itu bukan bangunan sekolah asli. Bangunan itu dibuat hanya untuk keperluan syuting film Laskar Pelangi. Sementara, SD Muhammadiyah yang asli, lokasinya di beberapa meter dari bangunan SD Muhammadiyah (palsu). Ada juga bangunan rumah Bu Mus dalam film Laskar Pelangi. Semua peserta langsung foto-foto di tempat monumental itu. Lokasi di sekitar bangunan SD Muhammadiyah dan rumah Bu Mu, sepi banget. Nggak ada gedung lain. Hanya dikelilingi oleh pohon-pohon. Pohonnya juga unik banget. Batangnya warna hitam sepertih abis terbakar. Nelayan Belitung menggunakan kulit pohon itu untuk menambal kapalnya yang bolong-bolong. Wah, suasananya benar-benar eksotik. Agak mendung dan berangin. Rasanya jadi seperti ada di negeri khayalan.
Puas main di replika SD Muhammadiyah dan foto-foto di pohon-pohon nan eksotik itu, kami semua lanjut… Ngopi! Yup, betul, ke warung kopi. Masyarakat Belitung memiliki kebiasaan rutin minum kopi. Awalnya karena terbawa kebiasaan penjajah Belanda. Akhirnya sampai sekarang, masyarakat Belitung terbiasa pergi ke warung kopi dulu sebelum berangkat bekerja. Nggak heran kalau di sepanjang jalan banyak warung kopi. Warung-warung ini adanya di Belitung yang agak ke kota. Warungnya sederhana. Bangkunya juga hanya berupa bangku panjang biasa yang terbuat dari kayu. Dan warung yang kami singgahi, cukup luas dan agak istimewa. Tampak depan sih sama seperti penampilan warung-warung kopi lainnya. Bangku-bangku kayu panjang terusun rapi. Tapi begitu masuk agak ke bagian dalam warung, waaahhh…. Suasananya sungguh keren! Ada warung terapungnya! Jadi kita bisa makan dan minum dengan suasana tempat yang bergoyang-goyang. Seru!
Nggak hanya itu, di tempat itu juga kita bisa menyewa boat dan selancar angin. Di tempat ini, pemandangan alamnya bener-bener keren. Langitnya cerah, dengan awan yang bagus. Antara laut, langit, dan layar perahu, serasi banget. Kayak lukisan. Semua peserta perjalanan ini terhibur dengan gaya Pak Adrian main selancar angin.
Menu warung kopi di sini juga beragam. Makanannya macam-macam, tapi standar. Bukan makanan khas Belitung. Kalau kopinya hanya dua pilihan, kopi hitam atau kopi susu. Minuman yang khas adalah es jeruk kunci. Saya sempat mencicipi. Segar.
Setelah itu, kami lanjut ke toko oleh-oleh. Di sana ada aneka kerupuk rasa ikan, udang dan cumi. Ada juga abon ikan (namanya aambel Lingkung, padahal sama sekali nggak pedas), terasi, keripik sukun, dan masih banyak lagi snack yang terbuat dari ikan. Selain snack, di toko itu juga menjual kaos dengan tulisan “Belitung”, dan souvenir yang terbuat dari hewan-hewan laut.
Saya membeli oleh-oleh buat orang rumah dan beberapa teman. Peserta lain heran lihat belanjaan saya banyak banget, sampai harus dikemas pakai kardus yang agak besar. Jadi nggak enak, nih :D.
Yang paling aneh ketika saya milih-milih kaos buat Rexy. Sambil pilih-pilih, saya bilang “Buat anak gue, ahh.”
Eh, ada yang mendelik kaget sambil nanya, “Hah? Anak? Lo udah married?” Lho? Saya jelas lebih kaget. Wong saya sudah punya buntut kok, malah “dituduh” belum married. Hahaha ….
Selesai belanja-belanja, kami pulang ke hotel. Saya pun istirahat untuk mempersiapkan diri melanjutkan perjalanan esok harinya.
Leave a Reply