Beberapa waktu lalu, saya mendapat kesempatan untuk bertemu Adjie Silarus. Beliau adalah pengusaha yang kini menjadi meditator. Yang membuat saya merasa beruntung adalah karena Mas Adjie gencar mengajak masyarakat untuk menyeimbangkan hidup untuk menenangkan pikiran. Ya, inilah yang saya perlukan, saat ini.
Di tengah kepadatan Jakarta, tentu saja saya hanya satu dari sekian juta orang yang merasa hidupnya harus serba cepat. Cepat bertindak, cepat berpikir, cepat mengerjakan tugas, cepat mengurus ini itu, dan banyak lagi. Semua ini membuat pikiran ruwet, dan dengan pikiran yang tidak tenang, segala sesuatunya cenderung menjadi lebih rumit.
Bertemu dengan Mas Adjie di kawasan Kemang, seakan membuka mata saya, bahwa hidup harus seimbang. Betapa banyak informasi berharga yang disampaikan, saat kami mengobrol selama dua jam.
Hasil obrolan dengan Mas Adjie saya mendapatkan beberapa tips untuk menenangkan pikiran. Simak di bawah ini, ya!
Berusaha Hidup Seimbang
Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Manusia pun mengenal Yin dan Yang (atau Being dan Doing, dalam ilmu barat). Selama ini orang hanya melakukan Yang, yaitu kerja keras, mengejar cita-cita, mengejar target hidup, bahkan berlomba-lomba mengumpulkan harta. Padahal, itu semua dapat menimbulkan stres bila tidak diimbangi dengan Yin. Apa itu Yin? Tentu saja kebalikan dari Yang, yaitu berhenti sejenak dan diam sesaat. Tujuannya adalah mengistirahatkan pikiran. Dengan pikiran yang tenang, kita dapat mengatur strategi, dan melakukan lompatan yang lebih tinggi lagi. Jadi, jika Yin sudah dilakukan, Yang pun otomatis bisa didapat.
Relakan yang Datang dan Pergi
Kebanyakan manusia tak bisa lepas dari masa lalu. Sedih dan sesal akan kejadian di masa lalu, seakan masih terus menghantui. Sebaliknya, manusia juga cemas dengan masa depan. Takut masa depan tidak bisa lebih baik dari hari ini. Terus menyesali masa lalu dan mencemaskan masa depan, membuat kita tidak bisa merasakan hari ini. Akibatnya, kita tidak hidup di masa mana pun. Tips dari Mas Adjie, relakan masa lalu pergi, dan ikhlaskan masa depan yang akan datang. Nikmatilah hari ini, rasakan baik-baik, sehingga pada akhirnya kita akan lebih bisa bersyukur.
Buang yang Tidak Perlu
Saya merasa “tersindir” pada bagian ini. Saya termasuk sulit “membuang” sesuatu yang mungkin tidak diperlukan lagi, terutama untuk pakaian dan buku. Mas Adjie menyarankan untuk tertib mengurangi satu pakaian dari lemari, setiap kita membeli pakaian baru. Menyumbangkan satu buku kepada orang lain, setiap kita membeli satu buku baru. Termasuk, mengurangi satu aplikasi di ponsel, setiap kita menambah aplikasi baru.
Urusan membuang hal yang tidak perlu ini juga berlaku pada pikiran kita. Buang pikiran-pikiran yang hanya menjadi sampah di kepala. Dengan mengosongkan pikiran, kita dapat berpikir lebih jernih dan lebih tenang. Ibarat meja kerja, jika meja itu bersih, rapi, dan bebas dari barang-barang yang tidak terpakai, bekerja pun semakin nyaman dan mudah berkonsetrasi.
Jangan Lupa Bernapas
Aha! Kapan terakhir kali kamu bernapas? Kita memang bernapas setiap detik, setiap saat. Tapi, cobalah berlatih pernapasan perut dengan baik. Caranya, tarik napas dalam-dalam melalui hidung (pada saat ini perut dikembungkan), dan keluarkan perlahan-lahan, tetap melalui hidung (perut perlahan-lahan dikempiskan). Tujuannya adalah untuk memperbanyak kandungan oksigen di dalam tubuh, yang akan membuat kita menjadi lebih rileks. Jika tubuh rileks, pikiran pun menjadi lebih tenang. Maka, kita akan lebih bersemangat dalam menjalani hidup.
Oh ya, latihan pernapasan ini pernah saya dapatkan juga dulu, sewaktu masih aktif di teater. Bedanya, ketika buang napas, melalui mulut. Kalau masih sulit, lakukan dengan cara tidur telentang, dan letakkan beberapa buku di atas perut. Dengan begitu, akan kelihatan perut kita mengembung saat tarik napas.
Jangan Menggenggam Terlalu Erat
Mas Adjie menegaskan bahwa mengobrol secara mendalam dengan teman atau orang yang kita percaya, dapat melepaskan beban. Kedua belah pihak memperoleh keuntungan. Orang yang curhat dapat merasa lega karena ada orang lain yang mendengarkan. Sebaliknya, si pendengar pun mendapatkan kepuasan karena telah berbagi waktu, telinga, dan hati, kepada orang lain. Meskipun si pendengar tidak memberikan solusi apapun atas masalah yang sedang didengarkan, lawan bicaranya akan merasa dihargai. Bahkan, seringkali orang itu mendapatkan solusinya sendiri, setelah menumpahkan semua bebannya. Yang terpenting, pilihlah teman curhat yang nyaman dan dapat dipercaya.
Nah, dari sini, saya melontarkan pertanyaan. Kalau kita sudah memiliki teman berbicara yang nyaman dan terpercaya, bagaimana kalau tiba-tiba orang itu tidak ada? Tips dari Mas Adjie, jangan pernah menggenggam terlalu erat sesuatu yang kita cintai. Begitu pula sebaliknya. Jangan pernah terlalu membenci sesuatu yang tidak kita sukai. Sebab, segala sesuatu, baik benda hidup atau mati, tidak ada yang abadi. Bisa saja orang yang kita cintai “pulang” lebih dulu. Satu hal lagi yang perlu disadari, mereka bukan “pergi”, tetapi “pulang”. Kalau itu terjadi, kembali lagi, kita harus merelakannya. Dan, kalau tidak terlalu menggenggam erat, kita tidak terlalu terpuruk ketika hal ini terjadi.
Hmmm … sesuatu yang masuk akal, tapi pasti sulit untuk dilakukan.
Itulah beberapa tips untuk menenangkan pikiran, ala Adjie Silarus. Semua tips ini dapat dilaksanakan, tetapi memang butuh latihan terus menerus.
Baiklah. Mari kita coba!
Indah Juli says
Hehehe, daku juga termasuk yang susah membuang barang-barang yang sebenarnya sudah tak terpakai, tapi kemarin waktu pindahan itu mau enggak mau harus dibuang juga π
Dan, kalau udah punya anak abg, biaya lebih banyak, baru deh membatasi pembelian yang benar-benar penting, dan kalau bisa ya dipakai bareng π
Nunik Utami says
Naah, pindah rumah memang momen yang pas buat buang barang2 yang nggak terpakai ya, Mbak. Jadi ada alasan yang tepat, gitu :D. Dan, enaknya punya anak perempuan abg ya itu, barangnya bisa dipake bareng. Kayak aku sama alm mamaku dulu. Hehehhe
Fita Chakra says
Ulasan yang menarik, Nik. Aku juga sedang mencoba memperlambat ritme kegiatan dan merelakan beberapa kesempatan yang hilang. Thanks for sharing π
Nunik Utami says
You’re welcome, Fit. Ternyata memperlambat ritme hidup itu penting untuk kesehatan mental, ya π
Siti Rahmah says
sangat menggelitik ketika mmbaca tentang merelakan masa lalu dan mengikhlaskan yg akan dtang. tapi gmn ya mb nunik sy itu kalau sdh sayang sesuatu, lama baru bisa lupa..bahkan klo ada barang kesayangan yg hilang sampai2 dibawa dalam do’a biar balik lagi..yah, ada yg kmbli ada yg tidak sih hehe
Nunik Utami says
Hal ini pun aku tanyakan ke Mas Adjie, Rahmah. Menurut beliau memang sulit pada awalnya. Jadi, harus dilatih secara terus menerus, seumur hidup.
Misfah says
Postingannya bermaanfaat banget, kita pengen hidup seimbang tp Pak Boss ngga mau tau gimana yaa…
Nunik Utami says
Kalau menerapkan hidup seimbangnya setelah pulang kantor, bisa nggak ya, Mbak Misfah? Kadang-kadang keadaan belum memungkinkan sih, ya…
bukik says
Yang paling susah, menghapus file lama di komputer π π π
Nunik Utami says
Waah, setuju banget, Mas Bukit. Itu salah satu yang paling susah :))
Haya Aliya Zaki says
Masih agak sulit melupakan masa lalu yang menyakitkan, Nik. Di satu sisi ingin ikhlas, tapi di sisi lain aku seperti terus menggenggam kenangan buruk itu. *lha malah curcol* *Nunik udah tahu* qiqiqi
Nunik Utami says
Ah, iya, Mbak Haya. Jadi, mengikhlaskan pergi dan tetap menggenggam erat itu, bedanya tipis banget, ya. Dua sisi yang berbeda tapi kayaknya selalu ada di setiap kesempatan. Berat, euy.
Rini Nurul Badariah says
Makasih sharing-nya, Nik. Aku masih kesulitan mengendurkan genggaman yang erat dan melepaskan… bukan barang sih, tapi kenangan. Berbarengan dengan waktuku membaca postingan ini, aku dapat kabar bahwa toko buku antik yang baru sekali kami sambangi tutup untuk selamanya. Memang aku cengeng dan dramatis, setelah jongko gudeg di wilayah lain dan deket toko buku lain kena gusur, rasanya makin tipis alasanku untuk turun gunung dan saba kota lagi…
Nunik Utami says
Sama, Mbak. Kehilangan dan melupakan momen indah yang nggak akan pernah dijumpai lagi, beratnya minta ampun. Nggak bisa dihilangkan begitu saja, apalagi dalam waktu singkat. Rasanya seperti mustahil. Sayangnya, itu harus π
Rini Nurul Badariah says
Betul, Nik. Saatnya belajar merelakan:) *mulai hapus file di komputer*
Nunik Utami says
Kalau ini sih aku belum sempat, Mbak. Hahaha … alasan!
fanny fristhika nila says
Berarti cara yg selama ini aku lakuin udh bener… Kerja keras dan nabung 11 bulan, untuk traveling 3 minggu π hihihi…
Cara2 di atas emg kyknya gampang ya mba , tp prakteknya blm tentu nih -__- Terutama cara pernapasan perut tuh.. Ga bisa2 aku :D.. Pasti mkin stress krn ga sabaran ;p
Nunik Utami says
Bisa dicoba cara aku, Mbak. Yang tiduran trus perutnya ditaruhin buku, jadi ada yang nekan perut biar mancing nggembungin perut. Hehhee
Indah Nuria Savitri says
kudu banyak rela dan bersyukur ya maak…kebayang sesinya asyik π
Nunik Utami says
Sayangnya cuma sebentar nih, sesinya. Kayaknya harus berlatij sendiri di rumah. Hehehe