Tanggal 10 Mei 2009 kemarin, umur saya genap tiga puluh tahun.
Suatu gerbang usia yang menakutkan buat saya. Bagaimana tidak? Di usia dua puluhan saja -terutama sembilan tahun terakhir- saya sudah mengalami berbagai hal yang sanggup menguras perasaan, hati, mental, keringat, bahkan air mata darah. Hingga saya (hampir) lupa bagaimana rasanya bahagia.
Mulai konflik keluarga yang nyaris membuat kami sekeluarga menjadi gelandangan yang tak punya tempat berteduh, kehilangan seorang yang amat sangat saya (dan adik-adik cintai), padahal ia adalah tumpuan hidup dan tambatan hati kami, juga masalah dahsyat yang membuat saya hampir mengorbankan kebahagiaan Rexy seumur hidup!
Apalagi di usia tiga puluhan ya?
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa di usia ini, saya harus melakukan segalanya lebih keras. Mencari nafkah lebih giat (karena kereta yang saya bawa semakin panjang), menentang arus buruk lebih kuat (karena dalam kehidupan saya, sedang berlangsung arus kuat yang bisa membuat hidup saya makin terpuruk jika terlena untuk menikmatinya), juga harus lebih tegar berdiri agar masa depan bisa tertata lebih baik.
Dulu, saya selalu menempatkan diri satu tingkat di bawah pemimpin. Saya serahkan segalanya pada orang yang saya anggap sebagai pemimpin. Saya tunggu segala keputusannya, juga menanti semua peraturan dibuat olehnya. Serta memperlambat langkah saya agar Sang Pemimpin tidak kalah cepat dari saya.
Namun pada kenyataannya, tidak dapat seperti itu. Yang saya rasakan justru sebaliknya.
Akhirnya saya mengubah pikiran. Saya tidak lagi mau menunggu kereta yang terlambat. Tidak mau lagi memperlambat langkah dengan harapan sesuatu yang saya butuhkan, diantar oleh kereta yang terlambat itu.
Memasuki gerbang tiga puluh ini, saya justru akan mempercepat langkah. Segala sesuatu yang lambat, akan saya babat. Akan saya ambil alih untuk segera diperbaiki. Karena masa depan tidak akan menunggu kita lama-lama. Karena kereta waktu tidak akan pernah berhenti. Karena tidak ada yang bisa diharapkan terlalu tinggi kecuali diri sendiri.
Saya ingin menata masa depan dengan tenang. Tidak diganggu lagi oleh air mata dan segala yang mengikis mental.
Saya akan lebih tegar dalam menjalani hidup berumah tangga, akan lebih produktif dalam dunia tulis-menulis, akan mulai mewujudkan rencana-rencana hebat yang sempat terhambat.
Saya tidak akan menunggu berusia empat puluh tahun untuk memulai hidup. Sebab, usia manusia, siapa yang tahu?
Leave a Reply