Saat ke Solo, Kampung Batik Laweyan berada di daftar urut nomor satu sebagai tempat yang harus saya kunjungi. Sudah lama saya penasaran banget dengan tempat ini. Saya kepengen lihat show room sekaligus sentra pembuatan batik dengan jumlah yang banyak dan bernuansa Jawa. Sayangnya keinginan ini dari dulu cuma bisa saya pendam karena belum sempat pergi ke Solo. Ketika saya harus cek lapangan untuk bahan tulisan, barulah saya benar-benar berangkat ke Solo.

Kampung Batik Laweyan mudah dijangkau dari The Sunan Hotel, tempat saya menginap. Baru keluar hotel sudah ada becak yang menawarkan tumpangan. Jadilah saya dan seorang teman jalan-jalan ke Kampung Batik Laweyan naik becak. Ternyata tempat ini sangat dekat dari hotel.
Saya sangat menikmati jalan di Kampung Batik Laweyan. Bapak penarik becak membawa kami menyusuri jalan kecil yang tenang. Di bagian kanan kiri jalan, tembok menjulang seakan mengawal kami selama menyusuri jalan itu.
Kawasan ini sudah menjadi sentra industri batik sejak zaman Kerajaan Pajang, tahun 1546. Sudah tua banget, ya? Justru karena tuanya itulah yang menjadi daya tarik kawasan ini. Saya senang banget lihat gerai-gerai batik yang ada. Gerai-gerai ini menjual berbagai macam batik dengan motif sesuai ciri khas Jawa. Motif parang, kawung, dan truntum adalah tiga di antara banyak motif khas Jawa yang bertaburan di gerai-gerai di sini. Meskipun begitu, ada juga batik dengan motif dari daerah lain, seperti megamendung-nya Cirebon dan batik-batik pesisir.

Jenis batik yang dijual juga bervariasi. Ada batik cap, batik printing, dan tentu saja batik tulis. Nah, kalau kamu hobi ngoleksi batik tulis, datang saja langsung ke Kampung Batik Laweyan. Kamu bisa mendapatkan batik tulis kualitas tinggi dengan harga yang “nggak dimain-mainin”. Iya, serius. Saya pernah dengar cerita orang, dia beli batik tulis entah di mana tapi harganya dimahalin banget. Ya batik tulis harganya memang mahal, tapi nggak segitunya banget juga. Makanya lebih puas belanjanya langsung di sentra batik atau desa wisata batik seperti di Laweyan ini.
Produk berupa batik yang dijual di Kampung Batik Laweyan juga lengkap banget. Ada yang masih berupa lembaran kain, ada yang sudah jadi kemeja, blus, pakaian anak-anak, dan rok. Jangan mengira model-model pakaian itu kuno ala mbah-mbah zaman dulu, ya. Model pakaiannya kekinian banget, kok. Kamu yang senang foto OOTD, coba deh, pakai batik. Ada cape, sackdress, dan kaftan. Keren banget, kan? Saya aja gemes banget lihatnya. Rasanya kepengen beli semua.





Sudah sampai Laweyan, jelas dong harus mblusuk-mblusuk sampai dalam. Arsitektur di daerah ini dipengaruhi oleh gaya Jawa, Islam, Arab, Cina. Banyak gang sempit yang menghubungkan rumah-rumah yang ada di tempat ini. Gang sempit ini juga diapit oleh tembok tinggi di kanan kirinya. Konon, dahulu para juragan batik sengaja membuat tembok tinggi seperti ini agar jurargan batik lainnya yang tinggal di sekitar itu tidak bisa menyontek hasil karya batik yang sudah dibuat. Dulu masing-masing memang punya ciri khas dan batik unggulan sendiri.

Saya menikmati banget jalan di gang-gang sempit ini karena banyak kejutan. Misalnya, jalan di depan tampak buntu, tapi saat ditelusuri, di baliknya ada gerai batik yang bagus banget. Atau, lorong panjang yang tampak sepi, ternyata di ujung sana ada rumah batik yang penuh dengan wisatawan yang sedang belajar membuat batik. Asyik banget, seperti sedang main di labirin ala detektif.



Oh ya, kalau main di gerai-gerai batik yang ada di sini, kalau mau ambil foto, hati-hati, ya. Ada produk yang tidak boleh difoto karena pengusaha batik itu mengangap produk tersebut termasuk produk unggulan. Biasanya sih, yang batik tulis dan terhitung kuno. Ada juga batik tulis yang motifnya sudah dibuatkan hak paten, jadi mereka menjaga agar tidak ditiru. Tapi jangan khawatir, lebih banyak bagian atau produk yang boleh difoto daripada yang tidak, kok.
Selain melihat-lihat dan kalap belanja batik, kamu juga bisa sekalian melihat para pekerja batik yang sedang beraksi. Ada yang sedang menggoreskan malam pakai canting, ada yang mencelup batik ke cairan pewarna, ada juga yang sedang mola (membuat pola batik). Main di sini serasa berada di tempat sakral yang agung. Juga, seperti terbang ke abad lampau dengan sentuhan budaya Jawa yang mengagumkan.



Judulnya menelusuri lorong batik laweyan ya Jeng, wow banget
Iya, Mas Ale. Unik dan antik 🙂
Lorong misterinya kayaknya fotogenic juga ya Mba. Bulan lalu sempet nginep beberapa hari di deket sini padahal, lain kali musti nyempetin keliling kayak Mba Nunik nih kayaknya. Seru ?
Cakeep blusukan gitu yaa aku blom masuk2 banget keburu gempoor..batiknya cantik yaa kebayang kamu histeris nik liatnya hihi
Duuh…mesti kekep dompet erat2 nih klo maen2 ke situ.. Sukaaaa…
Hahaha iya, Mbak. Kalo kalap, bahaya :))
Indonesia memang punya sejuta budaya. Smoga jaya terus batik laweyan yg sangat menginspirasi ??
Baca judul Laweyan langsung mo komentar hahaha. Kadang sedih dengan Laweyan yang sudah minim pengrajin batik tulis. Sebagian produk di showroom mereka pun diambil di Pekalongan. Batik asli yang dibuat mereka hanya segelintir saja, sesuai pesanan. Beberapa tahun Laweyan sudah diresmikan juga sebagai kampung wisata, namun hingga sekarang masih belum mengeliat, workshop batik terhenti begitu saja… Ahh memang Laweyan sudah saatnya bergeser jadi kampung heritage yang tak hanya mengandalkan batiknya lagi…
Oh iya, mbak Nunik kalo ke Laweyan lagi, mesti masuk ke beberapa rumah tua yang sebagian bisa diintip. Menurut saya yang asli Solo, heritage rumah tua tulah yang wajib dibanggain di sana. ?
Wah!!! bagus banget unik dan antik. motif Batiknya bagus- bagus. Kira -kira batiknya udah di pasarkan ke seluruh indonesia belum????
Kayaknya kalau ke sini ngajak orang tua mesti hati2, iyah hati² khilaf buat belanja batiknya, bagus banget liat model²nya.
Masuk list sih, padahal kalo mudik lumayan dekat. Tapi kalo ke Solo malah gak kepikiran mau ke Laweyan
Dari dulu kepengen banget bisa ngebatik tapi gak pernah bisa, harus sabar dan telaten banget! wajar sih kalo batik tulis harganya mahal, karena proses pembuatannya juga gak semudah yang dibayangkan
Laweyan, sepertinya tidak berlorong waktu. Lupa waktu kalau sudah disana….
wih menarik mbk, jadi pengen kesolo
Yuk, ke Solo 😀