Kali ini saya membahas lagi tentang kusta. Fakta bahwa masyarakat Indonesia masih ada yang terjangkit kusta membuat saya jadi ingat lagi dengan penyakit ini. Belasan tahun yang lalu penyakit kusta memang menjadi penyakit yang banyak dibicarakan di masyarakat, karena di sekitar kita banyak sekali orang yang terjangkit penyakit ini.
Yang saya masih ingat adalah stigma tentang penyakit kusta. Sebagian masyarakat percaya bahwa penyakit kusta itu adalah kutukan. Ada juga yang menganggap bahwa penyakit kusta itu hukuman bagi orang orang tertentu. Padahal penyakit kusta sama seperti penyakit-penyakit lainnya yang bisa saja terjadi. Penyakit ini juga bisa sembuh apabila pengobatannya dilakukan dengan cepat, setelah terdeteksi gejala.
Saya tahu lagi info tentang kusta ini dari siaran radio KBR beberapa waktu lalu. KBR menyiarkan tentang kusta yang tema utamanya adalah tentang menjauhi stigma, tapi jangan menjauhi penderita kustanya.
Orang yang pernah menderita kusta itu cenderung mengalami disabilitas Ada yang jari-jari tangannya seperti terkikis atau kakinya menjadi tidak normal terutama di bagian-bagian jarinya karena termakan oleh penyakit tersebut. Bahkan ada juga orang yang harus diamputasi.
Waspadai Gejala Kusta
Siaran KBR berupa talkshow Ruang Publik kali ini menampilkan dr. Astri Ferdiana dan Al Qadri, Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional yang juga merupakan Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Dr. Astri memberikan edukasi agar stigma yang selama ini beredar di masyarakat, tidak terus berkembang.
Ibu Dokter itu juga memberi info, gejala kusta ini mirip dengan penyakit kulit panu, yaitu berupa bercak kulit berwarna merah atau putih. Bercak ini bisa berada di kulit tubuh bagian mana pun. Bercak ini sama sekali tidak terasa sakit. Bahkan jika disentuh pun kulit sama sekali tidak terasa. Kalau menemukan keadaan seperti ini, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter agar mendapat kepastian itu gejala kusta atau bukan.
Pak Qadri juga menceritakan pengalamannya. Dia mengalami gejala tersebut ketika terinfeksi kusta pada umur 6 tahun. Saat itu kulitnya juga mengalami mati rasa. Bakteri Mycobacterium leprae telah menginfeksi sehingga Pak Qadri tidak bisa terhindar dari kusta. Namun, Pak Qadri berhasil sembuh dari penyakit tersebut.
Sayangnya sampai saat ini belum ada vaksin penyakit kusta. Namun, pemerintah sudah antisipasi dengan menyediakan obat untuk mencegah kusta. Ada dosis untuk dewasa dan dosis anak-anak hingga usia 15 tahun. Pemerintah menyediakan juga Multidrug Therapy (MDT) yang bisa didapat di puskesmas secara gratis.
Jauhi Stigmanya, Bukan Penderitanya
Seperti penderita kusta lainnya, Pak Qadri mengalami diskriminasi. Masyarakat masih percaya stigma, sehingga Pak Qadri mengalami kejatuhan mental. Pak Qadri mengalami berbagai hal seperti ditolak oleh pihak sekolah, dijauhi teman-teman, dan banyak hal lainnya. Dampak mental ini bukan hanya dirasakan oleh Pak Qadri sebagai penderita kusta, tetapi juga keluarganya. Bahkan menurut Pak Qadri, penyakit kusta tidak terlalu terasa sakit, tetapi beban mentalnya sangat berat. Apalagi, setelah penderita kusta sembuh, stigmanya masih tetap melekat.
Adanya stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap orang orang yang pernah mengalami kusta menyebabkan para. Survivor itu jadi menutup diri. Hal itu juga yang menjadi penyebab penyakit kusta di Indonesia ini sulit dideteksi dan dibasmi sampai tuntas. Saya saja kaget sendiri. Saya pikir penyakit kusta itu sudah tidak ada. Ternyata angka penyandang kusta itu. Justru meningkat.
Dari sinilah disadari bahwa stigma terhadap penderita kusta harus dihilangkan. Masyarakat harus mendapatkan edukasi bahwa penderita kusta, baik yang masih berjuang untuk sembuh maupun yang sudah sembuh, berhak mendapat perlakuan baik dan tidak mendapat perlakuan diskriminatif lagi.
Sudah seharusnya kita semua menjauhi stigma yang berkembang di masyarakat mengenai penderita kusta. Mereka juga berhak hidup normal. Mereka berhak menjalani kehidupan seperti orang-orang yang tidak mengalami kusta.
Jadi, kita pun bertanggung jawab mengedukasi masyarakat hingga akhirnya tidak ada lagi stigma yang membuat penderita kusta menjadi terbebani mentalnya. Semua bermula dari diri kita sendiri.
Leave a Reply