Judul Buku: Dari Gerobak Jadi Alphard
Penulis: Arie Gaspol
ISBN: 978-602-1669-05-1
Penerbit: DIGNA PUSTAKA
Editor: Agustina Ardhani Saroso
Desain Cover: Alakazam
Layout isi: Fitri
Tanggal Terbit: Agustus 2015
Harga: Rp 49.000
Tebal: 160 halaman
Kalau dengar pepatah “hidup itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah” rasanya klise banget, ya. Tapi memang begitu kenyataannya. Jangankan kehidupan, menjalani hidup pun seperti itu. Semangat hidup, kadang penuh, kadang kurang.
Kalau semangat sedang turun, saya perlu sejenak melihat-lihat suasana sekitar. Biasanya kehidupan di jalan raya yang semrawut dengan beragam orang dari berbagai kalangan, cukup membuat saya termotivasi untuk semangat kembali.
Kali ini, saya termotivasi oleh buku. Judulnya “Dari Gerobak Jadi Alphard”.
Sejak awal, saya langsung tertarik dengan judulnya. Gerobak jadi Alphard? Dari sini sudah tergambar bahwa isinya adalah perjuangan yang berujung pada keberhasilan. Ternyata, buku ini berisi kisah nyata kehidupan yang dialami oleh Arie Gaspol, sejak kecil hingga dewasa, yang akhirnya bisa mencapai kesuksesan dengan cara yang mencengangkan.
Saya sangat penasaran dengan prosesnya. Saya pun membaca buku ini perlahan-lahan, jangan sampai ada kata yang terlewat. Bahasanya pun ringan sehingga mudah dipahami.
Arie, begitu sapaannya, menjalani hidup sebagai anak laki-laki yang biasa-biasa saja. Dia lahir dari keluarga sangat sederhana yang harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup. Orangtuanya harus bekerja keras dalam menghidupi Arie dan saudara-saudara kandungnya, dengan berbagai cara.
Dari awal, cerita sudah mengharukan. Saya benar-benar membayangkan keadaan mereka yang begitu sulit. Yang paling membuat terharu adalah, Arie yang masih kecil harus ikut menanggung beban keluarga, sampai harus mencari nafkah sebagai penjual es.
Di saat anak-anak lain gembira merayakan Idul Fitri, Arie justru harus mendorong gerobak esnya. Dia berharap di liburan Idul Fitri ini justru lebih banyak orang yang membeli esnya. Dia ikhas tidak sempat bermain-main, karena inilah kesempatan untuk menjual es lebih banyak. Mumpung anak-anak punya banyak uang dan bisa bebas membeli jajanan yang mereka inginkan.
Bertahun-tahun Arie harus bekerja keras, tentu saja dibarengi dengan do’a. Bukan hanya kerja kerasnya yang mengharukan, tetapi kejadian di dalam keluarganya juga sempat membuat saya sesak. Dia harus berpisah dengan kedua orangtua kandungnya.
Bukan. Bukan karena orangtua kandungnya meninggal. Tapi … hmm … jangan diceritakan di sini, ya. Lebih baik kamu baca sendiri agar lebih terasa maknanya.
Beranjak remaja, Arie harus merantau. Dia terus bekerja keras demi pendidikannya. Arie bahkan rela belajar di sekolah kejuruan sambil bekerja dan mengajar. Penghasilan dari bekerja itu digunakan untuk membayar biaya pendidikan. Sampai akhirnya Arie lulus dari sekolah dan kembali siap bertarung untuk mengubah nasib.
Menjelang dewasa, Arie dihadapkan lagi pada masalah keluarga. Ibunya sakit dan butuh biaya untuk operasi. Di sini, saya kembali merasa sedih. Saya tahu betapa sesaknya ketika ibu sakit. Perasaan sesak itu semakin dalam ketika biaya pengobatannya begitu tinggi.
Uang dari mana?
Arie yang tangguh dan sudah biasa tertempa oleh kenyataan hidup, ternyata bisa mengatasi masalah ini. Hanya lulusan sekolah kejuruan, bisa kerja apa? Banyak orang yang meragukan kemampuan Arie, tapi pria ini tidak menyerah begitu saja.
Berkat kegigihannya, Arie menemukan jalan keluar. Dia bergabung dengan usaha asuransi. Di sinilah Arie mendapatkan tempat untuk kembali berjuang. Kerja kerasnya mulai terbayar. Arie berhasil memperoleh penghasilan yang bisa digunakan untuk biaya hidup, sekaligus biaya pengobatan ibunya.
Ini adalah kali kedua saya mendapatkan kisah sukses yang berawal dari agen asuransi. Mata dan hati saya mulai terbuka, bahwa bidang yang satu ini bisa dicoba untuk mencapai sukses. Arie telah membuktikannya dengan akhir kisah yang membahagiakan.
Buku dengan sampul hitam dan desain yang sederhana, ternyata memuat pesan yang dalam. Isinya pun penuh motivasi dan inspirasi yang pas untuk membuat siapa pun kembali semangat.
Beberapa petikan di dalamnya membuat buku ini semakin asyik dibaca. Contohnya, seperti ini:
Belajar dan bekerja. Itulah kehidupanku. Yang harus aku lalui. Agar bisa lulus dari sekolah kehidupan. (Hal 95).
Bukan waktuku untuk bemain. Saat itu, yang kutahu hanya dua kata. Bekerja dan belajar. (Hal 106).
Tunggulah kau, wahai mimpiku! Aku akan berhasil membuatnya ada dalam genggaman. (Hal 118).
Kalau ingin kenal dengan penulis buku ini, kamu bisa kontak melalui Facebook, Instagram, atau Twitter @arie_gaspol
Ingin beli bukunya? Bisa menghubungi no 0815 7413 4490.
Dari membaca artikel ini saja saya sudah bisa merasa terharu, kemudian penasaran. Besok-besok saya coba cari di toko buku, semoga bukunya masih ada di tahun 2018 ini 🙂