Suatu hari, Rexy, anak saya, demam. Waktu itu saya langsung berpikir, jangan-jangan DBD. Sebab, penyakit demam berdarah tidak mengenal musim. Sepanjang tahun, siapa saja bisa terkena penyakit ini.
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sebenarnya saya merasa aneh. Penyakit ini sudah ada sejak saya SD, kenapa sampai sekarang masih ada? Tadinya saya pikir DBD sudah tidak ada lagi di Indonesia.
Saya tahu, masa inkubasi DBD adalah 4-7 hari. Jadi, ketika seseorang terinfeksi virus DBD, gejalanya akan terlihat dalam waktu 4-7 hari. Maka, ketika anak saya demam, saya perhatikan gejalanya. Saya nggak yakin itu DBD, karena pada saat itu demamnya disertai batuk dan pilek. Di sini, saya merasa sedikit lega. Sebab, salah satu gejala DBD adalah mengalami demam yang tanpa disertai batuk atau pilek.
Meskipun begitu, saya tetap membawa Rexy ke dokter untuk cek darah di laboratorium. Pikiran saya saat itu, siapa tahu demam itu berasal dari DBD dan kebetulan kondisinya memang sedang batuk dan flu. Jadi, untuk memastikan, lebih baik tetap cek darah. Syukurlah, berdasarkan hasil lab, itu bukan DBD.
Talkshow tentang Demam Berdarah Dengue
Beruntung, saya beberapa kali ikut serta dalam acara talkshow tentang demam berdarah dengue. Waktu itu ada Ringgo Agus Rahman yang membagikan pengalamannya pernah terinfeksi virus DBD dan harus rawat inap. Anak Ringgo juga pernah mengalami hal yang sama. Pada saat itu, kata Ringgo, keluarga mereka benar-benar menghadapi masa yang berat karena yang sakit DBD harus berjuang melewati masa kritis. Untunglah akhirnya bisa sembuh.
Lalu, saya juga menghadiri talkshow DBD lagi, yang dihadiri oleh para narasumber yang mengerti tentang seluk beluk DBD ini. Mereka adalah:
- Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS (Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI) yang mewakili Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin,
- Gamze Yuceland (President, Growth & Emerging Markets, Takeda Pharmaceuticals International AG),
- Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) (Ketua Komunitas Dengue Indonesia),
- Dr. dr. Sukamto Koesnoe, Sp.PD-KAI, FINASIM (Ketua Satgas Imunisasi Dewasa, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia),
- Tika Bisono, seorang psikolog terkenal Indonesia, yang putri keduanya, Janika Ramdanti Putri, mengalami DBD tahun 2007 dan tidak tertolong.
Menurut dr. Maxi, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, tahun 2022 ada 143.266 kasus DBD dengan angka kematian 1.237 jiwa. Sayangnya sampai saat ini masih ada kasus kematian akibat DBD. Sampai dengan minggu ke-33 tahun 2023, tercatat masih ada 57.884 kasus DBD, dengan angka kematian sebanyak 422 jiwa.
Prof Sri menuturkan bahwa di wilayah atau negara yang penularan infeksi DBD-nya tinggi, kelompok usia anak-anak cenderung paling banyak terkena dampaknya. Sementara, kasus pada orang dewasa juga meningkat.
Ibu Tika Bisono pun menuturkan bahwa mencegah DBD dengan cara 3MPlus dan Vaksin, sangat membantu agar Aedes aegypti dapat diberantas dan pengalaman pahit yang menimpa puteri Tika tidak terjadi lagi. Itu sebabnya Tika gencar berkampanye gerakan “Ayo, 3MPlus dan Vaksin DBD”.
Sejalan dengan program pemerintah dalam menanggulangi DBD, Gamze dari Takeda berkomitmen menjadi mitra strategis dalam mewujudkan nol kematian akibat DBD pada 2030. Selain itu, Gamze juga berbangga hati menjadi salah satu pendiri sektor Inovasi Koalisi Bersama (KOBAR) lawan dengue. KOBAR ini dicanangkan pada 8 September 2023 lalu, oleh Kementerian Kesehatan RI bersama Kaukus Kesehatan DPR RI.
Bahayanya Demam Berdarah Dengue
Sepintas, penyakit ini tidak tampak berbahaya. Toh, hanya demam. Jangan salah, ya. Demam berdarah dengue (DBD) itu penyakit yang mematikan. Penyebabnya memang hanya seekor nyamuk kecil yang tampak sepele. Namun, dampaknya bisa membahayakan jiwa.
Begitu menginfeksi, virus DBD akan memperbanyak diri di dalam tubuh orang yang terinfeksi. Orang tersebut bisa mengalami kebocoran plasma darah di dalam perut secara tiba-tiba. Lalu, terjadi penyempitan intravaskuler atau pendarahan berat. Kalau sudah begini, harus cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intensif. Di fase ini bahkan ada kemungkinan bisa menyebabkan kematian.
Hati-hati dengan Cuaca Panas
Dr. Maxi juga mengungkapkan bahwa ketika cuaca panas, dengan suhu 30° C ke atas, kasus DBD biasanya meningkat pesat. Sebab, di musim panas, nyamuk memasuki periode puncak musim bertelur, sehingga jumlah nyamuk akan lebih banyak. Frekuensi menggigitnya pun meningkat, menjadi 3-5 kali lipat dibanding saat suhu cuaca normal.
Terlebih, saat ini sedang terjadi fenomena El Nino. Fenomena yang diperkirakan terjadi bulan Agustus hingga September 2023 ini membuat cuaca semakin hangat. Cuaca seperti inilah yang menyebabkan nyamuk Aedes aegypti semakin ganas.
Lalu, proses dewasa nyamuk Aedes aegypti juga meningkat pesat ketika suhu panas. Pada saat suhu normal, nyamuk butuh waktu 13 hari untuk menjadi dewasa. Namun, ketika suhu panas, hanya butuh waktu 6-7 hari.
Pada acara talkshow tentang DBD tanggal 27 September lalu, para narasumber memberikan info bahwa DBD bisa dicegah dengan 3M Plus. Hal ini adalah salah satu bagian dari kampanye Ayo, 3MPlus Vaksin DBD.
Yang dimaksud 3M adalah:
- Menguras tempat penampungan air seperti bak mandi, toren air, drum, tong, serta tempat yang sering tergenang air seperti pot bunga, bagian dari dispenser air minum, dan lain-lain.
- Menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, ember, atau apapun yang berisi air.
- Mendaur ulang limbah barang bekas yang masih bisa digunakan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Plus memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, gotong Royong membersihkan lingkungan, periksa tempat-tempat penampungan air, meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup, dan lainnya.
Sebagai pelengkap perlindungan, saat ini sudah ada vaksin untuk DBD. Namun, sebelum melakukan vaksin, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
Vaksin DBD bisa diberikan kepada anak-anak usia 6 tahun hingga orang dewasa berusia 45 tahun, sesuai anjuran dokter.
Dengan penerapan 3MPlus dan vaksin ini diharapkan kasus kematian akibat DBD di Indonesia menjadi nol pada tahun 2030. Juga, lebih banyak anak Indonesia yang terhindar dari DBD. Dengan demikian, angka pasien rawat inap karena DBD pun menurun atau bahkan tidak ada sama sekali.
Sebagai ibu yang anaknya pernah mengalami kondisi tak tertolong akibat DBD, Tika Bisono berharap lekas ada vaksin untuk mencegah DBD. Tika menunggu adanya vaksin ini sejak 2007, yaitu sejak anaknya terkena DBD. Tika tahu benar, mencegah DBD itu jauh lebih penting daripada harus menghadapi keluarga yang telanjur terkena DBD atau bahkan diri sendiri yang mengalami sakit.
Mencegah DBD dengan vaksinasi juga sudah direkomendasikan oleh asosiasi medis dan pemerintah sebagai pilihan mandiri. Tika berharap, dengan memanfaatkan akses vaksinasi, masyarakat bisa mendapatkan perlindungan maksimal.
Dr. Maxi juga berharap agar masyarakat turut berperan dalam pencegahan DBD dan bersama-sama berpartisipasi aktif dalam menerapkan 3M plus serta melakukan vaksin mandiri. Penanggulangan DBD memang merupakan masalah yang kompleks. Namun, pemerintah sudah berkomitmen untuk mencapai nol kematian akibat infeksi DBD, pada 2030.
Sudah saatnya kita sebagai masyarakat juga ambil bagian dalam mencegah DBD. Toh, tidak sulit menerapkan 3M plus, terutama di sekitar rumah dan lingkungan tempat tinggal. Lalu, lanjutkan dengan berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan vaksin DBD. Jangan sampai telanjur terinfeksi virus DBD. Daripada mengobati, lebih baik mencegah, bukan?
C-ANPROM/ID/QDE/0257 | Oct 2023
Leave a Reply