Saya terkejut karena ternyata penyakit kusta masih ada sampai saat ini. Penyakit ini pernah “booming” belasan tahun yang lalu. Waktu itu saya masih SMP. Pemberitaan tentang kusta marak sekali di media-media.
Saya masing ingat betul (alm) Mama saya wanti-wanti banget. Pokoknya kalau ada bagian tubuh yang berbercak, harus langsung dites. Tes manual, maksudnya. Caranya adalah dengan menempelkan atau menusukkan sedikit permukaan bercak itu. Kalau kulitnya masih terasa, berarti aman, bukan kusta. Sebaliknya, kalau tidak terasa sama sekali meskipun disentuh, ditusuk, bahkan sampai berdarah, ada kemungkinan itu gejala kusta. Harus segera diperiksa lebih lanjut ke dokter.
Beberapa hari yang lalu saya menyimak talkshow di Ruang Publik KBR. Dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang jatuh setiap tanggal 12 November, tema talkshow ini adalah Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat Bebas Kusta. Dari sinilah saya tahu bahwa kusta masih ada di Indonesia dan harus segera diberantas.
Buang Stigma tentang Kusta
Sejak dulu sampai sekarang, kusta masih dianggap sebagai penyakit kutukan. Saya nggak tahu kenapa bisa ada stigma seperti ini di masyarakat. Mungkin karena dampaknya bisa menjadikan penderitanya mengalami disabilitas.
Orang yang terkena penyakit kusta awalnya hanya memiliki bercak putih atau kemerahan di tubuhnya. Apabila dibiarkan, bercak putih itu akan terus aktif dan lama kelamaan dapat menggerus jari tangan atau kaki.
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Dulu saya juga mengenal penyakit kusta sebagai lepra. Penyakit menahun yang menular. Mekanisme penularan utama dari penyakit Kusta adalah melalui saluran nafas dan tidak menular melalui sentuhan. Penyakit Kusta dapat menimbulkan gejala setelah masa inkubasi yang panjang, mulai dari 6 bulan hingga 20 tahun lamanya. Gejala yang timbul antara lain adalah bercak putih pada kulit yang disertai berkurangnya sensitivitas, dan gangguan sistem saraf di beberapa bagian tubuh yang dapat menimbulkan kelumpuhan.
Stigma dan diskriminasi sosial yang dirasakan oleh pengidap penyakit Kusta telah terjadi selama ratusan tahun lamanya dan imbas yang dirasakan dapat melebihi gejala fisik yang disebabkan oleh penyakit Kusta itu sendiri. Selain itu, stigma dan diskriminasi sosial dapat berakibat pada kesulitan penemuan kasus baru, terhambatnya upaya penyembuhan penyakit, dan berkurangnya kualitas hidup pengidap penyakit Kusta, yang akhirnya menjadi lingkaran setan yang tak terselesaikan.
Kista Bisa Sembuh Asalkan ….
Ada dua narasumber pada talkshow ini yaitu:
- Eman Suherman, SSos. – Ketua TJSL PT DAHANA (Persero)
- dr Febrina Sugianto – Junior Technical Advisor NLR Indonesia
Informasi dari kedua narasumber ini membuat saya jadi lebih tahu lagi tentang kusta.
Betul. Penyakit kusta bisa disembuhkan dan tidak menyebabkan disabilitas, asalkan pengobatannya tidak terlambat. Begitu ada bercak putih yang tidak sakit atau tidak terasa, segera berobat ke dokter. Jika diagnosisnya mengarah ke kusta, langsung saja berobat lebih lanjut.
Sayangnya seringkali penderita kusta datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan terlambat dan dalam keadaan cacat. Padahal, penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa harus disertai kecacatan. Kuncinya adalah pengobatan secara tepat dan tuntas.
Ikut menyimak talkshow dari KBR, saya jadi waspada lagi terhadap kusta. Saya akui, selama bertahun-tahun belakangan, saya tidak lagi memerhatikan adanya penyakit ini. Sekarang, saya dukung penyembuhan kista sebelum terjadinya disabilitas.
Leave a Reply