Beberapa waktu lalu saya ada keperluan di Sumatera Utara, yang mengharuskan saya tinggal di Kabupaten Serdang Bedagai selama hampir satu bulan. Sumatera Utara dihuni oleh penduduk dari berbagai suku, yaitu Melayu, Batak, Jawa, Banjar, Sunda, dan beberapa suku lain. Suku Bataknya saja ada lima. Kebayang kan, betapa heterogennya Sumatera Utara? Itu berarti, adat istiadat dan budayanya juga beragam. Saya senang berada di provinsi ini agak lama. Saya jadi bisa lebih mengenal adat istiadat dan budaya banyak suku.
Setelah kembali ke Jakarta, ada Wedding Batak Exhibition di Gedung Smesco. Saya yang belum move on dari Sumatera Utara dan ulos-ulosnya, menikmati banget pameran Wedding Batak ini.
Batak untuk Indonesia
Wedding Batak Exhibition (WBE) 2024 diselenggarakan oleh Helaparumaen dan Chataulos. Konsepnya adalah merayakan budaya Batak dan menginspirasi anak muda untuk mengenal adat dan budaya Batak lebih dalam.
Betul sih, hari gini, anak muda Batak pun sering kali tidak mau menyelenggarakan resepsi pernikahan dengan adat Batak. Alasannya, ribet. Padahal para orangtua masih konsisten melestarikan budaya Batak, terutama pada saat menyelenggarakan pesta pernikahan. Justru, pernikahan adalah ajang yang ditunggu-tunggu, agar bisa membuat resepsi dalam adat Batak. Soal ribet atau tidaknya, tergantung orangnya. Menurut saya yang bukan orang Batak, pernikahan adat Batak malah unik. Kapan lagi bisa melestarikan budaya suku keluarga sendiri kalau bukan saat pernikahan, kan?
Martha Simanjutak selaku Project Director WBE 2024 mengatakan bahwa WBE bukan sekadar pameran. Acara ini ditujukan sebagai tempat pertemuan antara vendor pernikahan Batak dan nasional, dengan calon mempelai. Jadi, siapa pun yang sedang berencana menikah, bisa banget cari vendor di sini.
WBE yang diselenggarakan pada 7-8 September 2024 ini juga memberikan ruang bagi talenta muda untuk menampilkan keterampilan dan kreativitas dalam bidang fashion, musik, dan tari tradisional Batak. WBE juga mengusung misi budaya yang lebih besar, sehingga menjadi gerakan budaya untuk mempertahankan identitas bangsa melalui budaya Batak. Selain lihat-lihat pameran, kita juga bisa melihat pertunjukan seni.
Ada lima marga Batak tertinggi, yaitu Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Semua punya budaya yang beragam. Di WBE inilah semua budayanya bisa disaksikan, baik pada pagelaran seninya maupun pamerannya. Nilai-nilai, tradisi, adat, serta budaya kelimanya, siap berkontribusi dalam memperkaya keragaman budaya Indonesia.
Mengangkat UKM Indonesia
Hongkia Doni Silalahi, selaku Program Director WBE 2024 juga mengungkap bahwa di WBE ini ada kompetisi make up artist (MUA), konser musik, fashion show, talk show, dan pameran budaya.
Semua ini ditujukan untuk mengangkat UKM ekonomi kreatif Indonesia. Itu sebabnya, di seluruh lokasi WBE ada booth-booth berbagai kerajinan seperti ulos, makanan dan minuman, serta cendera mata.
Talkshow Ina Rachman
Salah satu kegiatan yang saya simak adalah talkshow dari Ina Rachman, dengan tema Harta, Tahta, Wanita, dalam Adat Batak. Ina Rachman adalah seorang lawyer yang sudah banyak pengalaman. Dalam talkshow ini, Ina Rachman didampingi oleh Martha Simanjuntak. Talkshow berlangsung santai tapi serius, sehingga isinya mudah dimengerti.
Menurut Ina, dalam tradisi Batak, harta adalah salah satu yang utama. Tentu saja, karena orang hidup itu membutuhkan materi. Tidak bisa dimungkiri pula bahwa kaum wanita adalah makhluk materialistis, karena butuh uang untuk menjalankan roda rumah tangga.
Urusan harta ternyata tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Urusan jadi melebar ke arah warisan. Kalau sudah bicara soal warisan, agak pelik. Dalam adat Batak, anak perempuan tidak wajib diberi warisan. Kalaupun ada orangtua yang memberi warisan, semata-mata karena kasih sayang. Bukan kewajiban.
Orang Batak juga mengutamakan kedudukan (tahta). Maksudnya, kedudukan laki-laki dianggap lebih “tinggi” karena akan meneruskan marga pada generasi berikutnya. Suatu keluarga pun dinilai lebih menginginkan punya anak laki-laki daripada anak perempuan, juga karena alasan meneruskan marga ini.
Misalnya, laki-laki bermarga Simanjuntak, anak dan istrinya juga akan bermarga Simanjuntak. Dengan demikian, marga Simanjuntak bisa lestari. Perempuan bermarga Silalahi, misalnya, kalau menikah nanti, marganya akan berganti, mengikuti marga suami. Dari sini bisa dimaklumi, orang-orang Batak lebih mengutamakan anak laki-laki. Namun, bisa dipastikan, anak perempuan pun mendapatkan hak-hak lain.
Mengikuti acara WBE ini membuat saya semakin “kaya” akan pengetahuan. Kalau tidak mengikuti acara-acara seperti ini, saya mau dapat dari mana lagi info-info budaya tentang suku di Indonesia? Ini sangat penting bagi saya yang berprofesi sebagai penulis, untuk menambah referensi. Oleh karena itu, saya sangat berterima kasih kepada para penyelenggara dan pengisi acara WBE. Saya yang belum move on dari Sumatera Utara, bisa merasakan lagi suasana yang kental dengan budaya Batak-nya. Semoga nanti penyelenggara bisa mengadakan pameran tentang suku lainnya, seperti Melayu.
Leave a Reply