Mendengar kata AIDS, bulu roma pasti merinding. Penyakit mematikan,
citra pergaulan yang tidak benar, seks bebas, dan pemakai narkoba.
Seperti diistilahkan Syafrina dalam novelnya ini, ‘penyakit kutukan’.
Lantaran itu, para penderitanya dikucilkan seakan mereka pendosa tak
berampunkan.
Jujur, menyimak cerita Dengan Hati membuat saya bertanya-tanya: berapa
persenkah kontribusi personal Syafrina dalam karakter Mila di sini?
Pernahkah ia merasakan kecanggungan serupa? Tapi tentu saja, ada yang
lebih penting untuk dipahami. AIDS dan segala akibatnya,
sejelas-jelasnya. Proses penularannya, gejala-gejalanya, dan
sebagainya.
Dalam bingkai percintaan, Syafrina mengajak kita lebih bijak memandang
dunia agar kaum ODHA tidak lagi dipandang sebelah mata atau
dilontarkan ke tempat paling pojok di tempat kita hidup. Cinta pada
sesama manusia, pada sahabat, pada lawan jenis, pada orangtua,
bertaburan menguatkan langkah-langkah setiap manusia yang dihadang
problematika. Sebagaimana yang sering dikatakan orang, luka fisik
dapat dipulihkan dengan dukungan moril meski tak serta-merta menjadi
pencegah kematian. Maut itu sendiri pasti menjemput, bagaimana pun
cara dan medianya.
Dengan bahasanya yang renyah, Syafrina tidak menggurui pembaca. Ia
benar-benar bercerita. Kisah menyentuh ini menjadikan Dengan Hati
novel metropop yang istimewa.
Note : Diikutsertakan dalam lomba resensi buku “Dengan Hati” karya Syafrina Siregar
Leave a Reply