….. Ulang tahun pernikahan saya yang ke lima.
Saya ingat tanggal itu. Dan memang tidak akan pernah lupa. Tapi tahun ini, saya ingin melalui tanggal itu dengan hanya merenung. Ya, HANYA merenung, tanpa ucapan selamat, tanpa perayaan khusus, tanpa ada nuansa ulang tahun.
Baru lima tahun menjalani pernikahan, ujian yang saya terima sudah begitu berat. Badai itu begitu keras menghantam. Merusak ketenangan, menghancurkan hidup saya, juga memporak-porandakan perasaan, cita-cita, dan cinta saya.
Ujian itu memang terlalu berat hingga mampu mengubah saya. Mampu membuat saya terlempar dan mundur ribuan meter ke belakang. Padahal untuk maju, saya harus merangkak pelan-pelan, selangkah demi selangkah, hingga menjadi saya yang sekarang. Tapi untuk mundur, hanya perlu waktu secepat kilat!
Lima tahun menjalani pernikahan, rasanya semu, sebab dua tahun belakangan, ada perempuan lain yang mengisi hidup pasangan saya. Saya memang terlalu bodoh, terlalu percaya pada pasangan, sehingga saya tidak tahu apa yang dilakukan pasangan saya TEPAT di depan muka saya.
Saya memang terlalu konsentrasi mengurus anak dan terlalu banting tulang bekerja membantu suami mencari nafkah, hingga saya tidak sempat melihat, mencium, mendengar, meraba, sehingga saya tidak tahu bahwa orang yang saya bantu mati-matian, justru melukai hati saya.
Saya memang sempat bertekad bulat mengakhiri pernikahan ini, tapi lagi-lagi perempuanlah yang harus berpikir panjang, membuang jauh-jauh rasa sakit hati, membuang jauh-jauh apa yang dinamakan perasaan, membuang jauh-jauh egois, dan perempuan jugalah yang harus memikirkan anak dan masa depannya, serta perempuanlah yang harus selalu lapang dada memaafkan setiap kesalahan laki-laki, Juga harus rela terus hidup bersama laki-laki yang telah menyakiti.
Saya sama sekali tidak bisa membayangkan jika hal yang terjadi adalah sebaliknya. Saya bisa memastikan, kalau yang membuat malapetaka adalah saya, pasti saya sudah dilempar jauh-jauh.
Di usia pernikahan yang ke lima ini, saya tidak lagi memiliki rasa optimis. Saya tidak bisa lagi membayangkan sesuatu yang jauh di depan sana. Saya takut kecewa lagi. Saya hanya bisa menjalankan satu langkah yang ada di depan, untuk kemudian menjalankan satu langkah berikutnya. Sungguh jalan di depan sana, sangat buram.
Satu pelajaran besar yang saya dapatkan : saya tidak mau lagi terlalu banyak berkorban, karena orang yang saya bela mati-matian akan dengan mudah menjadi bumerang buat saya.
Selamat ulang tahun, meskipun tepat ditanggal itu, insiden besar kembali mengguncang hati, hingga rasanya sudah tidak ada jalan lagi….
Saya lega ulang tahun pernikahan kemarin berhasil saya lalui dalam hati saya saja…
Leave a Reply