Sebagai keluarga, terutama ibu, tentu saja kita sudah memenuhi hak anak sejak anak masih di dalam kandungan. Bahkan, kita sering mengatakan, buat anak, apa sih yang nggak kita berikan?
Namanya juga anak, apalagi anak sendiri. Sejak masih di dalam kandungan kita sudah memerhatikan semua kebutuhannya, seperti gizi untuk perkembangan dan pertumbuhan. Begitu anak lahir, kebutuhan lain seperti pakaian, makanan, dan kasih sayang, kita penuhi juga.
Namun, sadarkah kita bahwa yang saya sebutkan tadi ternyata belum cukup?
Iya, selain pakaian, makanan, dan kasih sayang, masih ada hak-hak lain untuk anak yang harus kita penuhi. Apa saja itu?
Hak sipil
Banyak dari kita yang belum menyadari bahwa anak juga harus terpenuhi hak sipilnya. Hak sipil yang paling mendasar dan utama adalah akta kelahiran. Anak harus punya akta kelahiran, agar keberadaannya terpantau oleh negara. Selain itu, akta kelahiran juga diperlukan sebagai syarat ketika anak masuk sekolah.
Beberapa waktu lalu saya hadir di acara diskusi bertema “Media Mengedukasi Keluarga Wujudkan Indonesia Layak Anak 2030”. Di acara tersebut hadir Ibu Lenny. N. Rosalin, Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA. Beliau menyampaikan bahwa kasus perdagangan anak kebanyakan terjadi pada anak yang tidak memiliki akta kelahiran.
Mengerikan, ya?
Negara pun sangat peduli hal ini. Karenanya, Ibu Lenny berpesan agar hak anak terpenuhi, tentunya semua berawal dari keluarga. Kalau negara saja peduli pada anak-anak kita, kita yang punya anak tentunya harus lebih peduli, dong.
Hak untuk beraktivitas
Bermain adalah salah satu aktivitas yang merupakan hak anak. Anak harus memiliki tempat bermain yang nyaman. Bermain ini bukan hanya di lingkungan rumah, tapi juga sekolah. Lingkungan sekolah harus ramah anak. Tempat belajarnya harus nyaman, karena di sinilah anak-anak akan mengeksplorasi segala hal untuk memenuhi kebutuhannya akan ilmu. Lingkungan juga harus mendukung, seperti adanya taman atau penghijauan, ada toilet yang bersih dan layak, juga suasana yang menyenangkan.
Selain itu, suasana belajar juga harus asyik. Tidak ada PR yang menyusahkan atau membuat anak tertekan, guru yang ramah dan tetap mengajar sesuai kemampuan masing-masing siswa dalam menyerap materi. Pada intinya, anak-anak harus nyaman menggali ilmu di mana pun berada.
Hak mendapat tontonan yang tepat
Pernah melihat anak-anak nonton film yang penuh kekerasan? Pernah dengar anak-anak yang ngomongnya kasar? Bisa jadi itu terpengaruh oleh tontonan. Sudah hukum alam bahwa anak-anak cenderung meniru sesuatu yang dilihat, apalagi secara rutin. Karakter anak juga bisa terbentuk dari sana.
Saya terkejut ketika Mbak Dewi Setyarini, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengungkapkan sebuah fakta. Ada kejadian seorang anak perempuan di Inggris yang meninggal dengan leher yang terjerat pita. Anak itu meniru adegan film kartun Dora the Explorer. Ada lagi, anak usia 4 dan 7 tahun di Tiongkok yang menjadi korban tindak kekerasan oleh teman-temannya, karena mereka meniru adegan film kartun.
Betapa tontonan anak sangat berpengaruh. Kita sebagai orangtuanya tentu saja harus melakukan pengawasan ketat terhadap tontonan yang dikonsumsi anak. Anak berhak mendapat tontonan yang sesuai dengan usia. Ada aturan-aturan tersendiri pada tontonan yang baik untuk anak. Misalnya, tidak boleh ada adegan kekerasan atau adegan yang bisa membahayakan anak ketika menirunya, pada tontonan untuk anak usia balita. Lalu, tidak boleh ada adegan “dewasa” pada tontonan untuk anak usia hingga 18 tahun.
Berawal dari Keluarga
Perlindungan terhadap anak, berawal dari keluarga, terutama orangtua. Orangtualah yang harus mendampingi anak ketika berktivitas. Orangtua juga yang harus memilihkan tontonan yang sesuai untuk anak.
Agar anak terjaga dengan baik dan bisa mendapatkan haknya, orangtua harus berperan serta. Orangtua juga diharapkan dapat berperan sesuai tugasnya masing-masing. Peduli terhadap perkembangan anak dan memberi bimbingan yang tepat.
Bagaimana dengan anak dari keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?
Anak yang ayah dan atau ibunya adalah TKI, terpaksa “kehilangan” perhatian dari salah satu atau kedua orangtuanya. Jika hal ini terjadi, keluarga lapisan selanjutnyalah yang harus memberi perhatian. Misalnya, kakak/adik dari orangtua atau nenek.
Yang perlu diingat, semua anak aalah anak kita. Jadi, di mana pun ada anak-anak, orangtua yang harus lebih memerhatikan. Anak-anak itulah yang nantinya akan menjadi generasi penerus. Mungkin terdengar klasik ya, tapi ini sangat penting. Kalau anak-anak tidak mendapat haknya, tumbuh kembang akan terganggu, dan sulit untuk membentuk karakter yang luhur. Jika sudah begini, siapa yang akan menggantikan para pemimpin negeri ini kelak?
Lala Yusuf says
Benar sekali. Selama ini banyak orang tua yg ngepush anaknya untuk melakukan kewajiban seperti les, sekolah, intinya berprestasi lainnya. Mereka lupa anak juga punya hak untuk beraktivitas di luar sana.
ariefpokto says
Kadang Kita suka lupa akan hak anak ya. Ada baiknya diingatkan seperti ini
kurnia amelia says
Semoga segera tercapai ya Indonesia Layak IDOLA yang mana anak tetap happy dan aman beraktifitas.
Dewi Setyowati says
Setiap anak adalah amanah. Kita pun juga masih menjalankan fungsi/peran kita sebagai anaknya ortu. Bagaimana kita mau hak kita dipenuhi, begitu pula kita berikan hak-hak kepada anak. Sok seriuss bener sih ni comment hahahah
Donna Imelda says
Ini nih… Yang kadang ortu atau krang dewasa lupa, tentang hak anak! Tfs. Dear
Dwina says
Baru tau ada hak sipil…eh, maksudnya baru tau kalau akte kelahiran itu hak sipil…
Didik says
Ini wajib dibaca oleh orangtua dan calon orangtua seperti kita. Jangan hancurkan masa depan mereka hanya karena kita lalai.
Kiki Ayu says
Setuju! Walaupun anak-anak terkesan hanya mengikuti apa yang boleh dan tidak boleh didapatkan, namun orang tualah yang sudah seharusnya memenuhi hak-hak anak.
Mengomunikasikan apa yang menjadi hak anak pada anak itu sendiri juga tak kalah penting. Tentu dikondisikan sesuai umur anak ya ?
Dedew says
Wah terima kasih pencerahannya, Nik. Semoga tak ada hak anak-anak yang terabaikan aamiin
Triani Retno A says
Sekolah ramah anak. Idealnya memang gitu ya. Praktiknya, ada aja penyimpangan karena sekolah mesti ngejar target kurikulum.
Ichen says
Tfa Nuniiik ?
Darius Go Reinnamah says
Mba, sekarang bukannya ketika lahir langsung dapat akte ya?
Swastikagie says
Penting banget ini, gie akan share sama saudara2 dan teman2 yang belum tau plus sekalian buat pembelajaran gie kelak.
Btw mbak maaf ada yg typo di bagian2 awal. Biar enak aja gitu bacanya 😀
TFS yaaa
Roswitha says
Wah aku masih sekeluarga dengan Ibu Lenny, ternyata beliau deputi menteri tumbuh kembang anak ya. Thank u for sharing mba Nunik