Kemegahan Jember Fashion Carnival, tentu semua orang sudah tahu. Ternyata, Jember juga punya festival lain yang seru, yang wajib kamu tonton. Namanya Festival Waton. Waton yang merupakan kependekan dari Watu Ulo Pegon, adalah arak-arakan pegon dari Kantor Desa Sumberejo sampai Pantai Watu Ulo. Pegon sendiri adalah alat transportasi tradisional yang ditarik oleh dua ekor sapi.
Saya baru kali ini menyaksikan Festival Waton. Suasananya meriah banget. Selain 58 pegon, ada juga arak-arakan tha’ butaan (semacam ondel-ondel kalau di Jakarta), anak-anak yang pakai pakaian tari tradisional, anak-anak yang beratraksi naik egrang, serta gunungan ketupat. Kirab ini barisannya panjang banget. Sepanjang itu pula warga tumpah ruah menyaksikan parade.
Selain parade pegon, Festival Waton yang diselenggarakan tanggal 23 Juni 2019 lalu juga dimeriahkan dengan acara bakar ikan massal di pinggir pantai, pertunjukan reog, demo masak oleh Chef Rian, serta pengumuman finalis Gus dan Ning. Yang terakhir ini adalah semacam pemilihan putra putri daerah, ala Jember.
Festival Waton adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Sebenarnya merupakan acara tradisi syukuran, yang sudah diadakan sejak 1989. Saya kagum banget sama Jember. Hanya setingkat kabupaten, tapi acara-acaranya besar dan meriah banget. Gaungnya sampai bisa menembus dunia internasional.
Pegon, Pesona Utama Festival Waton
Pegon memang menjadi “pemain utama” di Festival Waton ini. Puluhan kendaraan yang ditarik oleh sapi ini dihias secantik mungkin. Masing-masing pemilik pegon menghias kendaraannya dengan tema berbeda. Pegon-pegon itu ada yang dihias dengan kain batik, ada yang dipasangi janur-janur, kertas warna-warni, dan macam-macam lagi.
Uniknya, pengemudi pegon ini disebut “bajingan”. Para bajingan yang juga pemilik masing-masing pegon, mengajak keluarganya untuk naik pegon dan ikut arak-arakan. Mereka juga membawa sangu berupa makanan, seperti opor ayam, ketupat, dan ikan bakar, untuk dimakan bersama-sama setelah arak-arakan selesai.
Bupati Jemper, Ibu Faida, juga naik pegon. Setelah turun dari mobil dinasnya, Ibu Faida langsung naik ke pegon yang telah disiapkan, lalu diarak menyusuri pantai. Saya kok, senang banget ya, lihat pemandangan Bu Faida yang melambai-lambaikan tangan ke arah para pengunjung. Yang kayak gini terasa banget khas pedesaannya. Kapan lagi lihat bupati naik kendaraan yang ditarik sapi, kan?
Tahun Ini, Paling Meriah
Menurut Bu Faida, tahun ini adalah perayaan Festival Waton yang paling meriah. Penggunjungnya bertambah sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Mungkin juga karena bertepatan dengan liburan sekolah, sehingga melibatkan anak-anak untuk ikut mengisi acara tari-tarian.
Beruntung, saya datang di tahun ini. Saya menikmati banget acara ini, mulai dari persiapan arak-arakan, pertunjukan di puncak acara, dhahar kembul/kembul bujana (makan bersama), serta rayahan (rebutan) ketupat.
Menurut saya, tradisi dan budaya yang ada pada Festival Pegon ini ada benang merahnya dengan tradisi di Yogyakarta. Di Yogya juga ada kirab (meskipun bukan sapi), kembul bujana, dan rayahan ketupat. Tradisi ini sama-sama dilaksanakan setelah Idulfitri atau bisa disebut tradisi syawalan.
Ngalap Berkah dari Gunungan Ketupat
Salah satu prosesi dalam Festival Waton ini adalah rayahan (rebutan) ketupat. Ketupat-ketupat yang sudah matang, dirangkai menjadi bentuk gunungan. Jumlahnya banyaaak banget, makanya gunungan ketupat ini juga besar. Gunungan ini dipanggul oleh beberapa laki-laki dewasa, dan di depannya, ada mas-mas berpakaian Arjuna, yang melakukan cucuk lampah. Duuuh, ini atraksi yang keren bangeeet!
Jadi, gunungan ini dipersembahkan kepada Ibu Bupati terlebih dahulu. Maksudnya adalah sebagai peresmian acara dan pemberian doa restu kepada masyarakat, karena setelahnya ketupat-ketupat ini akan dibagikan kepada masyarakat.
Masyarakat juga bersama-sama berdoa agar Tuhan YME melimpahkan berkah ke ketupat-ketupat ini, sehingga semua yang menyantapnya, akan mendapatkan berkahnya, sepanjang hidup.
Tadinya saya pikir rayahan ketupat ini akan berlangsung rusuh. Eh, nggak tahunya tertib, rapi, dan nggak terjadi kerusuhan sama sekali. Ketupat-ketupat ini juga sampai ke tangan masyarakat dengan aman. Nggak rusak sama sekali.
Kembul Bujana, Menjalin Kedekatan Masyarakat
Ini juga seru banget. Dhahar kembul atau kembul bujana adalah prosesi makan bersama. Tujuannya adalah untuk saling mengakrabkan diri agar tercipta rasa saling mengasihi antarwarga.
Dalam tradisi Jawa, kembul bujana artinya makan bersama. Ada dua versi kembul bujana, yaitu makan bersama di dalam satu wadah seperti piring, besek, atau tampah. Versi kedua, makan bersama, di lokasi yang sama. Nah, kembul bujana pada acara Festival Waton ini, paduan keduanya.
Saya dan teman-teman serta masyarakat yang hadir di festival ini, makan bersama. Menunya adalah nasi tumpeng kuning berikut lauk pauknya. Iya, makannya di lokasi yang sama, dan di tampah yang sama. Beneran asyik banget deh, suasananya. Apalagi di alam terbuka dengan aroma laut yang dominan.
Festival Waton 2019 ini menjadi pengalaman yang seru dan asyik banget buat saya. Mata dimanjakan oleh pertunjukan budaya, hati juga diliputi rasa senangn karena suasana lokasi yang nggak biasa. Makanya saya rela panas-panasan dan desak-desakan, demi menyaksikan festival ini sambil jeprat-jepret ngambil foto.
Sampai jumpa di Festival Waton tahun depan, ya.
Pecah banget acaranya, Mbak. Tradisinya dapet, kuliner juga ada ya. Ngincer lepet di gunungan, tapi gagal karena ikutan kembul bujana, nasi kuning sedap walau lauknya habis diminta warga di belakang. Lucu ya ada istilag pegon untuk menyebut cikar atau pedati. Bagus nih buat alternatif wisata di Jember selain JFC.
Waton nggak kalah seru sama JFC ya mbak..
Jember kaya akan festival budaya y