Ternyata, alergi pada anak erat kaitannya dengan faktor genetik. Jika kedua orangtuanya tidak memiliki riwayat genetik pun anak berisiko mengalami alergi sebesar 5-15%. Bagaimana kalau orangtuanya memiliki riwayat alergi?
- Salah satu orangtua memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 20-30%.
- Jika ada saudara kandung (kakak atau adik) memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 25-30%.
- Kedua orangtua memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 40-60%.
- Kedua orangtua memiliki riwayat alergi yang sama, anak berisiko mengalami alergi sebesar 60-80%.
Jangan khawatir, risiko alergi berdasarkan genetik ini hanya jika ayah-ibunya yang punya riwayat alergi. Orangtua yang lain seperti kakek, nenek, tante, atau oom, tidak memberi pengaruh.
Risiko alergi pada anak, besar juga, ya. Bahkan, ada anak yang alergi terhadap susu sapi. Pertanyaannya, bagaimana cara mencegahnya?
Ada beberapa tips dalam mencegah agar alergi anak tidak muncul, meskipun kedua orangtuanya memiliki riwayat alergi, yaitu:
- Ketika anak baru lahir, berikan ASI secara eksklusif selama enam bulan. Namanya juga eksklusif ya, jelas saja makanan lain atau susu formula belum boleh diberikan sampai bayi berusia enam bulan.
- Saat bayi berusia enam bulan, mulailah memberikan makanan pendamping ASI (MPASI). Berikan makanan dengan tekstur yang disesuaikan dengan usia. Jangan sampai memberikan makanan yang terlalu keras atau sulit dicerna.
- Pemberian MPASI tidak boleh terlalu dini dan juga tidak boleh terlambat. Jadi, jangan memberikan MPASI ketika bayi belum berusia enam bulan dan tidak menunda memberikannya ketika bayi telah berusia enam bulan.
Lalu, bagimana jika bayi ada alergi terhadap susu sapi?
Ini dia. Seharusnya bayi mendapat nutrisi dari susu, tapi jika bayi mengalami alergi susu sapi, sebaiknya diberikan susu dengan protein terhidrolisis parsial.
Saya baru tahu tentang hal ini sewaktu mengikuti talkshow tentang alergi pada anak, di Hotel Double Tree Cikini beberapa waktu lalu. Narasumbernya adalah Prof. DR. dr. Budi Setiawan, SpA(K) dan DR. dr. Rini Skartini, SpA(K). dr. Rini inilah yang menjelaskan bahwa bayi yang mengalami alergi susu sapi bisa diberikan protein terhidrolisis parsial.
Saya sama sekali nggak mengerti tentang protein ini. Lalu, dr. Budi menjelaskan, protein ini didapat dari teknologi yang memotong rantai panjang protein menjadi lebih pendek. Juga, memperkecil massa molekul protein sehingga lebih mudah dicerna oleh anak. Wah, ingatan saya jadi melayang lagi ke pelajaran kimia saat sekolah dulu.
Pemberian susu dengan protein ini sudah direkomendasikan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), karena menjadi langkah praktis untuk pemberian nutrisi bagi anak alergi. Pemberian susu dengan protein terhidrolisis parsial ini juga membantu mencegah agar alergi pada anak tidak terulang lagi.
Yang perlu diingat, menurut dr. Budi, jika anak sudah benar-benar tidak bisa toleransi lagi terhadap susu sapi, sebaiknya diberikan susu dengan isolat protein kedelai. Kesehatan anak yang mengonsumsi susu ini tidak berbeda dengan anak yang menginsumsi susu sapi.
Menangani anak dengan alergi sekilas tampak ribet, tapi sebenarnya mudah, kok. Kita tinggal mengikuti saran para dokter ini.
Tidak percuma saya datang ke acara diskusi yang disposori oleh Sarihusada ini. Banyak ilmu yang saya dapat, untuk jaga-jaga kalau anak saya nanti mengalami alergi. Harapan saya sih, mudah-mudahan Mas Rexy nggak sampai mengalami alergi.
Terimakasih sharenya mba 🙂
Sama-sama ya, Mbak. Semoga bermanfaat 😀
berhubung belum punya anak, save dulu deh suatu saat pasti perlu ini 🙂
Tips yang bermanfaat
Thanks for sharing mbak Nunik
salam sehat dan semangat
Noted nih tipsnya Mba.. Bermanfaat bgt buat nambah ilmu