• Home
  • About
  • Contact
  • Portfolio
  • Secret!

Nunik Utami

Menulis adalah Merekam Jejak untuk Anak Cucu

  • Artikel
    • Beauty
    • Events
    • Fashion
    • Healthy
    • Tips
  • Finance
  • Parenting
  • Review
    • Book
    • Food
    • Film
    • Hotel
    • Place
    • Product
  • Travel
    • Indonesia
    • Malaysia
    • Thailand
    • Singapore
  • Working
    • Writer
    • Editor
    • Blogger
    • Trainer
  • Story
    • Cerpen
    • Dongeng
  • Savana Hijab
    • Hijab Tutorial
You are here: Home / Review / Book / Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie

Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie

September 12, 2017 Nunik Utami 15 Comments

Kalau kita mau menerbitkan buku, bayar nggak, sih?

Sampai saat ini masih banyak teman yang tanya seperti itu ke saya. Saya agak sulit menjawabnya, karena saat ini ada dua jenis penerbit, yaitu penerbit mayor dan indie. Jadi, bayar atau tidaknya, tergantung, kamu nerbitkan buku di mana?

Nah, timbul lagi deh, pertanyaan. Apa itu penerbit mayor? Apa bedanya antara penerbit indie dengan penerbit mayor?

Kalau begitu, sekalian aja saya jelaskan melalui tulisan ini, ya.

Penerbit Mayor

Ini penerbit besar. Punya modal besar juga untuk melakukan penerbitan. Tim yang bekerja di dalamnya juga banyak, terdiri atas editor, lay outer, ilustrator, bagian marketing, dan distribusi. Naskah yang masuk akan diedit dengan ketat, baik isi, tata bahasa, dan gaya penulisan. Naskah juga akan dibuatkan ilustrasinya. Setelah itu baru masuk lay out, cetak, lalu didistribusikan ke jaringan toko buku yang bekerja sama dengan penerbit ini.

Oh ya, buku yang diterbitkan di penerbit mayor sudah pasti ada ISBN-nya. International Standard Book Number (ISBN) adalah kode identifikasi buku. Kode ini terdiri atas 13 digit angka. Semua informasi buku seperti judul, nama penulis, nama penerbit, dan tahun terbit, tercantum dalam ISBN. Jadi, satu buku hanya punya satu ISBN dan ISBN buku yang satu akan berbeda dengan buku yang lain.

Untuk menerbitkan satu judul buku, ibaratnya penerbit sudah mengeluarkan modal. Mereka menanggung semua biaya sejak proses awal hingga buku terpajang di toko. Tahun 2012 salah satu editor dari sebuah penerbit cerita ke saya bahwa untuk menerbitkan satu judul buku saja mereka harus mengeluarkan modal hingga Rp30juta. Sekarang sudah pasti lebih dari itu. Besar juga, ya?

Berhubung harus mengeluarkan modal sebegitu besarnya, sebelum menerbitkan sebuah buku, penerbit juga harus mempertimbangkan berbagai aspek.  Editor akan menyeleksi tulisan. Tentu saja tulisan yang dipilih adalah yang bagus, unik, dan dari segi marketing, tulisan harus “menjual”. Untuk itu, editor akan bekerja sama dengan bagian marketing. Desain cover berikut warna, gambar, dan font yang dipilih, benar-benar diperhatikan agar menarik minat pembeli. Nggak heran ya kalau editor akan menyeleksi ketat semua tulisan yang masuk. Para editor ini punya insting yang kuat naskah tersebut bagus atau tidak, menjual atau tidak, hanya dengan membaca beberapa kalimat atau beberapa halaman awal naskah. Kalau bagian awal langsung dirasa “kurang” naskah itu sudah pasti ditolak.

Penerbit mayor menerima naskah puluhan hingga ratusan judul dalam sehari. Tentu saja mereka tidak bisa menerbitkan semuanya. Penerbit punya jatah menerbitkan, misalnya satu bulan hanya beberapa naskah. Bisa dibayangkan kan, gimana sulitnya penulis menembus seleksi penerbit?

Di penerbit mayor, penulis hanya bertugas menulis dan mengirimkan hasil tulisannya ke penerbit. Penulis sama sekali tidak dibebankan biaya. Nanti, setelah bukunya terbit, penulis malah akan mendapat royalti. Biasanya 10% dari harga buku dan dipotong pajak 15%.

Penulis akan dapat bukti terbit. Biasanya lima hingga 10 eksemplar. Gratis.

Sampai di sini sudah kebayang tentang penerbit mayor kan, ya?

credit: pixabay

Penerbit Indie

Sesuai namanya, ini adalah penerbit independen. Untuk menerbitkan naskah di penerbit ini, nggak perlu diseleksi. Semua orang bisa kasih naskah untuk diterbitkan. Penerbit indie juga punya editor dan lay outer. Naskah yang masuk akan diedit ringan. Mereka hanya memeriksa kesalahan typo atau tanda bahasa yang standar, tetapi tidak ikut mengubah isi.

Untuk memakai jasa editor dan lay outer tentu saja ada biayanya. Penulis juga akan dibebankan biaya cetak. Di sinilah terkesan bahwa menulis buku di penerbit indie, harus bayar. Belakangan ada juga lho, penerbit indie yang sama sekali nggak memungut biaya.

Buku yang terbit melalui penerbit indie belum tentu ada ISBN-nya. Kalau mau pakai ISBN bisa juga. Tinggal bilang ke penerbitnya. Untuk urusan yang ini, penerbit kan perlu ngurus ISBN, ya. Penerbit perlu memberikan beberapa eksemplar bukunya untuk contoh, sebagai syarat pembuatan ISBN. Di sini, penerbit perlu biaya untuk mencetak bukunya. Nah, biaya untuk mencetak buku tersebut, dibebankan ke penulis. Hal ini juga memberi kesan bahwa menulis buku di penerbit indie, perlu biaya.

Peraturan dari setiap penerbit indie, berbeda-beda. Ada penerbit indie yang menawarkan paket. Misalnya, cetak sekian eksemplar, biayanya sekian. Benefitnya, buku akan dipajang di web selama sekian hari. Ada penerbit yang tidak memberikan sistem paket tapi memberi syarat jumlah minimal pemesanan. Ada juga yang tetap melayani pemesanan/pencetakan meskipun hanya satu eksemplar.

Masalah distribusi, penulis yang bukunya terbit di penerbit indie harus lebih berjuang daripada penulis buku penerbit mayor. Sebab, penerbit indie tidak mendistribusikan bukunya ke toko. Biasanya mereka hanya akan memajang covernya di web penerbit. Itu pun biasanya hanya beberapa waktu. Wajar dong, soalnya banyak buku yang terbit di penerbit indie, jadi display-nya harus bergantian.

Berbeda dengan penulis buku di penerbit mayor yang bukunya mudah didapat di toko buku terdekat, penulis buku penerbit indie harus melakukan usaha ekstra agar bukunya bisa dikenal atau didapat. Biasanya penulis akan membuka pemesanan atau pre order (PO).

Royalti, dapat juga, dong. Besarnya tergantung kesepakatan antara penulis dengan penerbit atau sesuai peraturan yang sudah ditetapkan oleh penerbit.

Oh ya, untuk mendapatkan bukti terbit, penulis bisa membelinya ke penerbit. Penulis tidak mendapat secara gratis, karena penerbit juga harus mencetak dahulu bukunya. Tapi kadang-kadang kalau yang memesan adalah penulisnya langsung, dapat harga khusus penulis.

 

Gimana? Sudah tahu bedanya penerbit mayor dan indie, kan?

Ada yang ingin menambahkan?

 

Book, Working, Writer buku, menerbitkan buku, penerbit, penerbit indie, penerbit mayor

About Nunik Utami

Penulis, Editor, Trainer Penulisan, Mommy.

Comments

  1. Ariwidi says

    February 10, 2018 at 19:57

    Semoga bisa nembus ke pernerbit mayor.. aminnn allahuma amin..

    Reply
  2. endang cippy says

    February 11, 2018 at 09:48

    Terima kasih infonya..

    Reply
  3. purwati says

    February 18, 2018 at 09:59

    Semakin paham, semakin mengerti, semoga bisa segera mbuntuti Mbak Nunik, yang naskahnya bisa tembus penerbit mayor.

    Reply
  4. Sam guntur says

    July 19, 2018 at 10:10

    Aku penulis pemula. Aku mulai menulis awal 2015 sampai sekarang. Karya tulisanku sudah berjumlah 14 judul baik fiksi mau pun non fiksi. Tapi baru beberapa naskah yang aku kiri, ke penerbit tahun ini. Tapi sempat di gantung. terus gimana cara mencari penerbit yang meyakinkan.

    Reply
  5. Sugi Siswiyanti says

    August 30, 2018 at 17:15

    Saya lebih memilih penerbit mayor untuk beberapa buku saya. Ada seleksi naskah yang membuat saya merasa naskah saya memang layak terbit dan diterima pasar.

    Reply
  6. Alia h says

    May 31, 2020 at 19:21

    Makasihhhh banyak tehh ini penjelasan paling mudah dipahami, makasih ya teh.. semangat

    Reply
  7. Anna Mahara says

    August 11, 2020 at 18:56

    Gimana sih caranya agar kita yakin tulisan kita layak terbit di Penerbit Mayor?

    Reply
  8. Ikan says

    August 16, 2020 at 04:30

    Mantap blogger perempuan.. Salam Dari Semarang

    Reply
  9. Nazwa amelia says

    October 4, 2020 at 22:33

    Bismillah semoga cerita saya bisa terbit di penerbit mayor. Terimakasih kak ini sangat membantu saya untuk memahaminya☺️

    Reply
    • Nunik Utami says

      October 6, 2020 at 09:25

      Aamiin. Semangat, yaa. Kabar2i kalau sudah terbit ya

      Reply
      • chintya says

        October 7, 2020 at 09:56

        Hallo kak, aku mau nanya dong. Kalau kita kirim ke penerbit mayor bener bener nggak dibebani pembayaran apapun?

        Reply
        • Nunik Utami says

          October 9, 2020 at 18:49

          Bener banget. Saat kirim, gratis. Nanti kalau naskah kita diterbitkan, kita justru dapat royalti yang besarnya tergantung besar presentase royalti dan jumlah buku yang terjual. Makanya untuk bisa diterbitkan, seleksinya sangat ketat, karena penerbit akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

          Reply
  10. Ageng says

    December 17, 2020 at 14:55

    Terima kasih mbak Nunik informasi nya Sampai saat ini saya masih belajar. Belum berani mengajukan tulisan ke penerbit mayor, jadi baru sebatas di penerbit indie. Mudah2an bisa menjadi penulis seperti mbak Nunik, dan saya juga baru belajar menjadi blogger. Salam kenal

    Reply
  11. Catur says

    January 20, 2021 at 10:38

    Bener ulasannya Mb Nunik, lengkap 🙂
    Dulu kami pernah mengerjakan layout bukunya Mb Nunik ya, diterbitin oleh Gramedia, judulnya lupa, hehe

    Sukses selalu ya….

    Reply
    • Nunik Utami says

      January 27, 2021 at 14:40

      Iyaa, gimana kabarnya? Judulnya, Gue Bisa Jadi No 1 ya kalo gak salah?

      Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Search Here

Welcome

Penulis, Editor, Trainer Penulisan, Mommy. More…

  • Email
  • Facebook
  • Google+
  • Instagram
  • LinkedIn
  • Twitter

Archive

Top Posts & Pages

  • Pertanyaan yang Sering Muncul Tentang Menerbitkan Buku
  • Pijer? Apa itu?
  • Kulkas 2 Pintu Terbaru dari Panasonic, Ini Kelebihannya
  • Paket Freedom Internet IM3 Ooredoo, Kuota Habis, Pulsa Tidak Terpotong
  • (Review Film) Ada Surga di Rumahmu

Subscribe to Blog via Email

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 4,056 other subscribers

Follow Instagram @nunikutami

nunikutami

Writer

Nunik Utami Ambarsari
Ngelongok gerbang sedikit, ada hamparan sawah. Jal Ngelongok gerbang sedikit, ada hamparan sawah. Jalan maju sedikit, ada candi. Ke depan sedikit lagi, ada gapura batas desa dengan desain khas Jawa. Ke sanaan lagi, ada rumah joglo. Benteng. Dinding bermotif batik. Baligo bergambar wayang. Gedung berarsitektur khas kolonial yang tidak mencakar langit. Fly over berpemandangan gunung berapi. Papan nama jalan lengkap dengan aksara Jawa. Bangunan peninggalan zaman Jawa kuno. Hamparan pasir yang  masih agak jauh dari pantai. Mbah-mbah yang masih sehat, kuat, dan ceria. Orang tua yang ikut memutar roda perekonomian. Anak-anak berbahasa Jawa.

Lengkap. Pokoknya lengkap. Jogja punya semuanya. Dan, semua itu, sudah berhasil menjadi "support system" untuk saya.

#lifeinjogja #gumukpasirparangkusumo
Iya nih, oseng-oseng mercon memang ngangenin sekal Iya nih, oseng-oseng mercon memang ngangenin sekaligus nakutin. Disebut mercon, karena masakan ini dibuat sangat pedas. Saya sering pengin makan oseng mercon. Suka sih, masakan pedas, tapi sekadarnya aja. Hanya ada rasa pedasnya. Bukan pedas yang pedas banget sampai-sampai malah jadi nggak bisa nikmatin makanannya. 

Oseng-oseng mercon ini bahan utamanya bervariasi. Ada yang menggunakan daging sapi dicampur tetelan, ada yang pakai sandung lamur (daging sapi yang banyak lemaknya), ada juga yang menggunakan kikil. 

Yang di foto ini adalah daging sapi dicampur tetelan. Saya makannya di Kampoeng Mataraman. Enak nih, pedasnya nggak gila-gila amat. 

Dulu di sini makannya sistem prasmanan. Ada penyewaan jarik dan kebaya juga, buat foto-foto di tempat. Sejak pandemi, makannya nggak prasmanan lagi. Nggak ada penyewaan baju-baju Jawa juga. Malah, minggu lalu saya lewat lagi, resto ini tutup. 

Mudah-mudahan kondisi segera membaik. PSBB/PPKM segera berakhir. Biar semua resto di Jogja (dan seluruh dunia) buka lagi seperti biasa.

#osengmercon #kulinerjogja #jogjafood #lifeinjogja
Terbang. Terasa banget, waktu berjalan sangat cepa Terbang. Terasa banget, waktu berjalan sangat cepat, seperti terbang. Kata seorang sahabat, hidup di Jogja bisa terbawa santai. Ritme hidup lebih lambat. Pada kenyataannya, setelah menjalani hidup di kota kelahiran ini, produktivitas saya meningkat. Semua berawal dari rasa semangat. Di sini, kalau capek, istirahatnya nyusurin jalan yang masih banyak hijau-hijaunya. Deretan pohon yang subur, hamparan sawah yang padinya mulai menguning, enak banget buat dipandangi lama-lama. Enak banget buat dihirup udaranya. Kalau mau menikmati Jogja dari ketinggian seperti di foto ini, ya bisa juga. 

Yuk, semangat! 😍

#jogja #yogyakarta #lifeinjogja #lifelessons
Langsung belanja ahh besok! . Reposted from atome. Langsung belanja ahh besok!
.
Reposted from atome.id
.
Siapkan Valentine yang berkesan buat doi dengan atome.id !
.
Reposted from amandacaesaa
.
Happy Valentine!
.
Buat kamu yang lagi menyiapkan kado spesial untuk orang kesayangan kamu atau kado untuk diri kamu sendiri, kebetulan banget nih!
.
Masih ada promo spesial di store sephoraidn dan markandspencer_id khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
.
Kalau kamu belanja pakai atome.id senilai minimal 500 ribu, kamu langsung dapat voucher diskon MAP senilai 100 ribu.
.
Tapi promo ini berlaku cuma sampai hari Minggu 14 Februari. So, jangan sampai terlewatkan ya!
.
Oh iya! Pembayaran pakai Atome itu bunganya 0%, bisa cicilan 3 dan 6 bulan, tanpa perlu DP juga.
.
Belanja kado spesial pakai atome.id dan nikmatin promonya.
.
#Atome
#SephoraIDN
#MarkAndSpencer
#TimeToOwnit
Sehat itu anugerah luar biasa. Kalau sehat, kita b Sehat itu anugerah luar biasa. Kalau sehat, kita bisa melakukan apa saja untuk memutar roda kehidupan. Cari nafkah, mendidik anak, bergaul dengan teman-teman, baca buku, nyoba resep masakan, ngepoin instagram seleb, nonton drakor. Pokoknya semuanya.

Sayangnya kita suka lupa. Ketika sehat, lupa bahwa kesehatan itu perlu dijaga. Ketika sakit, baru tersadar kesehatan itu mahal harganya. Selain olahraga teratur dan cukup istirahat, tubuh juga butuh suplemen multivitamin terutama ketika menu makan kita kurang variatif, jarang makan buah & sayur serta tetap harus beraktivitas di luar rumah di masa pandemi ini. 

Karenanya, saya minum Therabex dari Combiphar, satu kaplet sehari setiap pagi. Kualitasnya tak perlu diragukan lagi karena Therabex telah dipercaya Indonesia sejak tahun 1985 & terdaftar di BPOM. Kandungan vit C 500 mg & 6 vit B kompleks dalam Therabex setia menjaga daya tahan tubuh keluarga di tengah pandemi. 

Therabex ini jg sugar-free jadi cocok buat mereka yang mengidap diabetes dan yang terpenting harganya ekonomis. 1 box family pack isi 100 seperti ini bisa untuk konsumsi 3 anggota keluarga selama 1 bulanan.

Nah, kalau Moms yang lain gimana? Sudah minum vitamin hari ini? Therabex nya lagi diskon 15% + ada potongan voucher toko Rp 5.000 lho di Combiphar Official Store di Shopee & Tokopedia. Tapi, kuota vouchernya terbatas nih. Jadi sebaiknya beli sekarang deh, takutnya kehabisan.

#TherabexSetiaMenjaga #Sejak1985 #MultivitaminKeluargaIndonesia #KarenaKeluargaNo1
Aktivitas saya mendukung banget untuk di rumah saj Aktivitas saya mendukung banget untuk di rumah saja. Ngedit novel, bikin naskah komik, jadi juri lomba, dan ngurusin batik, semuanya menyenangkan. Meskipun hujan terus selama belasan jam, tetap aja betah di rumah.

Nanti kalo matanya udah terasa capek karena kelamaan ngeliatin gadget, baru deh, butuh ke luar rumah. 

Mumpung saat ini lagi nggak hujan, jalan-jalan, deh, sambil momong bocah, sambil nyari makanan, sambil ngafalin jalan. Btw, sekarang kalo ke mana-mana udah nggak pake GPS. Udah hafal sebagian jalan utama. 

Hmmm ... Penasaran sih, pengen nyoba ke Solo bawa motor. Etapi, bocahnya malah minta ke Semarang. Lhaaa... Ke Solo aja belum tentu berani, je 😅

#lifeinjogja #yogyakarta #hometown
Load More... Follow on Instagram

Join Us

 Blogger Perempuan
PRchecker.info

Lets Eat

Tag

batik belanja online blog budaya buku cerpen editor fashion film financial planner finansial freelancer hijab hijab tutorial hotel hukumonline hukumpedia indonesia jalan-jalan jawa tengah jilbab kerudung kesehatan keuangan kuliner liburan lombok makanan enak menerbitkan buku mobil muslimah parenting pashmina penulis properti restoran savana hijab seni toko online traveling travelling voucher diskon wisata Writer yogyakarta

Posting Terbaru

  • Green Jobs, Peluang Kerja Sambil Memelihara Lingkungan
  • Penggabungan FWD Life dan FWD Insurance Serta Inspirasi Every Heroes
  • Review Kelebihan dan Kekurangan Realme XT
  • Bisnis Online, Sudah Saatnya Melatih Para Pelaku UMKM
  • Tinggalkan yang Lalu, Sambut 2021 dengan Resolusi Baru

Komentar Terbaru

  • Oca on Menjelajah Sumatera Utara Bersama Anak Tercinta
  • Caroline Adenan on Green Jobs, Peluang Kerja Sambil Memelihara Lingkungan
  • Telkom University on Lewat Pintaria, Kuliah Sambil Kerja Jadi Mudah Terlaksana
  • Nunik Utami on Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie
  • Catur on Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie
Copyright © 2021 Nunik Utami · Part of Blogger Perempuan. built on the Genesis