Malam Minggu dan tetap harus bekerja? Itu sih, biasa bagi freelancer. Contohnya, malam ini. Di saat semua orang hang out bersama keluarga, saya tetap harus mengerjakan tugas. Lalu, bagaimana kalau pada waktu yang bersamaan, anak minta main ke mall?
Jadi, begini. Setiap malam Minggu, komunitas pecinta diecast (mobil-mobilan yang dibuat menyerupai mobil aslinya), mengadakan acara lomba. Lokasinya di Kalisari, Jakarta Timur. Pesertanya biasanya para penggemar diecast yang sudah sering meraih juara lomba hingga ke tingkat nasional. Selama ini saya nggak pernah mau ikut ke tempat lomba itu, karena waktunya malam hari, bahkan bisa sampai dini hari, dan saya pikir yang datang hanya bapak-bapak Tapi, hari ini beda.

Sejak sore Rexy ingin main diecast di Mall Tamini. Saya agak repot, karena harus mengerjakan pekerjaan yang deadline-nya sudah di depan mata. Otak saya pun langsung berputar, mengingat-ingat lokasi di Mall Tamini yang bisa leluasa menggunakan charger, baik untuk laptop maupun ponsel. Ah, kayaknya nggak ada, deh.
Saya pun membujuk Rexy agar tidak usah ke Tamini hari ini. Sayang, bujukan saya nggak mempan. Rexy ngambek, nangis sesenggukan sambil guling-gulingan di tempat tidur. Saya jadi timbul iba. Sementara, Ayah juga perlu menemui temannya di arena lomba balap diecast.

Sore sudah lewat. Masalah ini belum juga terpecahkan. Akhirnya, Ayah kasih solusi terbaik. Malam ini Ayah mengajak saya dan Rexy ke tempat lomba balap diecast. Saya langsung mengajukan syarat, di lokasi saya harus bisa nyaman bekerja, dengan membawa dua laptop. Ayah langsung mengacungkan jempol. Katanya, itu hal kecil.
Lalu, peralatan perang pun disiapkan. Dua buah laptop berikut mouse-nya, dua buah charger laptop, dua charger ponsel, masuk ke ransel Ayah. Mengapa saya harus membawa dua laptop? Sebab, pekerjaan kali ini membutuhkan aplikasi yang tidak bisa diinstall di laptop kecil saya (baca: netbook). Sedangkan, laptop besar suka restart dengan sendirinya, sehingga saya ngeri ngetik di laptop ini karena takut tiba-tiba “kumat”, sementara saya belum sempat nge-save pekerjaan.

Saya lega. Tiga kepala dengan tiga keperluan dan keinginan yang berbeda-beda, sudah menemukan jalannya. Masalah pun terpecahkan tanpa ada yang merasa “dianaktirikan”. Rexy bisa bermain, Ayah bisa menemui temannya, saya pun tetap bisa kerja.

Jarak lokasi tempat lomba diecast hanya ditempuh 15 menit dari rumah saya. Ternyata, tempatnya asyik. Ada cafe, studio musik, dan toko musik. Bahkan, cafe-nya dilengkapi dengan live music (oh, lagu-lagu yang diputarkan adalah lagu-lagu zaman saya muda!) dan free wifi. Merdekalah saya! Tapi, saya nggak jadi gelar laptop di dalam cafe, karena di sana pengunjung bebas merokok. Saya nggak tahan dengan asap rokok, meskipun asapnya nggak terlihat ngebul-ngebul amat. Saya pun gelar laptop di meja yang ada di halaman ruko, berdekatan dengan arena lomba balap diecast.
Kadang-kadang, saya senyum-senyum sendiri. Satu lagi kelebihan dari pekerja freelance, bisa bekerja sambil (mengajak anak) bermain. Seru, ya!
Sekarang, saya mau mulai bekerja. Yuk, ah!
Hehehe, asyik ya mbak. Emang kalau bekerja online itu mengasyikkan, walaupun kalau bnyak job jadi banyak waktu tersita.
Tantangannya di situ, ya. Kalau lagi banyak job harus bisa bagi waktu. Harus disiplin ketat juga 😀
Kapan ya saya bisa seperti Mbak. *Menghayal dan mengharap*