Suatu hari, di sebuah mall mewah di Jakarta, saya butuh ke toilet. Begitu masuk toilet, banyak orang yang sedang mengantri. Mereka berdiri dan berbaris di depan pintu masing-masing bilik. Saya pun ikut mengantri di belakang orang yang lebih dulu mengantri. Tak lama, datang lagi seorang perempuan cantik. Dia langsung antri di barisan belakang bilik sebelah. Tak lama, antrian yang ada di sebelah, bergerak. Mereka satu per satu mendapat giliran menggunakan toilet. Sementara, saya tetap berdiri dengan posisi yang sama seperti semula. Ternyata, orang yang ada di dalam bilik di depan saya, lebih lama menggunakan toilet daripada orang yang ada di bilik sebelah. Akibatnya, meskipun saya sudah mengantri lebih dulu, perempuan cantik yang tadi baru datang, mendapat gilirannya lebih dulu. Tidak adil? Memang. Kesal? Pasti. Saya yang sudah lebih dulu datang, seharusnya mendapat giliran lebih dulu daripada orang yang datang belakangan. Tapi, ini memang bukan salah perempuan yang baru datang itu. Sistemlah yang seharusnya lebih bersahabat dan berlaku adil.
Di lain waktu, saya harus pergi untuk sebuah pertemuan bersama klien. Dua jam sebelum waktu yang ditentukan, saya sudah berada di halte Bus Trans Jakarta. Saya sengaja mengambil waktu dua jam, dengan asumsi, perjalanan menggunakan bus memakan waktu satu jam. Sisa waktu setengah jam saya persiapkan sebagai antisipasi jika jalanan macet. Setengah jamnya lagi, saya cadangkan untuk hal-hal terduga yang mungkin membuat saya terlambat sampai di tujuan.
Saat itu, halte Bus Trans Jakarta penuh sesak. Calon penumpang berdiri tak beraturan di depan pintu masuk bus. Calon penumpang laki-laki yang seharusnya mengantri di barisan khusus laki-laki, sudah berbaur di barisan khusus wanita. Begitu juga sebaliknya. Saya ingin protes. Bukankah sudah diberlakukan peraturan? Mengapa mereka tidak taat peraturan? Saya ingin protes dan mengatakan kepada petugas bahwa mereka harus mengingatkan para penumpang agar taat peraturan. Tapi, melihat suasana yang semrawut, bising, dan panas, saya sama sekali tak berdaya untuk protes. Apalagi, petugas yang ada di situ terlihat tenang-tenang saja. Saya pun terpaksa berdiri di tengah kerumunan, dengan tubuh hampir terjepit.
Ketika bus datang, kerumunan itu bergerak maju dengan kecepatan luar biasa. Para penumpang langsung cepat-cepat melangkah ingin masuk. Sebuah kekuatan dari belakang, mendorong saya. Saya hilang keseimbangan dan jatuh menimpa orang-orang yang ada di depan. Saya pun jatuh bersama beberapa orang, tepat di depan pintu Bus Trans Jakarta.
Astaghfirullah … untunglah saya bisa cepat bangkit. Kalau tidak, mungkin saya terinjak orang-orang yang ada di belakang.
Bus Trans Jakarta yang tadinya sudah terisi separuhnya, mendadak penuh sesak. Jangankan tempat duduk. Tempat untuk berdiri saja sudah tidak ada. Saya tidak berhasil masuk dan mundur kembali untuk menunggu bus selanjutnya.
Lagi-lagi, saya berpikir. Budaya antri di sini benar-benar membuat saya shock. Saya yang sudah menyiapkan waktu dua jam dan seharusnya hanya butuh satu jam untuk sampai di tujuan, ternyata terlambat! Ini gara-gara sistem antrian yang belum rapi.
Pada sebuah kesempatan, saya mengunjungi negara tetangga untuk menghadiri pameran buku. Di sana, saya merasakan hidup seperti surga, terutama dalam hal mengantri.
Saat pergi ke toilet umum di mall, para pengguna mengantri di pintu masuk, bukan di depan bilik-bilik toilet. Ketika salah satu bilik sudah kosong, calon pengguna yang mengantri di paling depan, langsung dapat menggunakan toilet. Begitu seterusnya.
Ah, indahnya. Semua tampak tertib dan rapi. Saya sangat mengharapkan sistem antri seperti ini juga diterapkan di negeri ini. Sangat ingin turis-turis mancanegara berseru:
Wow! Indonesia terbaik dalam hal antri!
Hahahaha iyah banget Nik… ampe streeesss deehh..
Betul, Ge. Pengen deh, kita punya sistem antri yang bagus. Mudah-mudahan, ya.
karna kalo aturan islam di tegakkan dengan benar niscaya ketertiban akan ada. tapi karna sekarang orangnya sudah ngga tahu aturan ya demikianlah.
Mudah-mudahan ke depannya makin baik ya, Mas.
Ya mbak, kita memang harus banyak belajar untuk tertib dalam mengantri..
Setuju banget 🙂