Setiap Jum’at, saya mengajar ekskul menulis, di dua sekolah. Pagi, di SDIT Lentera Insan, Radar Auri, Cimanggis. Siang, dj SDIT Nur Hikmah, Jati Melati, Bekasi. Kedua sekolah ini memiliki murid yang berbeda-beda. Semua murid memiliki keunikannya masing-masing.
Di SDIT Lentera Insan, misalnya. Muridnya hanya 10 orang. Tapi, setiap kelas berlangsung, ada saja kejadian yang lucu. Sebut saja A. Dia selalu mengatakan tidak bisa mengerjakan tugas. Atau, B. Dia tetap asyik dengan buku bacaannya, meskipun saya sedang menjelaskan materi atau memberi tugas.
Di SDIT Nur Hikmah, serupa tapi tak sama. Si X selalu membantah setiap saya menjelaskan. Si Y selalu menjawab dengan suara keras, ketika saya menyampaikan contoh-contoh cerita. Ada yang antusias, ada juga yang pendiam banget.
Lalu, bagaimana “menyatukan” mereka yang berbeda-beda?
Caranya, saya selalu memberi tugas yang sama kepada murid-murid. Meskipun tugasnya sama, respon dan kemampuan mereka dalam mengerjakan, berbeda-beda. Setelah mereka tenang, saya akan mendatangi mereka satu per satu. Saya periksa pekerjaan masing-masing. Walaupun awalnya banyak yang protes atau menolak, pada kenyataannya mereka mampu mengerjakan tugas dengan baik.
Ada satu murid yang selalu diam. Tidak banyak bicara, juga tidak langsung mengerjakan tugas. Saya tahu dia punya kemauan keras dalam dunia tulis menulis, sehingga memilih ekskul menulis. Saya selalu memandu anak ini. Saya tanyakan kesulitannya. Setelah didekati secara personal, dia baru dapat mengerjakan tugas.
Lain lagi dengan anak perempuan ceriwis yang satu ini. Dia tidak pernah mau mengerjakan tugas dengan berbagai alasan. Bahkan dia selalu bilang ingin tidur. Juga, mengatakan bahwa dia mau menulis tugas kalau ada hadiahnya. Menghadapi yang seperti ini, biasanya saya diamkan dahulu. Saya biarkan dia tidak mengerjakan tugas. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Semakin dicueki, dia tampak semakin merasa tidak enak. Akhirnya, pada menit-menit terakhir, dia mengerjakan tugas sampai selesai. Anehnya, anak ini tidak perlu tambahan waktu untuk mengerjakan tugas hingga tuntas.
Begitulah keriuhan yang saya alami setiap hari Jum’at. Tujuan saya hanya satu, ingin mencerdaskan anak bangsa, melalui dunia menulis.
Hwaaaahh mbak nunik keren bangeet punya pekerjaan yg mulia. mdh2an langkah kecil ini bisa bantu adek2 pinterrrrr, aamiin ^^
Aamiin. Pengennya mereka senang menulis, buat bekal masa depan, Mbak Nesa.
niat yang mulia mba…lanjutkan…apalagi mengajar anak itu beda2 jadi isa lebih paham sama anak ya..
btw kereeeennn sekaliii dikau ngajar nulis :”)
Ilmunya juga bisa diterapkan untuk ngajar anak di rumah, Cha. Hehehe
Seru banget, Nik. Kalau yang kemarin (yang mesti sekian jam perjalanan) itu di SD mana, Nik?
Itu SDN Banyuasih Pandeglang, Mbak. Hebat banget tuh mereka π
Waahhh seru yaaa menghadapi anak-anak. Saya belum pernah menangani anak-anak. Biasanya cuma mahasiswa π
Aku kebalikan. Belum pernah menghadapi mahasiswa. Kapan2 ajari ngajar mahasiswa ya π
seruuuuu deh bunda nunik utami. metode yang harus di jalani, seorang guru harus punya rasa sabar dalam mendidik dan jangan menjadi guru yang terkesn menggurui yang akan membosankan bagi si murid. tetaplah istiqomah dalam mengajar.
Terima kasih, Mas Mukhofas. Ngajar anak-anak memang mengasyikkan π
Pendekatan secara personal memang paling efektif ya mak π
Betul, Mak. Namanya juga anak-anak, ya. Beda-beda dan semuanya unik π