Kita yang sudah punya anak, pasti senang ya, memasang foto anak di media sosial? Bagaimana rasanya saat meng-upload foto anak? Bangga? Bahagia? Apalagi kalau fotonya berupa momen saat anak berprestasi. Pasti kita senang banget.
Namun, tahukah kamu bahwa anak punya hak untuk tidak disebarluaskan aktivitas dan identitasnya, meskipun hanya di media sosial? Sebenarnya saya sudah sering mendapatkan informasi bahwa kita tidak boleh sembarangan memasang foto anak di tempat umum. Nah, ketika mengikuti seminar tentang anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), saya semakin mengerti bahwa anak benar-benar harus dilindungi.
Pahami Hak Anak
Mas Rexy, anak saya, sangat susah diajak atau disuruh berfoto, apalagi fotonya dipasang di media sosial. Sebenarnya saya sebal, karena kepengin majang foto anak. Ternyata, tidak mau dipajang fotonya, adalah salah satu hak anak yang harus kita penuhi. Sebagai orangtua, kita justru harus melindungi anak. Memasang foto anak, lengkap dengan identitas pribadi, adalah salah satu pelanggaran terhadap hak anak.
Salah satu narasumber di acara seminar tentang hak anak ini adalah Bapak Dermawan, Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA RI. Pak Dermawan mengatakan bahwa anak adalah titipan Tuhan dan bukan barang atau benda yang bisa dititipkan. Duh, jleb banget deh, pernyataan ini. Bener banget, anak nggak boleh dititipkan di sana-sini. Anak harus mendapatkan haknya secara utuh.
Iya sih, anak itu “makhluk kecil”, sehingga kita kadang lupa bahwa mereka adalah “makhluk hidup”. Kita merasa, mereka harus selalu mengikuti kemauan kita. Padahal, kita hanya wajib mengarahkan, bukan “memaksakan” kehendak pada mereka.
Pak Dermawan juga menyampaikan bahwa:
- 1/3 penduduk di Indonesia adalah anak-anak
- Anak adalah investasi SDM
- Anak sebagai generasi penerus bangsa
- Ada mandat dari dunia internasional dan nasional bahwa anak harus dipenuhi hak dan perlindungannya.
Dari hal-hal di atas, sudah terlihat jelas bahwa anak adalah makhluk istimewa yang punya hak dan harus selalu mendapatkan perlindungan.
Bentuk-Bentuk Perlindungan pada Anak
Perlindungan anak sudah ada hukumnya, yaitu tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bunyinya:
Perlindungan Anak adalah Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Lalu, apa saja sih, bentuk perlindungan anak? Ada prinsip-prinsip dasar pemberitaan, yaitu:
- Non Diskriminasi: menjamin pelayanan yang diberikan tidak mendiskriminasikan anak sebagai penerima layanan informasi berdasarkan ras, warna kulit, suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, golongan atau kelompok sosial, latar belakang sosial ekonomi orangtua, latar belakang pendidikan, dan lain-lain.
- Menghargai Pandangan Anak: menjamin bahwa setiap anak penerima layanan informasi, berhak untuk didengarkan, dihormati dan dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh pandangannya
- Kepentingan Terbaik bagi Anak: menjamin bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak ini menjadi pertimbangan utama dalam setiap layanan yang diberikan.
- Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan: menjamin dan mengakui hak hidup, termasuk perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, psikis dan sosial yang melekat pada diri setiap anak.
Membaca prinsip-prinsip dasar tersebut, pikiran saya jadi semakin terbuka. Betapa banyak hal-hal yang harus diperhatikan, menyangkut anak. Mulai dari informasi yang diterima anak sampai pentingnya mendengarkan dan menerima pendapat serta pandangan anak.
Saya jadi flashback, mengingat-ingat lagi aktivitas saya dan Mas Rexy. Ternyata saya pernah mengabaikan pendapat dan pandangan dia. Sebagai ibu yang tentunya juga manusia biasa, saya ternyata pernah mengira bahwa pandangan anak-anak itu masih terlalu sempit. Padahal, kalau diingat-ingat lagi, saya sering juga mendapati bahwa saran dan pemikiran anak, jauh lebih visioner daripada saya. Saya sering tercengang-cengang dengan pendapat anak yang sama sekali tidak terpikir oleh saya yang sudah dewasa. Dari sini saya sadar bahwa kita, orang dewasa, tidak bisa menganggap bahwa kita lebih mengerti dari anak.
Mengikuti seminar dua hari satu malam bersama KPPPA ini memang terlalu singkat. Pasti masih banyak hal lagi tentang anak yang belum saya ketahui. Namun, di waktu yang terbilang singkat untuk membahsa soal anak ini, materi yang diberikan pun cukup padat. Saya jadi dapat banyak pengetahuan. Jadi, saya tulis di sini, agar teman-teman yang membaca juga bisa dapat ilmunya. Semoga bermanfaat!
Intinya kita harus lebih bijak lagi dalam berselancar di sosial media yah Mba Nunik, terlebih yabng berkaitan dengan anak-anak. Semoga semakin banyak orang tua yang memahami akan hal ini yah mba 😉
Iya benar banget mba nunik, kita pun harus menjaga ya identitas dan privasi anak dan ini PR besar bagi semua keluarga ya mba