Suatu hari, adik saya, Kiki, baru pulang dari Banjarmasin. Ia mengeluarkan oleh-oleh berupa lembaran-lembaran kain. Meskipun tak mengerti kegunaannya, harus saya akui bahwa motif dan warna kain-kain itu sangat indah.
Sebelumnya juga sama. Sewaktu pulang dari Palembang, adik saya itu membawa oleh-oleh kain bercorak dengan warna-warna yang terang.
Saat itu saya terheran-heran. Buat apa kain-kain itu? Apa istimewanya?
Pertanyaan saya terjawab ketika saya menemukan situs web http://kainikat.com. Web tersebut menawarkan pernak-pernik yang terbuat dari kain ikat. Kain-kain itu tidak lagi berupa lembaran-lembaran, melainkan sudah menjadi syal cantik, kain pantai, bahkan ada yang sudah dijadikan tas. Yang membuat saya takjub, motif dan jenis kain ikat tersebut sama dengan kain-kain yang dibawa oleh adik saya.
Kain ikat adalah kain yang proses pembuatannya dengan cara ditenun. Benang yang digunakan adalah benang pakan atau benang lungsin atau kombinasi dari kedua benang tersebut (yang disebut dengan tenun ikat ganda). Dinamakan kain ikat karena pada prosesnya, sebelum mulai ditenun, helai-helai benang diikat menggunakan tali plastik sesuai dengan corak yang akan dibuat. Setelah itu kain tersebut dicelupkan ke dalam zat pewarna. Nah, bagian yang diikat itu tidak ikut terkena pewarna.
Melihat berbagai motif kain ikat di web http://kainikat.com membuat benak saya membayangkan para perajin kain-kain tersebut. Ternyata hampir di seluruh wilayah Nusantara memiliki kain tenun ikat dengan ciri khas masing-masing.
Kain Pelangi dari Palembang
Terbuat dari kain tenun katun atau sutra biasa. Yang membuat kain ini istimewa adalah teknik pembuatan coraknya. Kain ini dibuat dengan teknik tritik, yaitu pembentukan corak dengan cara menjelujur kain membentuk corak-corak linear. Setelah itu benang yang membentuk corak tersebut ditarik untuk menghalangi menyerapnya warna saat proses pencelupan. Kain Pelangi ini biasanya dibuat setelan busana wanita yang terdiri atas kain, baju kurung (atau kebaya), dan selendang.
Kain Lurik dari Yogya
Dahulu, kain lurik dibuat menggunakan alat tenun gedog. Sekarang kain tenun jenis ini dibuat menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Selain dibuat pakaian untuk sehari-hari, kain lurik digunakan sebagai perlengkapan untuk mempercantik rumah seperti sarung bantal, taplak meja, dan tirai. Di lingkungan keraton, kain lurik digunakan sebagai kemben, surjan, dan beskap. Selain itu juga digunakan sebagai alat untuk menggendong sesuatu, dan sebagai perlengkapan upacara adat seperti siraman, mitoni, labuhan, dan ruwatan.
Kain Tenun Sumba Timur dari Nusa Tenggara Timur
Kain tenun Sumba terdiri atas Hinggi, yaitu kain untuk pria, dan Lau Pahikung, yaitu sarung untuk wanita. Proses pembuatannya yaitu dengan mengikat benang lungsin untuk mendapatkan motif ketika benang tersebut dilakukan proses celup. Cara memakai kain Sumba tidak sembarangan. Untuk Lau Pahikung, kain yang dikenakan tidak di tubuh tidak diikat. Sedangkan untuk Hinggi, memakainya dengan cara diikatkan ke tubuh.
Kain Tenun Bugis dari Sulawesi Selatan
Kain tradisonal Bugis ini berupa sarung. Coraknya ada yang berbentuk garis-garis, kotak-kotak besar (disebut balo lobang), kotak-kotak kecil (disebut balo renni), dan corak zig-zag (disebut bombang). Pembuatannya menggunakan teknik ikat pakan. Selain corak yang telah disebutkan, kain tenun ikat pakan dari Bugis ini ada yang bercorak bunga-bunga besar. Uniknya, kain dengan corak tersebut terkenal dengan nama sarung Samarinda.
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan
Yaitu kain yang corak dan warnanya dibuat melalui proses rintang warna. Sebagian masyarakat Kalimantan Selatan menganggap corak-corak tertentu pada Kain Sasirangan berkhasiat untuk menyembuhkan. Contohnya, Kain Sasirangan yang bercorak Ular Lidi dipercaya dapat menyembuhkan penyakit encok. Kain Sasirangan ini memiliki corak tertentu yang hanya boleh digunakan oleh kalangan bangsawan, yaitu corak Bintang Bahambur dan Awan Bairing. Kain Sasirangan juga terkenal sebagai “kain pamintan” atau kain permintaan karena selalu dibuat berdasarkan permintaan seseorang.
Rupanya para desainer papan atas di negeri ini sangat berminat untuk mengembangkan dan mengangkat pamor kain ikat yang telah disebutkan di atas. Desainer-desainer itu antara lain Ghea Panggabean (untuk kain tenun lurik dan kain Pelangi), Stephanus Hammy (untuk kain tenun Nusa Tenggara Timur), Robby Tumewu (untuk kain tenun Bugis), dan Itang Yunasz (untuk kain Sasirangan).
Setelah “menjelajah” di web http://kainikat.com saya baru tahu bahwa kain-kain yang dibawa adik saya sebagai oleh-oleh, diantaranya adalah kain Pelangi dari Palembang, dan kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. Saya langsung terpikat, karena kain-kain tersebut memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Saya pun langsung berfoto menggunakan kain-kain tersebut.
Untuk kamu yang ingin mengoleksi kain ikat, tidak perlu datang jauh-jauh ke tempat asalnya. Kamu hanya perlu menjelajah web Kain Ikat dengan mengklik link di sini.
Leave a Reply