Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Tak ubahnya manusia, naskah buku pun ternyata memiliki jodoh.
Akhir tahun 2007, saya berdiskusi dengan salah seorang editor sekaligus owner sebuah penerbit. Beliau meminta saya menulis sebuah buku umum. Saya sempat bingung dan tidak tahu ingin menulis apa. Namun akhirnya saya membuat sebuah naskah tentang sesuatu yang sudah lama ingin saya tulis. Yaitu mengenai resep-resep ramuan alami yang berfungsi untuk mempercantik tubuh.
Satu bulan kemudian, naskah tersebut selesai digarap. Sempat diminta revisi minor. Setelah naskah selesai semua, saya setorkan lagi ke editor tersebut. Ternyata, nasib berkata lain. Editor tersebut memberi kabar bahwa sebenarnya naskah tersebut sudah ingin diterbitkan. Namun faktor krisis karena naiknya harga kertas pada saat itu, membuat penerbit tersebut harus menunda menerbitkan buku. Saya diminta menunggu.
Awal tahun 2009, saya menanyakan kabar naskah itu lagi. Ternyata naskah tersebut benar-bnar batal diterbitkan dengan alasan yang masih sama. Saya sama sekali tidak kecewa. Memang seperti itulah dunia penerbitan. Saya juga bisa mengerti alasan yang diberikan sang editor. Akhirnya naskah tersebut saya simpan saja, dan agak terlupakan.
Sekali waktu, saat saya ingat kembali dengan naskah itu, saya mengirimkan naskah tersebut ke penerbit lain. Saya tahu bahwa menembus penerbit itu gampang-gampang susah. Tapi buat penerbit yang satu ini, bagi saya (dan banyak penulis lain), paling sulit untuk ditembus. Setelah mengirim naskah itu, tak ada yang saya lakukan seain melupakannya.
Ternyata, apa yang saya lupakan, justru membuat saya tercengang-cengang. Saya sama sekali tak menyangka kalau naskah itu akhirnya lolos, dan diterbitkan. Horeeeeeeeeeeeeee…
Tanggal 6 April 2010, Cantik tak Harus Mahal (judul naskah itu), sudah beredar di toko-toko buku.
Ah, senangnya…. Saya baru tahu bahwa, jika ingin menerbitkan buku, kadang kala kita harus bertindak seperti orang tua yang mencarikan jodoh untuk anaknya.
Leave a Reply