Ketika mengajak anak main ke suatu tempat, terutama kalau akan main di tempat itu dalam waktu berjam-jam, hal pertama yang saya lakukan adalah memastikan tempat itu bebas asap rokok. Pengalaman mengajarkan pada saya bahwa, keluarga yang tidak merokok sama sekali pun bisa terkena penyakit mengerikan yang biasanya diidap oleh orang yang rutin merokok.
Saya tahu banget bahwa anak harus dihindari dari rokok semaksimal mungkin. Seluruh dunia, bahkan organisasi dunia seperti World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa rokok adalah benda yang mematikan. Di bungkus rokok pun sengaja diberi tulisan “rokok membunuhmu”. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun seharusnya jauh dari benda tersebut.
Meskipun demikian, ada pihak yang justru menggunakan anak sebagai media untuk mempromosikan rokok. Hal ini saya ketahui dari akun Facebook Kantor Berita Radio – KBR. Di sini Yayasan Lentera Anak (YLA) mendapatkan temuan tentang audisi beasiswa bulutangkis yang disponsori oleh salah satu merk rokok terbesar. Program ini sudah berjalan sekitar 10 tahun. Pada audisi ini, sekitar 23 ribu anak dikumpulkan, lalu diaudisi untuk mendapatkan beasiswa badminton. Di antara sekian ribu anak tersebut, kesempatan mendapatkan beasiswa hanya untuk 200-an orang.
Selama melaksanakan audisi, ribuan anak tersebut wajib memakai kaus khusus. Kaus itu benar-benar serupa bungkus rokok merk tersebut. Bahkan di bagian dada tertulis merk rokok tersebut dengan huruf besar-besar. Di sinilah YLA menganggap bahwa anak-anak sudah menjadi iklan berjalan bagi merk rokok tersebut. Lebih jauh lagi, itu berarti merk rokok tersebut telah melakukan eksploitasi anak sebagai media promosi rokok.
Pada acara talkshow di KBR, hadir dua narasumber yaitu Reza Indragiri (Pakar Psikologi Forensik Yayasan Lentera Anak) dan Nina Mutmainah Armando (Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia).

WHO menyatakan bahwa di dalam dunia kesehatan, banyak terdapat kejadian yang merupakan ironi yang sempurna. Reza mengatakan, dengan adanya anak-anak yang mempromosikan rokok, apalagi acara ini adalah program corporate social responsibility (CSR) yang notebene adalah bentuk pertanggungjawaban sosial dari sebuah perusahaan kepada masyarakat, berarti sah sudah pernyataan WHO tersebut. Bagaimana mungkin benda yang dipandang sebagai salah satu benda paling mematikan di dunia justru mencoba membayar itu semua dengan program yang disebut sebagai pertanggungjawaban sosial? Di sinilah letak ironinya.
Menurut Reza pun, perusahaan rokok tersebut memberikan sebutan yang luar biasa, tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Pada ajang audisi dikatakan bahwa perusahaan rokok tersebut memberikan beasiswa pada anak-anak yang berprestasi dalam bidang olahraga badminton. Pada akhirnya, jumlah anak yang direkrut sebagai binaan, sangat tidak sebanding dengan nama besar yang digunakan program tersebut yaitu hanya 0,01 % dari jumlah anak yang dikumpulkan. Sungguh sangat berlebihan jika dikatakan sebagai ajang pencarian bakat nasional.
Masih menurut Reza, dengan anak-anak yang menggunakan seragam bertuliskan merk rokok, mengikuti kegiatan yang disponsori oleh rokok, berada di lingkungan dengan banner, baliho, serta atribut lain yang berhubungan dengan rokok, akan membentuk anak-anak tersebut menjadi dekat dengan rokok. Rokok pun akan menjadi hal yang biasa dan wajar dikonsumsi.
Menyimak acara talkshow ini, saya ikut sedih. Di samping itu juga khawatir. Sebab, saya termasuk orang yang mewanti-wanti agar anak nantinya tidak merokok. Semua demi kesehatan dia dan keluarganya kelak.
sedih ya kalau anak dieksploitasi begitu 🙁
-Traveler Paruh Waktu