• Home
  • About
  • Contact
  • Portfolio
  • Secret!

Nunik Utami

Menulis adalah Merekam Jejak untuk Anak Cucu

  • Artikel
    • Beauty
    • Events
    • Fashion
    • Healthy
    • Tips
  • Finance
  • Parenting
  • Review
    • Book
    • Food
    • Film
    • Hotel
    • Place
    • Product
  • Travel
    • Indonesia
    • Malaysia
    • Thailand
    • Singapore
  • Working
    • Writer
    • Editor
    • Blogger
    • Trainer
  • Story
    • Cerpen
    • Dongeng
  • Savana Hijab
    • Hijab Tutorial
You are here: Home / Artikel / Aku Benci Mamak

Aku Benci Mamak

November 30, 2011 Nunik Utami 14 Comments

 

Aku memanggilnya mamak. Bukan mama (tanpa ‘k’), juga bukan mamah (dengan ‘h’). Kalau aku bercerita tentang Mamak, pasti kamu akan menghujatku. Namun, biarlah. Akan kuceritakan semuanya di sini.
Aku benci Mamak. Hidupnya selalu penuh kesulitan. Apa-apa dibuat sulit. Apa-apa tidak diambil mudahnya. Contohnya? Banyak.
Setiap salat, Mamak tidak mau memakai mukena barunya. Dia setia —bahkan terlalu setia— pada mukena butut yang sudah dimiliki sejak aku balita. Mukena itu sudah lusuh. Modelnya sudah kuno. Warnanya sudah kusam karena kainnya sudah usang. Padahal Mamak punya mukena baru. Kalau kutanya mengapa selalu memakai mukena jeleknya, Mamak hanya menjawab: agar mukena barunya awet. Duh, aku kesal.
Saat kuajak ke toko pakaian, Mamak menggeleng ketika kusodorkan baju yang menurutku cocok untuknya. Kupikir Mamak tidak suka dengan modelnya. Namun, ketika kutawarkan model lain, Mamak kembali menggeleng. Begitu juga saat kusodorkan warna dan corak lain. Lagi-lagi Mamak menggeleng. Aku jengkel. Seleranya susah amat, sih, gerutuku.
Suatu hari Mamak menginginkan guci untuk pajangan. Pergilah kami ke toko khusus penjual guci. Mamak memilih-milih. Aku mendengarkan Mamak menawar. Setelah itu Mamak pindah ke pedagang sebelahnya. Saat kutanya mengapa pindah, Mamak menjawab, “Harganya kemahalan lima ribu rupiah. Aku geleng-geleng. Hanya lima ribu rupiah, mengapa harus pindah ke pedagang lain yang artinya harus menawar dari awal? Buang-buang energi saja, pikirku.
Mamak terus berpindah dari pedagang yang satu ke pedagang yang lain. Dari lapak yang satu ke lapak yang lain. Dengan sekuat tenaga, Mamak menawar harga guci itu habis-habisan. Hampir seluruh penjual guci kami datangi. Padahal hanya membeli satu guci. Akhirnya Mamak berhasil mendapatkan guci yang harganya sepuluh ribu rupiah lebih murah dari penjual guci pertama. Fiyuhhh … Sudah harganya tidak jauh beda, kaki pegal pula karena harus berkeliling. Saat itu aku berpikir betapa iritnya ibuku ini.
Mamak juga ‘susah’ dalam hal masak-memasak. Mamak tidak pernah mau memasak kalau bumbunya ada yang kurang. Meski hanya kurang satu ruas jahe atau kunyit, Mamak akan menyuruh aku atau adik-adikku keliling pasar. Kalau perlu, pindah ke pasar lain jika di pasar pertama bumbu itu tidak berhasil didapat. Kata Mamak, kalau masakan kurang satu bumbu saja, rasanya tidak enak. Ah, nggak segitunya, kali, pikirku waktu itu.
Mamak “mempersulit” hidupnya lagi saat dia berbelanja. Mamak sangat kuat menenteng kantung plastik yang penuh belanjaan, di kedua tangannya. Aku yang melihat tangan Mamak sampai keluar urat-uratnya akibat mengangkat belanjaan yang berat —dan membawanya dengan berjalan kaki sejauh hampir satu km —, geleng-geleng . Padahal di depan sana banyak ojek yang siap mengantar. Ongkosnya murah, kok. Hanya Rp. 5.000 sekali antar. Ketika kutanya mengapa Mamak tidak naik ojek, jawabnya: nggak, ah, sayang uangnya. Ya ampuun ….
Aku benci pada sikap Mamak. Mengapa harus bersusah payah membawa beban berat kalau ada ojek? Mengapa harus kelelahan mencari bumbu yang langka kalau bumbu siap pakai bisa didapat dengan mudah? Mengapa harus menawar harga sekuat tenaga kalau harga yang didapat hanya selisih lima hingga sepuluh ribu rupiah?
Tiba-tiba dunia berputar. Roda kehidupan seperti terbalik. Mamak yang kuat berkeliling toko untuk membeli satu buah guci, yang tahan berjam-jam keliling pasar hanya untuk mencari satu bumbu, yang sanggup berjalan kaki ratusan meter sambil menenteng belanjaan berat, kini tidak berdaya.
Jangankan keliling toko untuk mencari guci, berdiri saja Mamak tidak mampu. Jangankan keliling pasar selama berjam-jam, bangun dari tempat duduk saja Mamak harus digandeng. Jangankan berjalan kaki ratusan meter sambil membawa beban, melangkah ke kamar mandi saja Mamak harus dibantu. Ya, kanker paru-paru merebut kesehatan dan kekuatan mamak.
Aku semakin membenci Mamak. Kali ini disertai penyesalan. Inilah akibatnya kalau hidup terlalu ‘susah’. Mamak terlalu idealis. Terlalu mengikuti ‘aturan’. Aku marah besar. Penyesalanku tidak pernah berhenti. Mengapa dulu, sewaktu Mamak masih sehat, aku tidak melarang keras Mamak melakukan hal-hal yang terlalu membuatnya lelah?
Mamak yang selama ini sigap, kini lemah tak berdaya. Namun, saat tidak berdaya itulah aku mendapatkan jawaban atas segalanya.
Aku duduk di damping Mamak. Dalam suasana yang tenang, Mamak memberi tahu sesuatu yang membuatku terkesiap. Selama ini Mamak sengaja memangkas segala kesenangan dan kemudahan hidupnya, agar kehidupan lain dapat terus berjalan.
Mamak sengaja memakai mukena lama, agar mukena baru bisa tahan lama. Dengan begitu, uang untuk membeli mukena baru dapat digunakan untuk membeli seragam sekolah adikku. Mamak ikhlas  berjalan jauh dengan beban berat, agar uang yang seharusnya untuk ongkos ojek, esok harinya dapat digunakan untuk membeli sarapan aku dan adik-adik.
Mamak sengaja menolak baju-baju yang aku tawarkan di toko, agar aku bisa punya tabungan. Mamak sengaja gigih menawar barang di pasar —meskipun hanya selisih lima hingga sepuluh ribu rupiah— agar dapat mengumpulkan uang untuk membayar tagihan listrik, membayar uang bulanan sekolah, dan untuk melanjutkan hidup. 
Mamak juga sengaja menjelajahi pasar mencari bumbu dapur agar dapat menghidangkan makanan paling lezat untuk kami sekeluarga.
Sekuat tenaga kutahan agar bendungan di mataku tidak jebol. Betapa bodohnya aku. Betapa salahnya aku menilai Mamak. Betapa aku tidak mengenal orang yang sehari-hari berhadapan denganku.
Rasa benciku pada sikap Mamak, berganti menjadi benci pada diri sendiri. Penyesalanku semakin menjadi. Kalau saja aku tahu dari dulu, aku tidak akan membiarkan Mamak berpikir dan bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Sikap yang membuatnya terserang penyakit berat. Akhirnya, Mamak berpulang di usia yang masih terbilang muda, 44 tahun.
Kalau kamu ingin marah padaku, silakan. Aku ikhlas. Kesalahanku memang fatal: membenci sikap Mamak tanpa sedikit pun mencari tahu alasan dia berbuat seperti itu. Ibarat lilin, Mamak rela ‘terbakar’ demi menerangi sekitarnya.
Note : dalam rangka mengikuti Kontes Cerita Ibu Tercinta (Please Look After Mom)-Gramedia

Artikel

About Nunik Utami

Penulis, Editor, Trainer Penulisan, Mommy.

Comments

  1. Greiche/Gege/Grey says

    November 30, 2011 at 09:19

    Nuniiikkkk, jadi pengen nangiiiisss bacanyaa huhuhu :(((((

    Reply
  2. Nunik Utami says

    November 30, 2011 at 09:52

    Cup cup Gege …. Nanti aku jadi ikutan nangis lagi. Hehehehe 😀

    Reply
  3. Mawar Angelina says

    November 30, 2011 at 10:58

    simple end suit dear… love it, 🙂

    Reply
  4. Nunik Utami says

    November 30, 2011 at 13:49

    Mawar, lo harus coba ikut-ikut nulis yang kayak gini, Bu. Sebagai permulaan kegiatan menulis lo 😀

    Reply
  5. Iman says

    November 30, 2011 at 15:21

    Jujur… saya gerimis nih baca postingan ini. Baguuuusss banget!!!#ambiltissue

    Reply
  6. Nunik Utami says

    December 1, 2011 at 03:27

    Eh, Mas Iman. Hehehe, ma kasih banget, Mas. Jadi malu, nih 😀

    Reply
  7. mirmayf says

    December 6, 2011 at 05:05

    sedih 🙁

    Reply
  8. Nunik Utami says

    December 7, 2011 at 07:07

    Mbak Mirma, hehehe

    Reply
  9. zee-flp says

    December 7, 2011 at 23:24

    huaaaaaa….T_T

    Reply
  10. Nunik Utami says

    December 8, 2011 at 01:19

    Kenapa, Zee? 😛

    Reply
  11. Rini Nurul Badariah says

    December 13, 2011 at 23:23

    Keren banget Nik, pantas bisa menang:D

    Reply
  12. Nunik Utami says

    December 16, 2011 at 08:11

    Hihihihi, ma kasih, Mbak Rini. Malu ahh 😛

    Reply
  13. Ratih Soe says

    December 31, 2011 at 10:09

    Co cweet. You mom must be so proud of you *_^

    Reply
  14. Nunik Utami says

    January 1, 2012 at 13:12

    Hehehehe, Ratih bisa aja 😛

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Search Here

Welcome

Penulis, Editor, Trainer Penulisan, Mommy. More…

  • Email
  • Facebook
  • Google+
  • Instagram
  • LinkedIn
  • Twitter

Archive

Top Posts & Pages

  • Pertanyaan yang Sering Muncul Tentang Menerbitkan Buku
  • Pijer? Apa itu?
  • Paket Freedom Internet IM3 Ooredoo, Kuota Habis, Pulsa Tidak Terpotong
  • Kulkas 2 Pintu Terbaru dari Panasonic, Ini Kelebihannya
  • Myeongdong, Tempat Belanja Kosmetik Murah di Korea

Subscribe to Blog via Email

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 4,056 other subscribers

Follow Instagram @nunikutami

nunikutami

Writer

Nunik Utami Ambarsari
Iya nih, oseng-oseng mercon memang ngangenin sekal Iya nih, oseng-oseng mercon memang ngangenin sekaligus nakutin. Disebut mercon, karena masakan ini dibuat sangat pedas. Saya sering pengin makan oseng mercon. Suka sih, masakan pedas, tapi sekadarnya aja. Hanya ada rasa pedasnya. Bukan pedas yang pedas banget sampai-sampai malah jadi nggak bisa nikmatin makanannya. 

Oseng-oseng mercon ini bahan utamanya bervariasi. Ada yang menggunakan daging sapi dicampur tetelan, ada yang pakai sandung lamur (daging sapi yang banyak lemaknya), ada juga yang menggunakan kikil. 

Yang di foto ini adalah daging sapi dicampur tetelan. Saya makannya di Kampoeng Mataraman. Enak nih, pedasnya nggak gila-gila amat. 

Dulu di sini makannya sistem prasmanan. Ada penyewaan jarik dan kebaya juga, buat foto-foto di tempat. Sejak pandemi, makannya nggak prasmanan lagi. Nggak ada penyewaan baju-baju Jawa juga. Malah, minggu lalu saya lewat lagi, resto ini tutup. 

Mudah-mudahan kondisi segera membaik. PSBB/PPKM segera berakhir. Biar semua resto di Jogja (dan seluruh dunia) buka lagi seperti biasa.

#osengmercon #kulinerjogja #jogjafood #lifeinjogja
Terbang. Terasa banget, waktu berjalan sangat cepa Terbang. Terasa banget, waktu berjalan sangat cepat, seperti terbang. Kata seorang sahabat, hidup di Jogja bisa terbawa santai. Ritme hidup lebih lambat. Pada kenyataannya, setelah menjalani hidup di kota kelahiran ini, produktivitas saya meningkat. Semua berawal dari rasa semangat. Di sini, kalau capek, istirahatnya nyusurin jalan yang masih banyak hijau-hijaunya. Deretan pohon yang subur, hamparan sawah yang padinya mulai menguning, enak banget buat dipandangi lama-lama. Enak banget buat dihirup udaranya. Kalau mau menikmati Jogja dari ketinggian seperti di foto ini, ya bisa juga. 

Yuk, semangat! 😍

#jogja #yogyakarta #lifeinjogja #lifelessons
Langsung belanja ahh besok! . Reposted from atome. Langsung belanja ahh besok!
.
Reposted from atome.id
.
Siapkan Valentine yang berkesan buat doi dengan atome.id !
.
Reposted from amandacaesaa
.
Happy Valentine!
.
Buat kamu yang lagi menyiapkan kado spesial untuk orang kesayangan kamu atau kado untuk diri kamu sendiri, kebetulan banget nih!
.
Masih ada promo spesial di store sephoraidn dan markandspencer_id khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
.
Kalau kamu belanja pakai atome.id senilai minimal 500 ribu, kamu langsung dapat voucher diskon MAP senilai 100 ribu.
.
Tapi promo ini berlaku cuma sampai hari Minggu 14 Februari. So, jangan sampai terlewatkan ya!
.
Oh iya! Pembayaran pakai Atome itu bunganya 0%, bisa cicilan 3 dan 6 bulan, tanpa perlu DP juga.
.
Belanja kado spesial pakai atome.id dan nikmatin promonya.
.
#Atome
#SephoraIDN
#MarkAndSpencer
#TimeToOwnit
Sehat itu anugerah luar biasa. Kalau sehat, kita b Sehat itu anugerah luar biasa. Kalau sehat, kita bisa melakukan apa saja untuk memutar roda kehidupan. Cari nafkah, mendidik anak, bergaul dengan teman-teman, baca buku, nyoba resep masakan, ngepoin instagram seleb, nonton drakor. Pokoknya semuanya.

Sayangnya kita suka lupa. Ketika sehat, lupa bahwa kesehatan itu perlu dijaga. Ketika sakit, baru tersadar kesehatan itu mahal harganya. Selain olahraga teratur dan cukup istirahat, tubuh juga butuh suplemen multivitamin terutama ketika menu makan kita kurang variatif, jarang makan buah & sayur serta tetap harus beraktivitas di luar rumah di masa pandemi ini. 

Karenanya, saya minum Therabex dari Combiphar, satu kaplet sehari setiap pagi. Kualitasnya tak perlu diragukan lagi karena Therabex telah dipercaya Indonesia sejak tahun 1985 & terdaftar di BPOM. Kandungan vit C 500 mg & 6 vit B kompleks dalam Therabex setia menjaga daya tahan tubuh keluarga di tengah pandemi. 

Therabex ini jg sugar-free jadi cocok buat mereka yang mengidap diabetes dan yang terpenting harganya ekonomis. 1 box family pack isi 100 seperti ini bisa untuk konsumsi 3 anggota keluarga selama 1 bulanan.

Nah, kalau Moms yang lain gimana? Sudah minum vitamin hari ini? Therabex nya lagi diskon 15% + ada potongan voucher toko Rp 5.000 lho di Combiphar Official Store di Shopee & Tokopedia. Tapi, kuota vouchernya terbatas nih. Jadi sebaiknya beli sekarang deh, takutnya kehabisan.

#TherabexSetiaMenjaga #Sejak1985 #MultivitaminKeluargaIndonesia #KarenaKeluargaNo1
Aktivitas saya mendukung banget untuk di rumah saj Aktivitas saya mendukung banget untuk di rumah saja. Ngedit novel, bikin naskah komik, jadi juri lomba, dan ngurusin batik, semuanya menyenangkan. Meskipun hujan terus selama belasan jam, tetap aja betah di rumah.

Nanti kalo matanya udah terasa capek karena kelamaan ngeliatin gadget, baru deh, butuh ke luar rumah. 

Mumpung saat ini lagi nggak hujan, jalan-jalan, deh, sambil momong bocah, sambil nyari makanan, sambil ngafalin jalan. Btw, sekarang kalo ke mana-mana udah nggak pake GPS. Udah hafal sebagian jalan utama. 

Hmmm ... Penasaran sih, pengen nyoba ke Solo bawa motor. Etapi, bocahnya malah minta ke Semarang. Lhaaa... Ke Solo aja belum tentu berani, je 😅

#lifeinjogja #yogyakarta #hometown
Buat alternatif menu sarapan, nih. Sego pecel. Nas Buat alternatif menu sarapan, nih. Sego pecel. Nasi, pecel, telur dadar, peyek rebon. Rp10 rb, sudah termasuk teh manis anget.
Saya makannya di Jl. Kaliurang Km 11. 

#kulinerjogja #menusarapan #sarapandijogja
Load More... Follow on Instagram

Join Us

 Blogger Perempuan
PRchecker.info

Lets Eat

Tag

batik belanja online blog budaya buku cerpen editor fashion film financial planner finansial freelancer hijab hijab tutorial hotel hukumonline hukumpedia indonesia jalan-jalan jawa tengah jilbab kerudung kesehatan keuangan kuliner liburan lombok makanan enak menerbitkan buku mobil muslimah parenting pashmina penulis properti restoran savana hijab seni toko online traveling travelling voucher diskon wisata Writer yogyakarta

Posting Terbaru

  • Green Jobs, Peluang Kerja Sambil Memelihara Lingkungan
  • Penggabungan FWD Life dan FWD Insurance Serta Inspirasi Every Heroes
  • Review Kelebihan dan Kekurangan Realme XT
  • Bisnis Online, Sudah Saatnya Melatih Para Pelaku UMKM
  • Tinggalkan yang Lalu, Sambut 2021 dengan Resolusi Baru

Komentar Terbaru

  • Oca on Menjelajah Sumatera Utara Bersama Anak Tercinta
  • Caroline Adenan on Green Jobs, Peluang Kerja Sambil Memelihara Lingkungan
  • Telkom University on Lewat Pintaria, Kuliah Sambil Kerja Jadi Mudah Terlaksana
  • Nunik Utami on Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie
  • Catur on Perbedaan Antara Penerbit Mayor dan Indie
Copyright © 2021 Nunik Utami · Part of Blogger Perempuan. built on the Genesis